Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Sengketa antara wajib pajak/penanggung pajak dan pejabat berwenang (fiskus) sering kali terjadi dalam proses pemenuhan kewajiban perpajakan.
Sengketa pajak tersebut biasanya timbul akibat perbedaan pendapat mengenai besarnya pajak yang terutang. Dalam menghadapi sengketa pajak, wajib pajak memiliki beberapa tahapan proses hukum yang dapat ditempuh.
Mula-mula, jika merasa jumlah pajak, pemotongan, atau pemungutan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak tidak sesuai maka wajib pajak dapat mengajukan keberatan.
Selanjutnya, bila keputusan atas keberatan tersebut dianggap tidak memuaskan maka wajib pajak dapat melanjutkan dengan mengajukan banding ke Pengadilan Pajak.
Namun, jika putusan banding masih tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya dan terdapat indikasi kebohongan atau tipu muslihat berdasarkan bukti-bukti yang ada, wajib pajak dapat mengajukan peninjauan kembali (PK).
Peninjauan kembali dapat diajukan kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak dengan memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. Selain itu, pengajuan peninjauan kembali harus didasari pada alasan-alasan yang jelas.
Berikut merupakan alasan-alasan yang diperbolehkan dalam proses permohonan peninjauan kembali:
Untuk informasi lebih lanjut mengenai sengketa di tingkat peninjauan kembali, Anda dapat merujuk pada rekap peraturan di Perpajakan DDTC melalui tautan https://perpajakan.ddtc.co.id/panduan-pajak/rekap-peraturan/rekap-peraturan-sengketa-perpajakan-di-tingkat-peninjauan-kembali (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.