BERITA PAJAK HARI INI

KPK: Awasi Pelanggaran Pajak Sektor Sumber Daya Alam

Redaksi DDTCNews | Selasa, 30 Juli 2019 | 08:36 WIB
KPK: Awasi Pelanggaran Pajak Sektor Sumber Daya Alam

Ilustrasi. 

JAKARTA, DDTCNews – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melihat rawannya sektor sumber daya alam (SDA) terhadap praktik korupsi melalui pelanggaran pajak. Topik tersebut menjadi bahasan beberapa media nasional pada hari ini, Selasa (30/7/2019).

Dalam ‘Nota Sintesis: Evaluasi Gerakan Nasional Penyelamatan SDA’ yang diterbitkan pertengahan bulan ini, KPK menjabarkan praktik korupsi yang terjadi dalam pengelolaan SDA telah berdampak pada hilangnya potensi pendapatan negara.

Pahala Nainggolan, Deputi Pencegahan KPK mengatakan otoritas terkait perlu memperhatikan potensi dan kerawanan di sektor SDA, seperti pertambangan minerba dan perkebunan sawit. Apalagi bentuk-bentuk permasalahan di sektor ini cukup besar.

Baca Juga:
Tahap Pra-Implementasi Aplikasi Coretax, DJP Imbau WP Soal Ini

Dia memberi contoh praktik dalam pertambangan batu bara sangat sangat sulit diidentifikasi dan rawan terjadinya praktik-praktik pelanggaran pajak. Sementara itu, praktik di perkebunan sawit jauh lebih mudah diidentifikasi.

“Ya untuk [praktik] transfer pricing cukup rawan [disalahgunakan] karena di batu bara juga ada kalori. Jadi mereka bisa bermain di situ,” katanya.

Di sektor pertambangan minerba, KPK pernah mencatat kekurangan pembayaran pajak tambang di kawasan hutan sebesar Rp15,9 triliun per tahun. Hingga 2017, tunggakan PNBP di sektor minerba mencapai Rp25,5 triliun. Dari 7.519 izin usaha pertambangan yang tercatat di DJP, 84% di antaranya tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Baca Juga:
Tahapan Pendahuluan untuk Transaksi Jasa dalam Penerapan PKKU

Selain itu, beberapa media nasional juga menyoroti topik pemisahan Ditjen Pajak dari Kemenkeu. Pembentukan Badan Penerimaan Perpajakan (BPP) masih belum pasti, terlebih pembahasan revisi Undang-Undang (UU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) masih tertunda.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

  • Sinkronisasi Data

Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan mengatakan sinkronisasi data antara instansi terkait diperlukan untuk menekan pelanggaran pajak di sektor SDA. Dengan adanya rezim Izin Usaha Pertambangan (IUP), pemerintah perlu memastikan setiap perusahaan yang mendapatkan izin juga sudah terdaftar sebagai wajib pajak.

Baca Juga:
Coretax Berlaku 2025, DJP Online Tetap Bisa Digunakan Sementara

KPK, sambungnya, pernah berkoordinasi dengan otoritas pajak untuk memetakan persoalan di sektor tersebut. DJP, lanjut Pahala, juga telah menindaklajuti kajian yang telah dilakukan oleh KPK.

  • Kewajaran dan Kelaziman Usaha

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan saat ini, celah penyalahgunaan transfer pricingsudah dipersempit. Dalam regulasi yang berlaku, wajib pajak yang melakukan transaksi dengan perusahaan afiliasi wajib menerapkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha.

Selain itu, sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No.213/PMK.03/2016, pelaku usaha wajib membuat Transfer Pricing Documentation (TP Doc). Dalam TP Doc, sambung Hestu, ada informasi pihak-pihak afiliasi, transaksi, dan penentuan harga transfer yang sesuai kewajaran dan kelaziman usaha.

Baca Juga:
PPN Barang Pokok dan Jasa Premium Masih Tunggu Penetapan Aturan Teknis

“Wajib pajak juga wajib melampirkan ikhtisar dokumen dan informasi itu di SPT Tahunan. Jika ditemukan ketidakwajaran, DJP akan meminta pelaku usaha untuk mengoreksi. Jika koreksi tidak dilakukan, akan dibawa ke ranah pengadilan pajak,” jelasnya.

  • Tidak Jadi Prioritas

DPR tidak memprioritaskan revisi UU KUP di masa akhir jabatannya. Ketua Komisi XI DPR Melchias Markus Mekeng mengatakan hingga saat ini masih ada fraksi yang belum menyerahkan daftar inventarisasi masalah (DIM). Selain itu, pemerintah juga dinilai belum satu suara terkait revisi UU KUP.

“Khususnya soal pembentukan Badan Penerimaan Perpajakan,” katanya.

Baca Juga:
Metode Penentuan Harga Transfer dan Karakteristik Transaksinya
  • Pengajuan Banding

Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan pemerintah bersama seluruh stakeholders akan memanfaatkan pendekatan yang memungkinkan untuk merespons pengenaan bea masuk biodiesel Indonesia oleh Uni Eropa.

Penyampaian argumentasi legal dan teknis agar terbebas dari tuduhan subsidi juga bisa dilakukan. Jika bea masuk itu tetap dilakukan, Indonesia akan mengajukan banding untuk meminta pembatalan keputusan tersebut ke pengadilan di UE dan Forum Badan Penyelesaian Sengketa WTO.

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 08:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Tahap Pra-Implementasi Aplikasi Coretax, DJP Imbau WP Soal Ini

Selasa, 24 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Tahapan Pendahuluan untuk Transaksi Jasa dalam Penerapan PKKU

Selasa, 24 Desember 2024 | 09:07 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Coretax Berlaku 2025, DJP Online Tetap Bisa Digunakan Sementara

Senin, 23 Desember 2024 | 09:08 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN Barang Pokok dan Jasa Premium Masih Tunggu Penetapan Aturan Teknis

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra