PAKISTAN

Kurangi Ketergantungan Dana IMF, Negara Ini Pakai Insentif Perpajakan

Redaksi DDTCNews | Kamis, 24 Januari 2019 | 15:37 WIB
Kurangi Ketergantungan Dana IMF, Negara Ini Pakai Insentif Perpajakan

Menteri Keuangan Pakistan Asad Umar. (foto: Pakistan Today)

ISLAMABAD, DDTCNews – Kementerian Keuangan meluncurkan beberapa insentif perpajakan untuk mengatasi permasalahan neraca pembayaran. Hal ini dinilai mampu memperbaiki kinerja perekonomian sehingga diharapkan dapat menghentikan ketergantungan dana talangan dari IMF.

Menteri Keuangan Pakistan Asad Umar meluncurkan paket kebijakan untuk meningkatkan ekspor dan investasi sehingga mampu mengatasi problem neraca pembayaran. Bagaimanapun, neraca pembayaran ini telah ‘memaksa’ Pakistan untuk meminta bantuan International Monetary Fund (IMF).

Dia mengumumkan langkah pemangkasan birokrasi, penurunan pajak untuk usaha kecil dan menengah (UKM), dan pemotongan pajak impor bahan baku industri. Peningkatan perekonomian domestik menjadi kunci pengendalian keuangan publik Pakistan.

Baca Juga:
DJP Pakai Pendekatan Risiko, Perlakuan ke WP Tergantung Kepatuhan

“Sebelum ada investasi, ekonomi negara tidak bisa bergerak maju. Kita perlu menciptakan ekonomi, di mana program IMF akan menjadi yang terakhir di Pakistan. Ini bukan anggaran, melainkan paket reformasi,” ujarnya di hadapan parlemen, seperti dikutip pada Kamis (24/1/2019).

Seperti diketahui, proyeksi pertumbuhan ekonomi Pakistan tahun ini sekitar 4%, melambat dibandingkan akhir tahun lalu 5,8%. Pada saat yang bersamaan, defisit anggaran mencapai 7% PDB. Pakista menghadapi tekanan berat untuk mereformasi ekonominya.

Apalagi, pemerintah telah berfokus pada upaya mencegah krisis neraca pembayaran yang menyebabkan cadangan devisanya berkurang dan hanya mampu menutupi dua bulan pembayaran impor. Rincian paket reformasi ekonomi jangka menengah, sambungnya, akan disajikan pada pekan depan.

Baca Juga:
IMF Perkirakan Ekonomi Indonesia Tumbuh 5,1 Persen Tahun Depan

Terkait dengan dana talangan sendiri, Pakistan telah membuka pembicaraan dengan IMF. Namun, hingga saat ini belum ada kesepakatan terkait persyaratan bailout ke-13 sejak 1980-an ini. Perdana Menteri Imran Khan berjanji akan menurunkan defisit neraca transaksi berjalan hingga mencapai 5,3% PDB pada 2019.

Pakistan juga telah menaruh harapan besar pada Koridor Ekonomi Pakistan China, bagian yang sangat besar dariBelt and Road Initiative. Namun, Pakistan harus menyerap dampak derasnya impor peralatan modal yang diperlukan untuk proyek tersebut.

Selain itu, permintaan yang kuat untuk produk konsumen dan biaya energi dalam beberapa tahun terakhir telah mendorong defisit neraca berjalan lebih luas. Hal ini telah membuat pemerintah berjuang untuk mengembalikannya di bawah kendali.

Baca Juga:
IMF Sebut Pembentukan BPN Memerlukan Diagnosis yang Memadai

Umar mengatakan pajak atas mobil mewah impor akan dinaikkan. Sementara, pabrikan lokal akan dibantu dengan pengurangan bea impor atas bahan baku dan mesin yang diimpor ke zona ekonomi khusus.

Melansir NDTV, pemangkasan bea masuk pun akan dilakukan untuk peralatan energi terbarukan selama lima tahun. Ini untuk meringankan krisis energi yang telah membuat pelaku bisnis dan rumah tangga di Pakistan menerima pemadaman listrik yang berulang serta gangguan pasokan gas. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Senin, 12 Agustus 2024 | 09:05 WIB BERITA PAJAK HARI INI

DJP Pakai Pendekatan Risiko, Perlakuan ke WP Tergantung Kepatuhan

Sabtu, 10 Agustus 2024 | 15:45 WIB PERTUMBUHAN EKONOMI

IMF Perkirakan Ekonomi Indonesia Tumbuh 5,1 Persen Tahun Depan

Jumat, 09 Agustus 2024 | 18:35 WIB BADAN PENERIMAAN NEGARA

IMF Sebut Pembentukan BPN Memerlukan Diagnosis yang Memadai

Jumat, 09 Agustus 2024 | 08:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

IMF: Agenda Kebijakan Pajak Jangka Menengah Indonesia Perlu Diperbarui

BERITA PILIHAN
Jumat, 27 Desember 2024 | 13:30 WIB UU HKPD

Berlaku Mulai 5 Januari 2025, Begini Penghitungan Opsen Pajak

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:30 WIB LAPORAN BELANJA PERPAJAKAN

Masih Ada Fasilitas Kepabeanan Tak Dimanfaatkan, DJBC Beri Penjelasan

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:00 WIB PMK 81/2024

Catat! Dokumen WP Badan Era Coretax Diteken Pakai Sertel Pengurus

Jumat, 27 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 168/2023

Penghitungan PPh 21 Pegawai Tidak Tetap untuk Masa Pajak Desember

Jumat, 27 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Analisis Kesebandingan dalam Tahapan Penerapan PKKU

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:45 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jamin Stimulus Ekonomi Efektif, Birokrasi Penyaluran Perlu Dipermudah

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Maret 2024: Pemerintah Rilis Ketentuan Baru terkait Akuntansi Koperasi

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN DAN CUKAI

Reformasi Berkelanjutan DJBC, Kolaborasi Lintas Sektor Jadi Kunci

Jumat, 27 Desember 2024 | 09:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Tahun Baru, PTKP Baru? Catatan bagi yang Baru Menikah atau Punya Anak

Jumat, 27 Desember 2024 | 09:07 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Coretax Diterapkan 1 Januari 2025, PKP Perlu Ajukan Sertel Baru