JAKARTA, DDTCNews – Dirjen Pajak Ken Dwijugiastedi telah merilis aturan baru berupa Peraturan Dirjen Pajak No. PER-11/PJ/2016 tentang Pengaturan Lebih Lanjut Mengenai Pelaksanaan Undang-Undang (UU) No. 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak (tax amnesty/TA). Aturan ini diterbitkan guna menyikapi keresahan warga terkait pelaksanaan UU TA.
Melalui aturan tersebut, Dirjen Pajak pada intinya menegaskan pengampunan pajak adalah hak yang bisa dipilih untuk diambil atau tidak oleh setiap wajib pajak.
“Wajib pajak yang mempunyai kewajiban menyampaikan surat pemberitahuan (SPT) tahunan pajak penghasilan (PPh) berhak mendapatkan pengampunan pajak,” ujar Dirjen Pajak dalam Pasal 1 ayat (1) PER 11/2016.
Secara keseluruhan PER 11/2016 mengatur empat pokok penting pelaksanaan tax amnesty. Berikut isi pokok-pokoknya:
1. Wajib Pajak yang Boleh Tidak Memanfaatkan TA
Pertama, orang pribadi seperti petani, nelayan, pensiunan, tenaga kerja Indonesia (TKI), atau subjek pajak warisan yang belum terbagi, yang jumlah penghasilannya pada tahun 2015 di bawah penghasilan tidak kena pajak (PTKP) diperbolehkan tidak ikut TA.
Kedua, Warga Negara Indonesia (WNI) yang berada di luar negeri lebih dari 183 hari dalam setahun dan tidak memperoleh penghasilan dari Indonesia merupakan subjek pajak luar negeri dan diperbolehkan tidak ikut TA.
Terhadap wajib pajak pada dua kategori di atas yang tidak mengikuti TA, maka tidak dikenakan sanksi yang diatur dalam Pasal 18 ayat (2) UU TA.
Pasal 18 ayat (2) UU TA mengatur apabila di kemudian hari ditemukan harta yang diperoleh dari 1985–2015 yang belum dilaporkan di SPT tahunan PPh, maka harta tersebut dihitung sebagai penghasilan dan dikenakan pajak plus sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan perpajakan.
2. Warisan dan Hibah yang Bukan Objek TA
Pertama, harta warisan bukan merupakan objek TA, jika diterima oleh ahli waris yang tidak mempunyai penghasilan atau penghasilannya di bawah PTKP atau sudah dilaporkan dalam SPT tahunan PPh pewaris.
Kedua, harta hibahan dari orang tua ke anak atau dari anak ke orang tua bukan merupakan objek TA, jika pihak penerima tidak mempunyai penghasilan atau penghasilannya di bawah PTKP atau sudah dilaporkan dalam SPT tahunan PPh pemberi hibah.
Untuk ahli waris dan penerima hibah yang termasuk dua kategori di atas, apabila tidak menyampaikan harta warisan dan/atau hibahan dalam surat pernyataan TA, maka tidak dikenakan sanksi Pasal 18 UU TA.
Pasal 18 UU TA mengatur dua jenis sanksi, salah satunya sebagaimana telah disebutkan di atas yang diatur dalam Pasal 18 ayat (2). Sanksi lainnya yaitu Pasal 18 ayat (3) berupa pengenaan pajak sesuai dengan ketentuan UU PPh plus sanksi 200% dari pajak yang kurang dibayar.
3. Opsi Penyampaian/Pembetulan SPT Tahunan
Terhadap harta yang diperoleh dari penghasilan yang telah dikenakan PPh atau diperoleh dari penghasilan yang bukan objek PPh dan belum dilaporkan dalam SPT tahunan, wajib pajak boleh tidak ikut TA dengan ketentuan:
Pertama, jika SPT sudah disampaikan, wajib pajak dapat melakukan pembetulan SPT tahunan PPh;
Kedua, jika SPT belum disampaikan, wajib pajak dapat menyampaikan SPT tahunan PPh dengan melaporkan seluruh harta.
Konsekuensinya, apabila di kemudian hari ditemukan harta yang diperoleh dari 1985–2015 yang belum dilaporkan di SPT tahunan PPh yang disampaikan/dibetulkan, maka harta tersebut dihitung sebagai penghasilan dan dikenakan pajak plus sanksi sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan di bidang perpajakan (berlaku sanksi Pasal 18 ayat (2) UU TA).
4. Nilai Wajar Harta
Pelaporan harta selain kas atau setara kas adalah sebesar nilai wajar menurut wajib pajak dan tidak akan ada pengujian atau koreksi oleh Dirjen Pajak. (Amu)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.