REFORMASI PERPAJAKAN

Kebijakan PPh OP dan Pajak Properti Indonesia Perlu Dirombak

Muhamad Wildan | Kamis, 01 Oktober 2020 | 16:55 WIB
Kebijakan PPh OP dan Pajak Properti Indonesia Perlu Dirombak

Head of the Tax Policy and Statistics Division Organisation for Economic Co-operation and Development David Bradbury. (Foto: Youtube BKF)

JAKARTA, DDTCNews - Kebijakan perpajakan setelah pandemi Covid-19 harus dirumuskan ulang untuk mendukung terciptanya pertumbuhan ekonomi yang inklusif (inclusive economic growth).

Head of the Tax Policy and Statistics Division Organisation for Economic Co-operation and Development David Bradbury mengatakan masyarakat harus merasakan dampak pertumbuhan ekonomi. Pajak berperanan penting mendorong pertumbuhan yang inklusif dan menyelesaikan ketimpangan.

"Peranan pajak tidak hanya terbatas pada pemungutan dan redistribusi yang adil, tetapi juga melalui pembebanan pajak yang adil antara mereka yang berpenghasilan tinggi dan mereka yang berpenghasilan rendah," ujar Bradbury dalam webinar BKF-OECD, Kamis (1/10/2020).

Baca Juga:
Meninjau Aspek Keadilan dari Konsensus Pajak Minimum Global

Terdapat beberapan instrumen yang bisa dipertimbangkan untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi inklusif melalui pajak, mulai dari ekstensifikasi pajak penghasilan (PPh) orang pribadi, peningkatan pembayaran jaminan sosial, pajak properti dan capital profit dan capital gain yang lebih efektif.

Bradbury secara khusus menyorot kontribusi PPh orang pribadi di Indonesia yang cenderung rendah. Padahal, jenis pajak yang satu ini cenderung stabil dan mampu mengamankan penerimaan negara di tengah krisis ekonomi seperti pandemi Covid-19.

Untuk meningkatkan tax ratio Indonesia yang cenderung rendah dan akan semakin rendah akibat pandemi, basis pajak PPh orang pribadi perlu ditingkatkan. Meski demikian, Bradbury mengakui kebijakan ini akan sangat menantang dari sisi politik.

Baca Juga:
Sengketa PPh Orang Pribadi Pasca Mendapat Hibah Properti

"Dari sisi politik kebijakan ini akan sangat menantang, tetapi jenis pajak ini cenderung progresif apabila dirancang baik. Mereka yang berpenghasilan lebih seharusnya berkontribusi lebih besar. Bila diterapkan, hal ini akan mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif," ujar Bradbury.

Pembayaran jaminan sosial (social security contribution) juga perlu ditingkatkan. Meski demikian, peningkatan ini perlu dijustifikasi dengan pelayanan jaminan sosial yang lebih baik.

"Instrumen ini banyak digunakan di negara-negara OECD dan negara-negara G20, sedangkan untuk Indonesia pembayaran jaminan sosial masih sangat kecil," ujar Bradbury.

Baca Juga:
Pulihkan Sektor Properti, Negara Ini Perpanjang Periode Insentif Pajak

Pajak properti juga perlu ditingkatkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif melalui penguatan basis pajak dan pendataan atas objek pajak properti yang baik.

Selain menurunkan ketimpangan dan menciptakan keadilan, pajak properti juga relatif susah untuk dihindari oleh wajib pajak mengingat sifat properti yang bersifat immovable.

"Properti merupakan aset yang tidak bergerak. Properti selaku objek pajak tidak dapat dihapus dan susah dihindari oleh wajib pajak apabila diterapkan dengan baik," ujar Bradbury.

Baca Juga:
Penerapan Pilar 1 Amount A Butuh Aturan yang Berkepastian Hukum Tinggi

Adapun pemajakan atas capital profit dan capital gain juga relatif mudah dilaksanakan seiring dengan semakin meningkatnya kerja sama multilateral dalam pertukaran informasi perpajakan.

Pertukaran informasi semakin meminimalisasi kemampuan orang kaya untuk menyembunyikan penghasilannya di luar negeri dan menghindari kewajiban pajaknya.

Menurut Bradbury, pemajakan atas modal perlu dipertimbangkan dan dirancang dengan matang untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan mengurangi ketimpangan penghasilan. (Bsi)


Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 16 Oktober 2024 | 13:20 WIB BUKU PAJAK

Meninjau Aspek Keadilan dari Konsensus Pajak Minimum Global

Jumat, 11 Oktober 2024 | 20:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPh Orang Pribadi Pasca Mendapat Hibah Properti

Rabu, 09 Oktober 2024 | 16:17 WIB KONSENSUS PAJAK GLOBAL

Penerapan Pilar 1 Amount A Butuh Aturan yang Berkepastian Hukum Tinggi

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN