MULAI ada uang lebih di samping alokasi biaya operasional harian perusahaan. Tanpa ada keraguan, pendiri perusahaan menggunakan uang lebih itu untuk membeli buku dan memberangkatkan karyawan menimba ilmu ke luar negeri. Tidak langsung menariknya untuk kantong pribadi.
Itulah gambaran singkat kondisi pada 2010. Bersamaan dengan momentum kebangkitan setelah 3 tahun berdiri, DDTC justru makin gencar berinvestasi ke sumber daya manusia (SDM). Variabel yang justru sering dianggap cost dengan hasil yang tidak pasti. Tidak langsung berdampak pada cuan.
Duet pendiri DDTC, Darussalam dan Danny Septriadi, sejak awal melihat tantangan terbesar dalam membangun bisnis jasa konsultan pajak adalah talenta atau SDM terbaik. Mereka sudah menemukan solusi atas tantangan tersebut, yakni keterampilan berpikir kritis para profesional pajak.
Sayangnya, berdasarkan pada pengalaman mereka, pendidikan dan kursus di dalam negeri belum memadai. Mayoritas lebih banyak berkutat pada fungsi administrasi atau hukum positif yang sudah ada. Tidak ada pemahaman tentang prinsip hukum dan berbagai masalah kebijakan di balik pajak.
Tidak mengherankan jika keduanya langsung menggelontorkan uang lebih untuk pendidikan para karyawan di luar negeri. Tanpa perlu menunggu keuangan perusahaan stabil atau harus cuan banyak. Bagi pebisnis pada umumnya, bisa jadi langkah ini cenderung tidak masuk akal.
Apalagi, untuk mengikuti pelatihan di luar negeri tidaklah murah. Bukan hanya bicara mengenai biaya pelatihan yang diikuti, melainkan juga urusan akomodasi. Para pendiri DDTC juga mengalami sendiri. Mereka rela menjual aset untuk dipertukarkan dengan kesempatan belajar di luar negeri.
“Salah satu cara terbaik yang kami temukan untuk memberi keterampilan berpikir kritis kepada konsultan pajak kami adalah dengan memberi mereka kesempatan sama seperti yang kami miliki [belajar ke luar negeri],” ujar Senior Partner Danny dalam rubrik Conversations pada Tax Notes International.
Pada 2010, perusahaan sudah mengirimkan beberapa profesionalnya ke Singapura untuk mengikuti kursus internasional tentang business restructuring yang digelar IBFD. Pada tahun yang sama, profesional DDTC mengikuti kursus tentang transfer pricing intangibles di Amsterdam, Belanda.
Selain memperkaya pengetahuan, terutama terkait dengan perpajakan, keberangkatan para profesional DDTC juga sangat penting untuk membangun relasi dengan komunitas internasional. Dengan demikian, peluang untuk memperkaya pengetahuan global juga makin besar.
Pengetahuan yang didapatkan dari luar negeri juga wajib dibagikan kepada para profesional DDTC lainnya. Diskusi internal selalu digelar, terutama ketika ada profesional DDTC yang baru balik dari luar negeri. Artinya, transfer knowledge sudah menjadi bagian dari perjalanan DDTC sejak awal.
Selain itu, agar pengetahuan tidak menguap begitu saja, profesional DDTC juga didorong untuk menulis. Dahulu, beberapa tulisan juga ditampilkan pada situs web perusahaan. Tulisan yang menjadi oleh-oleh para profesional DDTC itu pada akhirnya juga bisa dibaca oleh masyarakat umum.
Tidak hanya berhenti pada pelatihan, lambat laun DDTC memberi kesempatan kepada para profesionalnya untuk melanjutkan pendidikan formal (S-2), terutama di luar negeri. DDTC juga memfasilitasi keikutsertaan karyawan dalam sertifikasi, baik domestik maupun internasional.
Pada akhirnya, sekitar akhir 2012, DDTC mulai membenahi skema pemberian kesempatan bagi para profesionalnya untuk belajar atau mengikuti sertifikasi profesi. DDTC mulai memiliki Human Resources Development Programme (HRDP).
Pembenahan skema HRDP terus berlangsung, bahkan hingga sekarang, sebagai upaya untuk memastikan ukuran keberhasilan dari program. Terlebih, para pendiri DDTC tidak menerapkan skema ikatan dinas saat menyekolahkan para karyawan.
Pembenahan dilakukan pada berbagai aspek, menyangkut tahap persiapan hingga setelah pelaksanaan. Terkait dengan tahap persiapan, DDTC juga mulai meracik standar kriteria dan persyaratan keikutsertaan profesional DDTC dalam HRDP.
