CUKAI (9)

Ketentuan Prosedur Pencacahan Barang Kena Cukai

Hamida Amri Safarina | Senin, 12 April 2021 | 16:19 WIB
Ketentuan Prosedur Pencacahan Barang Kena Cukai

DALAM proses pemungutan cukai, pemerintah telah menerapkan pengawasan guna menghindari terjadinya manipulasi atau pelarian cukai. Pengawasan yang dimaksud dilakukan dengan menerapkan pencacahan barang kena cukai (BKC).

Pengaturan pencacahan BKC tertuang dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 s.t.d.t.d. Undang-Undang No. 39 Tahun 2007 tentang Cukai (UU Cukai) beserta aturan pelaksanaannya. Aturan pelaksana terkait pencacahan BKC ialah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 205/PMK.04/2020 tentang Pencacahan dan Potongan Atas Etil Alkohol dan Minuman yang Mengandung Etil Alkohol (PMK 205/2020).

Berdasarkan pada penjelasan Pasal 20 ayat (1) UU Cukai jo. Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 205/PMK.04/2020, pencacahan adalah kegiatan untuk mengetahui jumlah, jenis, mutu, dan keadaan barang kena cukai.

Baca Juga:
Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Pasal 2 ayat (1) menyebutkan pencacahan dilakukan terhadap dua hal. Pertama, etil alkohol di dalam pabrik atau tempat penyimpanan. Kedua, minuman mengandung etil alkohol (MMEA) golongan A produksi dalam negeri di dalam pabrik yang sudah dalam kemasan penjualan eceran yang terutang cukai.

Sebagai informasi, yang dimaksud pabrik adalah tempat tertentu termasuk bangunan, halaman, dan lapangan yang dipergunakan untuk menghasilkan BKC berupa etil alkohol atau MMEA dan/atau untuk mengemas BKC berupa etil alkohol atau MMEA dalam kemasan untuk penjualan eceran.

Sementara tempat penyimpanan dipahami sebagai tempat, bangunan, dan/atau lapangan bukan merupakan bagian dari pabrik, yang dipergunakan untuk menyimpan BKC berupa etil alkohol masih terutang cukai dengan tujuan untuk disalurkan, dijual, atau diekspor.

Baca Juga:
Realisasi Pajak Rokok di Sumsel Tak Capai Target, Ini Penyebabnya

Sesuai dengan Pasal 2 ayat (2) PMK 205/2020, terdapat empat situasi yang dapat dilakukan pencacahan BKC. Pertama, paling lambat tanggal 10 setiap triwulan yaitu pada bulan Januari, April, Juli, dan Oktober untuk periode tiga bulan sebelumnya.

Kedua, setiap saat atas permintaan pengusaha pabrik atau pengusaha tempat penyimpanan. Ketiga, setiap saat apabila ada dugaan kuat terjadi pelanggaran atas ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cukai. Keempat, sebelum dan sesudah pemuatan ke kapal untuk tujuan ekspor.

Dalam hal pelaksanaan pencacahan BKC, UU Cukai memberikan wewenang kepada pejabat Bea Cukai untuk melakukan pencacahan terhadap BKC tertentu. Sebagaimana diatur dalam Pasal 20 UU Cukai, BKC tertentu yang ada dalam pabrik atau penyimpanan setiap waktu dapat dicacah oleh pejabat Bea Cukai.

Baca Juga:
Menkeu Rilis Pedoman Pembukuan Terbaru di Bidang Kepabeanan dan Cukai

Pengusaha pabrik atau pengusaha tempat penyimpanan wajib menunjukkan semua BKC yang ada di dalam tempat yang dimaksud serta menyediakan tenaga dan peralatan untuk keperluan pencacahan. Hasil pencacahan BKC tertentu dapat lebih kecil, lebih besar, atau sama besar.

Jika jumlah hasil pencacahan BKC kedapatan sama atau lebih besar dari jumlah yang tercantum dalam buku rekening BKC, pengusaha pabrik atau pengusaha tempat penyimpanan tidak diberikan potongan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) PMK 205/2020. Atas kelebihan jumlah etil alkohol atau MMEA, pejabat Bea Cukai menghitung kelonggaran.

Sesuai Pasal 5 ayat (1) PMK 205/2020, kelonggaran terhadap kelebihan jumlah etil alkohol atau MMEA diberikan tidak melebihi 1% dari jumlah BKC yang seharusnya ada menurut buku rekening BKC.

Baca Juga:
Insentif Kepabeanan Tersalur Rp33,9 Triliun, Begini Dampak ke Ekonomi

Jika jumlah kelebihan etil alkohol atau MMEA melebihi nilai kelonggaran tersebut, terhadap jumlah kelebihannya dikenakan sanksi administrasi berupa denda. Kelonggaran adalah batas kekurangan setelah diberi potongan atas batas kelebihan yang diperkenankan pada saat pencacahan untuk menentukan ada tidaknya suatu pelanggaran.

Lebih lanjut, jika hasil pencacahan lebih kecil dari jumlah yang tercantum dalam buku rekening BKC, pengusaha pabrik atau pengusaha tempat penyimpanan diberikan potongan dari jumlah BKC yang dihasilkan atau dimasukkan sejak pencacahan terakhir.

Hal tersebut sesuai dengan bunyi Pasal 6 ayat (1) PMK 205/202. Konsekuensi ketika hal tersebut terjadi ialah dilakukan potongan. Potongan merupakan keringanan yang diberikan kepada pengusaha pabrik atau pengusaha tempat penyimpanan atas kekurangan BKC yang didapat pada waktu pencacahan.

Baca Juga:
Menkes Malaysia Ungkap Peran Cukai dalam Mereformulasi Minuman Manis

Untuk pengusaha pabrik etil alkohol, potongan diberikan sebesar 0,5% dari jumlah etil alkohol yang ada dan yang dibuat serta dimasukkan pada waktu pencacahan terakhir. Sementara untuk pengusaha tempat penyimpanan, potongan diberikan sebesar 0,5% dari jumlah etil alkohol yang ada dan yang dibuat serta dimasukkan pada waktu pencacahan terakhir dan 1% dari jumlah selisih antara jumlah etil alkohol hasil pencacahan sebelum dan sesudah dimuat ke kapal.

Sebagai tambahan informasi, yang dimaksud buku rekening BKC ialah daftar yang berisi catatan tentang jumlah barang kena cukai tertentu yaitu etil alkohol dan minuman yang mengandung etil alkohol yang dibuat, dimasukkan, dikeluarkan serta potongan, kekurangan, dan kelebihan basil pencacahan dari suatu pabrik atau tempat penyimpanan. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Selasa, 24 Desember 2024 | 16:30 WIB PROVINSI SUMATERA SELATAN

Realisasi Pajak Rokok di Sumsel Tak Capai Target, Ini Penyebabnya

Senin, 23 Desember 2024 | 12:00 WIB PMK 104/2024

Menkeu Rilis Pedoman Pembukuan Terbaru di Bidang Kepabeanan dan Cukai

Sabtu, 21 Desember 2024 | 10:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Insentif Kepabeanan Tersalur Rp33,9 Triliun, Begini Dampak ke Ekonomi

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?