LOMBA MENULIS ARTIKEL PAJAK

Kebijakan Pajak sebagai Solusi Kemacetan Jakarta

Redaksi DDTCNews | Senin, 15 Januari 2018 | 17:27 WIB
Kebijakan Pajak sebagai Solusi Kemacetan Jakarta
Selma Andini, Politeknik Keuangan Negara STAN

JAKARTA merupakan pusat perekonomian dan pemerintahan di Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik, Jakarta memiliki porsi ekonomi terbesar di Indonesia yaitu 16,95% pada tahun 2015. Hal ini membuat banyak masyarakat datang untuk memanfaatkan peluang berinvestasi di Jakarta.

Namun, populasi yang besar dapat menimbulkan efek negatif seperti kemacetan yang menghambat perekonomian di Jakarta. Bank Indonesia menyebutkan kemacetan membuat biaya transportasi naik 2,9% dan meningkatkan biaya persediaan bahan baku menyebabkan berkurangnya laba perusahaan.

Selain itu, kemacetan juga telah membuat PDRB (Produk Daerah Regional Bruto) DKI Jakarta menurun sebesar 0,16%. Dengan demikian, tidak ada pilihan lain, diperlukan suatu upaya untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.

Pajak merupakan salah satu langkah yang efektif untuk mengatasi kemacetan di berbagai negara. Selain sebagai komponen utama pendapatan negara, pajak memiliki fungsi reguleren yaitu sebagai instrumen untuk mencapai tujuan tertentu.

Misalnya, untuk mengatasi kemacetan pemerintah dapat menerapkan berbagai kebijakan dalam bidang perpajakan seperti meningkatkan pajak parkir, retribusi parkir, serta pajak kendaraan bermotor.

Pajak parkir adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir. Tarif pajak parkir di sebagian besar daerah adalah 20% - 30% dari DPP Pajak Parkir. Sedangkan retribusi parkir adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa parkir.

Perbedaan pajak parkir dan retribusi parkir terletak pada penyelenggaranya dimana pajak parkir diselenggarakan oleh orang pribadi/ badan penyelenggara parkir sedangkan retribusi parkir diselenggarakan oleh pemerintah daerah.

Sebagian besar daerah menerapkan karcis dan/ atau sewa parkir dengan harga Rp2.000–Rp5.000/ jam. Hal ini sangat berbeda dengan negara-negara maju yang berhasil mengurangi kemacetan. Jepang misalnya, mengenakan tarif parkir Rp25.000/ jam. Jika hal ini diimplementasikan, maka kuantitas jumlah kendaraan di jalan akan berkurang.

Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) adalah pajak atas kepemilikan dan/ atau penguasaan kendaraan bermotor. Berdasarkan UU 28/2009 tentang PDRD (Pajak Daerah dan Retribusi Daerah), pengenaan pajak kendaraan bermotor milik pribadi dilakukan secara progresif.

Pengenaan pajak secara progresif didasarkan atas nama dan/ atau alamat wajib pajak yang sama. Tarif PKB kendaraan pribadi untuk kepemilikan pertama adalah sebesar 1%-2% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PKB sedangkan untuk kepemilikan kedua sebesar 2%-10% dari DPP PKB.

Peningkatan tarif PKB akan membuat pajak yang harus dibayar pemilik kendaraan pribadi menjadi lebih besar sehingga berdampak pada menurunya minat masyarakat terhadap kepemilikan kendaraan pribadi.

Selain itu, untuk menekan laju pertumbuhan kendaraan bermotor, pemerintah dapat menaikkan biaya tol serta penerapan pajak atas uji tingkat pencemaran lingkungan suatu kendaraan di mana semakin besar tingkat pencemaran lingkungan semakin besar pajak yang harus dibayar.

Namun, mengingat Pasal 23 ayat (3) UU 28/2009 menyebutkan bahwa daerah dilarang memungut pajak selain jenis pajak yang ditetapkan dalam undang-undang, maka diperlukan persetujuan masyarakat melalui DPRD untuk melakukan reformasi di bidang perpajakan dan retribusi daerah.