Setiap profesional DDTC juga perlu mengetahui detail pelatihan, perkuliahan, atau sertifikasi yang hendak diikuti melalui HRDP. Aspek ini menjadi krusial untuk menentukan goal yang ingin dicapai. Kemudian, tahap setelah pelaksanaan juga menjadi poin penting, yakni berbagi pengetahuan.
DDTC menginginkan setiap profesional DDTC menganggap HRDP sebagai sebuah kesempatan yang perlu diperjuangkan. Ketika mendapatkan kesempatan tersebut, mereka bisa dengan sungguh-sungguh memanfaatkan dengan komitmen tinggi. Bukan hanya sebuah rutinitas.
SECARA umum, HRDP memberikan kesempatan bagi para profesional DDTC dalam 3 kelompok kegiatan. Pertama, program studi. Kedua, program kursus atau seminar. Ketiga, program sertifikasi. Mayoritas program yang diikuti berhubungan dengan komunitas internasional.
Jumlah keikutsertaan dalam HRDP juga cenderung mengalami kenaikan tiap tahunnya. Pada rentang 2010—2016, jumlahnya hanya belasan tiap tahun dan paling banyak 18 orang. Pada 2017—2021, jumlahnya sudah lebih dari 50 tiap tahunnya. Tahun lalu, ada 119 orang yang mengikuti HRDP.
Untuk program studi, karyawan yang sudah menempuh program pendidikan sarjana hanya dapat mengikuti program pendidikan magister. Sementara itu, karyawan yang telah menempuh program diploma dapat mengikuti program pendidikan sarjana.
Khusus untuk program studi ke luar negeri, DDTC berkomitmen setidaknya ada profesional yang diberangkatkan tiap tahunnya. Beberapa kampus yang sering dipilih DDTC adalah Tilburg University di Belanda dan Vienna University of Economics and Business (WU Vienna) di Austria.
Tidak sekadar belajar, beberapa profesional DDTC mendapat penghargaan saat kuliah di luar negeri. Misalnya, pada 2014, salah satu profesional DDTC terpilih menjadi pemenang pertama WTS Tax Award 2014. Dia memenangkan penghargaan tersebut atas tesisnya yang berjudul Tax Treaties and Developing Countries di WU Vienna, Austria.
Pada 2016, salah satu profesional DDTC juga menyabet CFE Award Albert J. Rädler Medal atas tesisnya berjudul Incentives and Disincentives of Profit Shifting in Developing Countries saat menyelesaikan studi di School of Economics and Management, Tilburg University, Belanda.
Dengan demikian, melalui HRDP, para profesional DDTC tidak hanya memperkaya pengetahuan. Mereka juga membawa nama DDTC dan Indonesia dalam komunitas internasional. Ada pengakuan atas kompetensi para profesional DDTC dari komunitas internasional lewat karya.
Kompetensi para profesional juga terus diperkuat melalui berbagai program kursus atau seminar. Melalui HRDP, DDTC rutin mengirimkan delegasi untuk mengikuti konferensi internasional di India. Agenda tahunan ini diselenggarakan Foundation for International Taxation (FIT) India dan International Bureau Fiscal Documentation (IBFD).
DDTC juga beberapa kali memberangkatkan jurnalis, mahasiswa, akademisi, dan praktisi untuk menjadi bagian delegasi dalam acara tersebut. DDTC ingin sharing knowledge juga dapat dilakukan stakeholders lain untuk memperkuat edukasi perpajakan di Indonesia.
Tidak hanya lingkup Asia, DDTC juga pernah mengirim profesionalnya untuk mengikuti program rutin bertajuk Comparative Tax Policy and Administration (Comtax) yang diadakan di Harvard Kennedy School of Government (HKS), Cambridge, Massachusetts, AS pada 2018.
Konferensi pajak di Dublin Castle, Irlandia pada 2019 juga turut diikuti oleh profesional DDTC. Kala itu, perusahaan mengirim dua profesionalnya mengikuti diskusi dan perdebatan mengenai fondasi dan masa depan sistem pajak global pada abad ke-21.
Berbagai program yang diikuti lebih banyak bersifat pengetahuan baru untuk memperkuat daya analisis terhadap suatu isu. Dengan slogan Sets the Standards and Beyond, DDTC juga mendorong para profesionalnya mempelajari isu masa depan yang diproyeksi berdampak pada sistem perpajakan.
Misalnya, pada 2019, profesional DDTC mengikuti kursus bertajuk Tax and Technology Masterclass yang diadakan IBFD di Belanda. Perkembangan penggunaan teknologi di bidang perpajakan makin relevan saat ini. Perkembangan ini bahkan telah memunculkan suatu profesi baru, yaitu taxologist.
Kursus atau seminar yang bisa diikuti karyawan juga tidak harus tentang perpajakan. Pelatihan yang bersifat umum, seperti kursus berbahasa Inggris, kursus presentasi, kursus berbicara di depan publik dan lain sebagainya juga terbuka lebar untuk diikuti karyawan.
