BERITA PAJAK HARI INI

Jurus Pemerintah Perluas Kelas Menengah untuk Kerek Penerimaan Pajak

Redaksi DDTCNews | Senin, 02 September 2024 | 09:35 WIB
Jurus Pemerintah Perluas Kelas Menengah untuk Kerek Penerimaan Pajak

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Di tengah banyaknya tekanan ekonomi yang ditanggung kelas menengah di Indonesia, pemerintah ingin memperbesar volumenya. Pemerintah ingin memperbanyak jumlah kelas menengah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan penerimaan pajak. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Senin (2/9/2024).

Sesmenko Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan upaya mendorong kelas menengah di antaranya dilakukan melalui pemberian berbagai insentif fiskal. Menurutnya, pertumbuhan kelas menengah akan berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi dan penerimaan pajak.

"Kalau kelas menengah kita diperbesar, selain kontribusi ke ekonominya tinggi dengan berbagai insentif tadi, kelas menengah kan bisa men-generate juga untuk taxbase-nya. Perpajakannya akan lebih bagus," katanya.

Baca Juga:
Pemerintah Pusat Bakal Asistensi Pemda Terbitkan Obligasi Daerah

Susiwijono menuturkan terdapat beberapa skema insentif fiskal yang bertujuan untuk mendorong pertumbuhan kelas menengah. Misal, PPN dan PPnBM ditanggung pemerintah (DTP) untuk sektor perumahan dan otomotif.

Selain itu, lanjutnya, pemerintah juga memberikan subsidi energi yang ternyata banyak dinikmati oleh kelompok masyarakat kelas menengah.

Kemenko Perekonomian mencatat kelas menengah (middle class) yang digabung dengan calon kelas menengah (aspiring middle class) mewakili 64% dari populasi Indonesia. Middle class memiliki proporsi sebesar 17,13%, sedangkan sisanya adalah aspiring middle class.

Baca Juga:
Kejar Pendapatan, DPR Imbau Pemerintah Optimalkan Sektor Perkebunan

Dia menyebut proporsi aspiring middle class mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir. Oleh karena itu, pemerintah memberikan berbagai skema insentif kepada kelompok masyarakat tersebut.

Pada akhirnya, pertumbuhan kelompok masyarakat middle class dan aspiring middle class diharapkan mampu berdampak pada pertumbuhan ekonomi dan penerimaan pajak.

Selain ulasan mengenai kondisi kelas menengah di Indonesia, ada pula bahasan lain mengenai kinerja tax ratio RI, kebijakan PPN ditanggung pemerintah (DTP), hingga update mengenai implementasi coretax administration system.

Baca Juga:
Wajah-Wajah Lama Masih Isi Tim Ekonomi Prabowo-Gibran

Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya.

Konsumsi Kelas Menengah Dibebani Pajak

Pola konsumsi kelas menengah ditengarai mengalami pergeseran. Di tengah penurunan daya beli, kelas menengah masih harus menanggung beban pajak dan berbagai iuran.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat porsi pengeluaran masyarakat untuk membayar pajak dan iuran pada 2019 adalah 3,48% dari total pengeluaran. Pada 2024, porsinya naik menjadi 4,53% dari totan pengeluaran.

Menariknya, jika dibandingkan dengan kelompok lain, beban pajak dan iuran yang ditanggung kelas menengah hanya berbeda tipis dengan beban yang ditanggung kelas atas. Pada 2024, pengeluaran kelas atas untuk membayar pajak adalah 4,83%. (Harian Kompas)

Baca Juga:
Konsumsi Kelas Menengah Stabil, Ekonomi Diprediksi Tumbuh di Atas 5%

Penurunan Jumlah Kelas Menengah Berimbas ke Setoran PPh

Jumlah populasi kelas menengah Indonesia turun dari 57,33 juta pada 2019 menjadi 47,85 juta pada 2024. Mantan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan penurunan jumlah kelas menengah ini akan menggerus daya beli.

Dengan begitu, pada akhirnya penurunan volume kelas menengah akan berefek domino terhadap penerimaan pajak penghasilan (PPh). Hal ini sejalan dengan penurunan kelas menengah yang bekerja di sektor formal.