Dari sinilah diperlukan peran masyarakat dalam mendukung implementasi kebijakan tersebut. Akan tetapi, masalahnya industri otomotif menyumbang porsi yang cukup besar dari PDB. Jika penjualan kendaraan bermotor berkurang, maka PDB Indonesia juga akan berkurang. Lalu bagaimana solusinya?

Ekspor & Subsidi Transportasi

INDONESIA adalah negara maritim dan agraris. Dari sini, kita dapat melihat peluang bahwa Indonesia mampu meningkatkan PDB dari sektor pertanian serta perikanan. Selain itu, industri pariwisata juga dapat dikembangkan secara lebih intensif untuk meningkatkan devisa serta penerimaan negara.

Untuk mencapai hal itu, maka diperlukan campur tangan pemerintah dalam mengembangkannya seperti penyedian benih- benih pertanian yang berkualitas, pemberian sosialisasi, stabilisasi pasar serta sebagai pembuat kebijakan.

Dari segi industri otomotif, penerapan pajak kendaraan bermotor serta pajak parkir yang tinggi dapat berdampak terhadap berkurangnya permintaan domestik. Namun, perusahaan otomotif bisa menjual produknya ke luar negeri dengan dukungan pemerintah, misalnya dengan pajak ekspor yang rendah.

Penerapan pajak ekspor yang rendah akan membuat produk bersaing di luar negeri karena memiliki nilai jual lebih rendah tanpa mengurangi kualitasnya. Selain untuk meningkatkan neraca perdagangan, kemudahan dalam hal perpajakan ekspor akan membuat industri otomotif kian berkembang.

Selanjutnya, peningkatan pajak kendaraan bermotor dan pajak parkir harus diikuti dengan pemberian insentif kepada masyarakat yaitu melalui penyediaan sarana transportasi umum yang murah, nyaman, tepat waktu serta memiliki kuantitas yang cukup.

Walaupun hal tersebut akan memakan anggaran dalam jumlah besar, namun untuk jangka panjang penyediaan transportasi tersebut akan berdampak positif bagi masyarakat seperti meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta mengurangi beban subsidi energi BBM (bahan bakar minyak).

Ke depan, apabila hal ini berhasil diterapkan maka kemacetan di Jakarta akan berkurang karena banyaknya masyarakat yang beralih ke moda transportasi umum. Walaupun mungkin nantinya dapat menimbulkan kontra, pemerintah harus dapat meyakinkan bahwa langkah tersebut adalah langkah yang dirasa tepat untuk mengatasi kemacetan serta menciptakan tata ruang kota yang baik.

Karena di sisi lain, tidak mungkin jika pemerintah menyelesaikan masalah tersebut dengan terus melakukan pembangunan jalan, mengingat terbatasnya lahan di Jakarta serta jumlah populasi manusia yang terus bertambah.

Sebagai catatan, jangan takut memulai untuk melakukan metamorfosis karena orientasi bangsa Indonesia adalah orientasi jangka panjang di mana bangsa Indonesia harus mampu bertahan serta berusaha agar menjadi salah satu negara adidaya dalam perekonomian.

Jika takut untuk memulai sesuatu yang baru maka bersiaplah untuk menghadapi masalah yang sama untuk selamanya. Harapannya, kebijakan ini tidak hanya diimplementasikan di Jakarta namun juga di kota-kota besar di Indonesia sehinggat tercapai aspek keadilan dan persamaan di setiap daerah.*

(Disclaimer)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Jumat, 08 November 2024 | 14:00 WIB LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2024

Cerita Analis DJP, Juara II Lomba Menulis Artikel Pajak DDTCNews 2024

Jumat, 01 November 2024 | 13:49 WIB HUT KE-17 DDTC

Temu Kontributor Buku DDTC: Gagasan Perpajakan untuk Prabowo-Gibran

Rabu, 30 Oktober 2024 | 15:45 WIB ARTICLE WRITING FAIR - KOSTAF FIA UI

Optimalisasi Penerimaan Pajak Era Digital, Menilik Peluang Taxologist

Selasa, 29 Oktober 2024 | 16:25 WIB ARTICLE WRITING FAIR - KOSTAF FIA UI

Jangkau Gen Z: Strategi Komunikasi DJP untuk Gapai Kepercayaan Publik

BERITA PILIHAN