Untuk menguji kompetensi dan memperkuat kredibilitas, DDTC juga mendorong para profesionalnya mengikuti berbagai sertifikasi melalui HRDP. Tujuan dari program ini ialah untuk mendapatkan pengakuan kompetensi dari setiap karyawan DDTC.
Sertifikasi yang rutin diikuti oleh karyawan DDTC adalah Ujian Sertifikasi Konsultan Pajak (USKP). Selain itu, ada juga sertifikasi Advanced Diploma in International Taxation (ADIT) yang diadakan Chartered Institute of Taxation (CIOT) Inggris.
Hingga saat ini, DDTC memiliki 27 profesional bersertifikasi Principles of International Taxation dan 27 profesional bersertifikasi Transfer Pricing dari CIOT Inggris. Selain itu, ada 14 profesional DDTC yang sudah meraih gelar ADIT.
Dalam program sertifikasi, DDTC tidak melepas begitu saja para profesionalnya. Melalui HRDP, mereka juga memperoleh kelas persiapan sebelum menjalani ujian. Dalam kelas persiapan tersebut, pengajar biasanya berasal dari para profesional DDTC yang telah lulus sebelumnya.
Proses persiapan itu dikelola DDTC Academy yang sudah rutin mengadakan program pelatihan pajak domestik dan internasional, termasuk transfer pricing. DDTC Academy juga menjadi satu-satunya penyedia pelatihan persiapan sertifikasi ADIT di Indonesia yang direkomendasikan CIOT.
Mengingat unit-unit di DDTC mengakomodasi roh dari pajak yang merupakan multidisplin ilmu, ada pula sertifikasi selain perpajakan. DDTC juga pernah memfasilitasi sertifikasi wartawan pada 2021. Sebanyak 7 karyawan, yang merupakan awak redaksi DDTCNews, mengikuti uji kompetensi wartawan.
Seluruh pengetahuan yang didapat melalui HRDP harus dibagikan. Salah satu wadah yang sering dipakai adalah DDTCNews. Oleh-oleh dari para profesional DDTC biasanya dalam bentuk tulisan yang dipublikasikan di DDTCNews. Bentuknya beragam, tetapi mayoritas berada pada rubrik Reportase.
Beberapa profesional DDTC juga diminta untuk berkolaborasi menyusun buku. Seperti diketahui, hingga saat ini, DDTC sudah menerbitkan 16 buku. Penerbitan buku-buku tersebut menjadi salah satu upaya DDTC konsisten dengan dasar pemikiran awal pendirian DDTC.
Sebuah pemikiran mengenai idealisme tentang sistem pajak yang transparan dan adil, biaya kepatuhan dan biaya administrasi pajak yang rendah, serta peningkatan kualitas pendidikan pajak. Bukan pencarian untung semata.
Dengan dasar pemikiran itulah, investasi pada SDM melalui skema HRDP juga diduplikasi untuk pihak di luar DDTC. Contoh yang paling dekat adalah mahasiswa yang tengah magang di DDTC. Beberapa kali, mahasiswa dibiayai dalam kursus atau konferensi perpajakan secara gratis.
Kemudian, DDTC juga rutin memberikan beasiswa operasional kepada para mahasiswa, bahkan pada masa pandemi Covid-19. Pada 2020, perusahaan memberikan beasiswa untuk 14 mahasiswa dan sebanyak 8 mahasiswa pada 2021. Jika di total sejak 2016 hingga 2021, DDTC sudah memberikan beasiswa kepada 57 mahasiswa.
Tidak hanya beasiswa, dalam berbagai kesempatan, Managing Partner DDTC Darussalam juga merekomendasikan penerapan paradigma pembelajaran pajak dengan studi komparatif dan studi kasus dengan negara-negara lain.
Hal inilah yang sudah dilakukan DDTC dengan mendorong para profesional memperkaya pengetahuan global, termasuk lewat HRDP. Hal inilah yang ingin ditularkan ke institusi pendidikan formal. Penerapan paradigma itu bisa diawali dengan revitalisasi kurikulum pendidikan pajak.
“Pendidikan pajak kita harus maju. Kita tidak boleh kalah dengan asing. DDTC sudah menjadi bukti, bahwa kalau kita mau berusaha keras, ahli-ahli pajak kita juga bisa bersaing dengan ahli-ahli pajak asing,” sebut Darussalam.
Memasuki umur ke-15, DDTC akan tetap konsisten berinvestasi untuk kualitas SDM. Selain menjaga keberlanjutan perusahaan, SDM yang berkualitas juga untuk memastikan DDTC tetap mewarnai perpajakan Indonesia. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.