"Kalau pekerja formal kena PHK dan pindah ke sektor informai, berarti tak lagi menjadi pembayar PPh Pasal 21," kata Bambang. (Kontan)

Baca Juga:
Coretax Punya Fitur Layanan Edukasi, WP Bisa Ajukan Topik Kelas Pajak

Tax Ratio Rendah, Beban Fiskal Naik

Pemerintah menilai rasio perpajakan (tax ratio) yang rendah akan menyebabkan beban fiskal pemerintah terasa lebih berat.

Staf Ahli Menko Perekonomian Raden Pardede mengatakan rasio utang pemerintah sejauh ini masih tergolong rendah dibandingkan dengan negara lain. Namun, posisi utang tersebut terasa lebih berat karena tax ratio Indonesia masih sangat rendah.

"Sebetulnya dibandingkan dengan negara-negara lain dari sisi rasio [utang] per PDB, relatif tidak terlampau besar, tetapi dari sisi beban fiskal, relatif besar. Kenapa? Karena tax ratio kita terlampau rendah," katanya. (DDTCNews)

Baca Juga:
Kejar Kepatuhan Pajak Pelaku UMKM, DJP Perluas ‘Pendampingan’ BDS

Coretax Tawarkan Kemudahan yang Belum Pernah Ada

DJP terus bersiap mengimplementasikan coretax administration system (CTAS). DJP menyatakan CTAS hadir untuk memberikan kemudahan pelayanan perpajakan bagi semua wajib pajak. Menurut DJP, CTAS bakal menghadirkan pengalaman baru dalam mengakses administrasi perpajakan.

"Bersiaplah untuk merasakan kemudahan administrasi perpajakan yang belum pernah ada sebelumnya," bunyi keterangan foto yang diunggah DJP di Instagram.

DJP menjelaskan CTAS akan mengintegrasikan seluruh layanan perpajakan dalam satu sistem yang efisien dan user-friendly. Layanan perpajakan tersebut antara lain registrasi, pelaporan, dan pembayaran. (DDTCNews)

Baca Juga:
Kejar Pendapatan Daerah, Kota Ini Bakal Bentuk Tim Intelijen Pajak

Perpanjangan PPN DTP 100% Atas Rumah Pacu Ekonomi

Pemerintah mengajak masyarakat untuk segera memanfaatkan insentif PPN ditanggung pemerintah (DTP) atas pembelian rumah sebesar 100% karena hanya akan berlaku hingga akhir tahun ini.

Wakil Menteri Keuangan I Suahasil Nazara mengatakan pemberian insentif PPN rumah DTP tersebut bertujuan untuk meningkatkan konsumsi kelas menengah. Untuk itu, dia berharap masyarakat dapat terdorong untuk melakukan pembelian rumah.

"Kami malah menginginkan sebanyak-banyaknya [masyarakat memanfaatkan insentif PPN rumah DTP]. Karena, kalau makin banyak rumah yang ditransaksikan, laku, itu berarti kegiatan ekonomi berputar," katanya. (DDTCNews) (sap)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 09:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pemerintah Pusat Bakal Asistensi Pemda Terbitkan Obligasi Daerah

Senin, 21 Oktober 2024 | 18:33 WIB PENDAPATAN NEGARA

Kejar Pendapatan, DPR Imbau Pemerintah Optimalkan Sektor Perkebunan

Senin, 21 Oktober 2024 | 09:15 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Wajah-Wajah Lama Masih Isi Tim Ekonomi Prabowo-Gibran

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 14:00 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Konsumsi Kelas Menengah Stabil, Ekonomi Diprediksi Tumbuh di Atas 5%

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB LITERATUR PAJAK

Perkaya Pengetahuan Pajak, Baca 11 e-Books Ini di Perpajakan DDTC

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB PERPRES 139/2024

Kemenkeu Era Prabowo Tak Lagi Masuk di Bawah Koordinasi Menko Ekonomi

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:05 WIB KABINET MERAH PUTIH

Prabowo Kembali Lantik Pejabat Negara, Ada Raffi Ahmad dan Gus Miftah