Specialist of Tax Compliance and Litigation Services DDTC Kalana Bayusuta saat menyampaikan paparan dalam acara Diskusi ke-7 komunitas Cerita Pajak, Minggu (2/2/2020).
JAKARTA, DDTCNews – Solusi dari permasalahan pelaporan pajak penghasilan hanya ada satu, yaitu memiliki pengetahuan yang cukup dan pemahaman tentang pajak yang baik.
Specialist of Tax Compliance and Litigation Services DDTC Kalana Bayusuta mengatakan hal tersebut dalam acara Diskusi ke-7 komunitas Cerita Pajak di Menara DDTC, Minggu (2/2/2020). Acara yang berkolaborasi dengan DDTC ini berfokus untuk mengupas persoalan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Orang Pribadi (OP).
“Agar dapat melaporkan SPT tahunan dengan lancar kita terlebih dahulu harus mengetahui bagaimana konsep pajak, definisi penghasilan, penghasilan yang tidak dikenakan pajak dan unsur lainnya. Jika sudah mengetahui, bukan hal yang sulit untuk menghitung dan melaporkan pajak,” ujar Kalana.
Pajak, sambung Kalana, dipungut dengan berdasarkan pada hukum sehingga tidak dapat dipungut secara sembarangan. Lebih lanjut, Kalana menjelaskan terdapat empat kategori penghasilan yaitu penghasilan dari pekerjaan, usaha dan kegiatan, modal, dan penghasilan lain-lain.
Selanjutnya, penghasilan dari pekerjaan diklasifikasikan menjadi dua yaitu, dari hubungan kerja dan pekerjaan bebas. Kemudian, Kalana menjabarkan konsep perhitungan pajak penghasilan (PPh) dari hubungan kerja di Indonesia menganut sistem worldwide atau pendapatan global.
Perhitungannya dilakukan dengan mengakumulasikan penghasilan bruto dan dikurangkan dengan pengurang serta Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), kemudian baru dikalikan tarif pajak progresif. Sedangkan, perhitungan untuk PPh pada pekerja bebas dikenakan berdasarkan omzet yang diperoleh.
Secara lebih terperinci, pekerja bebas berpenghasilan kurang dari Rp4,8 miliar setahun maka melakukan pencatatan, dan PPhnya dihitung menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto. Sementara, pekerja bebas berpenghasilan diatas itu wajib melakukan pembukuan dan PPhnya dihitung berdasarkan tarif PPh Pasal 17.
Kalana juga menjelaskan tentang perhitungan PPh atas penghasilan dari usaha dan kegiatan, modal serta penghasilan lain-lain. Selain perhitungan, dijabarkan pula bagaimana cara pelaporan dan penyetoran pajak beserta permasalahan umum yang dihadapi dan solusinya.
Pemaparan materi dalam acara diskusi ini juga diberikan oleh Yustiar Kurniawan, Subdirektorat Pelayanan Perpajakan, Direktorat P2Humas DJP. Yustiar menyebut DJP saat ini tengah melakukan digitalisasi dan e-filling salah satu inovasi untuk memudahkan pelaporan SPT.
“Terdapat 40 juta wajib pajak terdaftar di Indonesia, sehingga tidak mungkin untuk semua wajib pajak lapor secara manual. Untuk itu, melalui e-filling, e-form, bahkan inovasi terbaru yaitu single login diharap dapat mempermudah wajib pajak dalam melaporkan kewajiban pajaknya,” ujar Yustiar.
Acara ini turut dihadiri Tim Direktorat P2Humas DJP Larezo Oktarimov, Ayu Amaliah Indira, Indah Nur Permata Sari dan Bima. Selain itu, CEO dari Speak Project Sandika Dewi dan Founder Cerita Pajak Neni Irawati juga turut hadir dan memberikan sambutannya.
Dalam sambutannya, Neni menyatakan komunitas pajak didirikan karena keprihatinan atas minimnya pengetahuan pajak dan persepsi masyarakat atas pajak. Untuk itu, komunitas ini didirikan guna mengajarkan pajak secara lebih bersahabat utamanya kepada para milenial
“Komunitas Pajak berawal dari keprihatinan dari empat founder terkait dengan minimnya pengetahuan wajib pajak dan persepsi wajib pajak. Untuk itu, melalui komunitas ini semoga para milenial terus memberi perhatian terhadap pajak. Karena pajak dari kita dan akan kembali ke kita,” pungkas Neni. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.