PAJAK PENGHASILAN BADAN (7)

Kredit Pajak sebagai Pengurang PPh Badan Terutang

Redaksi DDTCNews | Senin, 29 Juli 2019 | 15:46 WIB
Kredit Pajak sebagai Pengurang PPh Badan Terutang

WAJIB pajak badan dalam tahun pajak berjalan melunasi pajak yang diperkirakan akan terutang dalam suatu tahun pajak melalui pemotongan dan pemungutan pajak yang dilakukan oleh pihak lain, atau atas pembayaran pajak yang dilakukan oleh wajib pajak badan sendiri.

Pelunasan pajak dalam tahun pajak berjalan merupakan angsuran pembayaran pajak yang nantinya boleh diperhitungkan dengan cara mengkreditkan terhadap pajak penghasilan (PPh) yang terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan, kecuali untuk penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final.

Dalam hal ini, wajib pajak dapat mengkreditkan pajak yang telah dipotong dan dipungut untuk mengurangi jumlah pajak terutangnya pada akhir tahun. Aturan mengenai kredit pajak diatur dalam Pasal 28 Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 (UU PPh).

Baca Juga:
Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Sesuai dengan ketentuan UU PPh, beberapa jenis pajak yang dapat dikreditkan atau dikurangkan dalam menghitung PPh badan adalah sebagai berikut:

  1. PPh Pasal 22 berkaitan dengan pemotongan PPh dari kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
  2. PPh Pasal 23 berkaitan dengan pemotongan PPh dari dividen, bunga, royalti, sewa, hadiah dan penghargaan, serta imbalan lainnya.
  3. PPh Pasal 24 berkaitan dengan pajak yang dibayar atau terutang atas penghasilan dari luar negeri yang boleh dikreditkan.
  4. PPh Pasal 25 berkaitan dengan pembayaran pajak yang dilakukan sendiri oleh wajib pajak badan.
  5. PPh Pasal 26 Ayat 5 berkaitan dengan pemotongan pajak atas subjek pajak luar negeri yang menjadi subjek pajak dalam negeri yang tidak bersifat final.

PPh Pasal 22

Sebagaimana telah diuraikan dalam artikel sebelumnya mengenai PPh Pasal 22, badan-badan tertentu dapat memungut pajak dari wajib pajak yang melakukan kegiatan di bidang impor ataupun kegiatan usaha lain. Adapun badan-badan tertentu yang dimaksud adalah badan baik pemerintahan (bendaharawan) maupun swasta.

Baca Juga:
Taiwan Bakal Berikan Insentif Kredit Pajak untuk WP yang Investasi AI

PPh Pasal 22 merupakan cara pelunasan pembayaran pajak dalam tahun berjalan oleh wajib pajak atas penghasilan antara lain berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain, seperti kegiatan usaha produksi barang tertentu antara lain otomotif dan semen.

Pemungutan PPh Pasal 22 ada yang bersifat final dan tidak final. Untuk PPh Pasal 22 yang bersifat tidak final dapat dikreditkan dari total PPh terutang pada akhir tahun saat pengisian surat pemberitahuan (SPT) tahunan.

PPh Pasal 23

Baca Juga:
Tingkatkan Penerimaan Pajak, Indonesia Perlu Perdalam Sektor Keuangan

PPh Pasal 23 adalah PPh dalam tahun berjalan yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap (BUT) berupa penghasilan dividen, bunga, sewa, hadiah penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong PPh Pasal 21 ayat (1) huruf e. Atas penghasilan-penghasilan tersebut akan dikenakan tarif pajak sebesar 15% dari jumlah bruto.

Sedangkan beberapa jenis penghasilan lain akan dikenakan tarif sebesar 2%, yakni (1) sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2). Kemudian, (2) imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21.

PPh Pasal 24

Baca Juga:
Malaysia Sebut Pajak Minimum Global Berdampak Baik ke Keuangan Negara

Pada dasarnya wajib pajak dalam negeri terutang pajak atas seluruh penghasilan yang diterimanya, termasuk juga penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri. Hal ini disebabkan sistem perpajakan di Indonesia menganut sistem worldwide income.

Karena itu, guna menghindari terjadinya pajak berganda yang disebabkan oleh pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri, maka besarnya pajak atas penghasilan wajib pajak dalam negeri yang terutang atau dibayar di luar negeri tersebut dapat dikreditkan terhadap total pajak terutang atas seluruh penghasilan wajib pajak dalam negeri.

Ketentuan tersebut diatur dalam PPh Pasal 24 yang mengatur tentang hak wajib pajak untuk memanfaatkan kredit pajak mereka di luar negeri. Dalam PPh Pasal 24 diatur mengenai nominal pajak yang dibayarkan di luar negeri yang berfungsi sebagai pengurang nilai pajak terutang yang dimiliki di Indonesia.

Baca Juga:
Setoran PPh Badan Diproyeksi Masih Akan Kontraksi, Ini Kata Menkeu

Dalam Pasal 24 ayat 1 UU PPh disebutkan bahwa pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang dalam tahun pajak yang sama. Adapun, besarnya kredit pajak adalah sebesar PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri tetapi tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan UU PPh.

PPh Pasal 25

PPh Pasal 25 adalah pembayaran PPh secara angsuran dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak badan setiap bulan setelah dikurangi dengan kredit pajak. Pajak yang satu ini memberikan kemudahan bagi wajib pajak badan agar tidak terlalu terbebani dengan pembayaran pajak sekaligus pada akhir tahun yang dirasa akan memberatkan wajib pajak.

Baca Juga:
PPh Badan Satu-satunya Pajak yang Kontraksi, Anggito Ungkap Hal Ini

Dalam Pasal 25 UU PPh dijelaskan bahwa pembayaran pajak bisa diangsur atau dicicil di muka dengan pembayaran cicilan setiap bulan. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 dihitung berdasarkan data SPT tahunan pada tahun sebelumnya, setelah dikurangi dengan PPh yang telah dipotong atau dipungut oleh pihak lain dan kredit pajak lainnya, kemudian dibagi 12 atau total bulan dalam pajak masa setahun.

PPh Pasal 26

PPh Pasal 26 ayat (5) secara umum mengatur mengenai pemotongan pajak yang boleh dikreditkan atas subjek pajak luar negeri badan yang menjadi subjek pajak dalam negeri atau BUT yang tidak bersifat final.

Baca Juga:
Usahanya Rugi 2 Tahun Terakhir, WP Ini Diminta Tetap Lapor SPT Tahunan

Pada prinsipnya pemotongan pajak atas wajib pajak luar negeri adalah bersifat final, tetapi atas penghasilan wajib pajak orang pribadi atau badan luar negeri yang berubah status menjadi wajib pajak dalam negeri atau BUT, pemotongan pajaknya tidak bersifat final sehingga potongan pajak tersebut dapat dikreditkan dalam SPT tahunan.

Status Lebih Kurang Bayar atau Lebih Bayar

Apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih besar dari pada jumlah kredit pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 UU PPh, maka kekurangan pajak yang terutang harus dilunasi selambat-lambatnya pada akhir bulan keempat sesudah tahun pajak yang bersangkutan berakhir, atau sebelum SPT tahunan disampaikan.

Namun, apabila pajak yang terhutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih kecil dari pada jumlah kredit pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 UU PPh, maka kelebihan pembayaran pajak dikembalikan atau diperhitungkan dengan utang pajak lainnya. Perlu dicatat, segala bentuk penghasilan yang sudah dikenakan pajak yang bersifat final, tidak boleh diperlakukan sebagai kredit pajak.*

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?