Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia meminta pemerintah tidak terburu-buru merealisasikan kebijakan ekstensifikasi barang kena cukai.
Waketum Kadin Bidang Kebijakan Fiskal dan Publik Suryadi Sasmita menilai ekstensifikasi BKC perlu dilakukan hati-hati. Dia memandang Indonesia belum waktunya mengenakan cukai produk plastik dan minuman bergula dalam kemasan (MBDK).
"Belum cocok [dilakukan penambahan objek cukai]. Seharusnya diberi pendidikan dulu supaya orang mengerti. Bukan salah langsung didenda atau dipenalti," katanya, dikutip pada Minggu (28/4/2024).
Suryadi menuturkan ekstensifikasi BKC justru akan berdampak luas pada perekonomian. Ketimbang menambah objek cukai, dia menyarankan pemerintah menggencarkan sosialisasi mengenai bahaya produk plastik dan MBDK.
Terkait dengan MBDK, pemerintah dapat mengatur pencantuman kandungan gula pada kemasan agar masyarakat lebih berhati-hati memilih produk. Selain itu, pada kemasan juga dapat diberi peringatan mengenai risiko penyakit diabetes apabila dikonsumsi berlebih.
Selain itu, pemerintah pusat juga dapat mendorong peran pemerintah daerah dalam mengendalikan konsumsi produk plastik. Pemda juga dapat diberi peran untuk mengatur pengolahan limbah plastik agar tidak mencemari lingkungan.
"Itu kerjaan pemda, dan di seluruh dunia itu yang mereka tingkatkan," ujar Suryadi.
Sebagai informasi, pemerintah mulai mewacanakan pengenaan cukai plastik sejak 2016. Pada APBN-P 2016, pemerintah untuk pertama kali mulai menetapkan target penerimaan cukai plastik senilai Rp1 triliun.
Target penerimaan cukai plastik secara konsisten masuk dalam APBN. Adapun pada tahun 2024, target cukai plastik ditetapkan senilai Rp1,84 triliun.
Mengenai cukai MBDK, pemerintah mulai menyampaikan rencananya kepada DPR pada awal 2020. Untuk pertama kalinya, target setoran dari cukai MBDK ditetapkan pada APBN 2022 senilai Rp1,5 triliun. Pada 2024, target penerimaan cukai MBDK ditetapkan senilai 4,38 triliun.
Rencana ekstensifikasi BKC biasanya akan dituliskan dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) yang diserahkan kepada DPR sebelum memulai pembahasan APBN. Saat ini, pemerintah tengah menyusun KEM-PPKF 2025 tersebut. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.