BALIKPAPAN, DDTCNews - Dana repatriasi program pengampunan pajak (tax amnesty) pada periode I hanya mampu terkumpul Rp143 triliun. Dana ini pun masih mengendap di sejumlah bank gateway yang menjadi penampungnya.
Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) mengatakan dana repatriasi tersebut tidak sebanding dengan besarnya uang milik WNI yang disimpan di luar negeri, yang besarnya mencapai Rp11.000 triliun.
“Uangnya menurut saya masih kecil. Yang repatriasi baru Rp 143 triliun. Kecil banget. Sangat kecil,” ucapnya saat sosialisasi tax amnesty di Balikpapan, Senin (5/12) sore.
Menurut Jokowi, untuk menarik uang yang dikisar Rp11.000 triliun tersebut ke dalam negeri, diperlukan hal-hal yang membuat pemilik dana tersebut merasa nyaman membawa uangnya masuk ke Indonesia. Meski demikian, Jokowi mengapresiasi program tax amnesty periode I.
“Ini baru periode pertama saja sudah 30,88% dari PDB, ini adalah angka yang besar. Dan alhamdulillah berdasarkan tebusan, angkanya hampir mendekati Rp 100 triliun, sudah Rp 99,2 triliun. Angka yang juga sangat besar sekali,” ungkapnya.
Jokowi menyatakan besarnya angka tebusan yang dibayar wajib pajak itu menunjukkan masyarakat dunia usaha percaya pada pemerintah. Namun, di satu sisi, ia mengingatkan bahwa masih kurang angka seperti itu.
“Buat saya masih kurang. Masih ada duit, masih ada uang yang gede sekali di luar,” katanya.
Jokowi mengakui pada tahun 2020 akan ada keterbukaan pertukaran informasi antarnegara. Sehingga, pemilik uang yang menyimpan uangnya di Swiss dalam jumlah triliunan, semuanya akan diketahui.
“Ibu punya uang ditaruh di Singapura kita juga ngerti, meskipun sekarang tidak tahu. Nanti akan terbuka, tahun 2018 nanti semua negara sudah tanda tangan untuk blak-blakan semua,” paparnya.
Mengenai hal itu Jokowi menghimbau sekarang ini saatnya untuk untuk terbuka. Jokowi menyebutkan ada program tax amnesty yang bayar tebusannya sangat kurang atau minim sekali.
“Yang periode kedua hanya senilai 3%. Kalau negara lain pengampunan pajak ya 25-30%. Tidak ada yang seperti kita ini,” ujarnya.
Jokowi menjelaskan sekarang pemerintah membutuhkan uang itu karena negara butuh meningkatkan daya saing dan tingkat kemudahan berusaha (EoDB). Meskipun mengalami peningkatan, peringkat Indonesia di EoDB dinilainya masih di posisi yang kurang memuaskan.
Bahkan indeks daya saing Indonesia masih di bawah Singapura, Malaysia, dan Thailand. Menurutnya hal ini adalah kondisi riil yang perlu disampaikannya kepada masyarakat terutama dunia usaha, serta perlu dibenahi dan diperbaiki.
Seperti dilansir dari setkab.go.id, untuk Kalimantan sendiri, dari 1,3 juta wajib pajak, baru 23.000 wajib pajak yang mengikuti program pengampunan pajak. Penghitungan ini lebih rendah dari 2%, atau hanya sekitar 1,8% dari jumlah wajib pajak Kalimantan.
Maka dari itu Jokowi mengajak wajib pajak di Kalimantan, bahwa negara membutuhkan sejumlah dana sekaligus partisipannya diberi kesempatan utk mengikuti program tax amnesty.
“Kalau tidak, nanti pada saat program tax amnesty sudah tidak ada pada akhir Maret 2017, dendanya sangat tinggi sekali. Itulah ketentuan dan aturan pajak yang ada,” tegasnya. (Gfa)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.