PERTEMUAN NEGARA ANGGOTA G-20

Ini Empat Isu Utama di Pajak Ekonomi Digital yang Menjadi Fokus G20

Redaksi DDTCNews | Senin, 24 Februari 2020 | 16:38 WIB
Ini Empat Isu Utama di Pajak Ekonomi Digital yang Menjadi Fokus G20

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat menghadiri pertemuan negara anggota G20 di Riyadh 22-23 Februari 2020. (foto: Kemenkeu)

RIYADH, DDTCNews—Menteri Keuangan Sri Mulyani menghadiri pertemuan para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 di Riyadh, Arab Saudi. Dalam pertemuan itu, salah satu tema utama yang dibahas adalah pajak digital.

“Pembahasan perpajakan internasional menuju solusi global untuk pajak ekonomi digital difokuskan pada empat isu utama,” kata Sri Mulyani dalam keterangan resminya, Senin (24/02/2020).

Empat isu utama itu di antaranya pajak ekonomi digital. Pada isu pajak ekonomi digital, para panelis menyepakati bahwa diperlukan ketentuan perpajakan internasional yang baru guna mengatasi masalah pajak internasional.

Baca Juga:
Negara Tetangga Ini Bakal Bebaskan Hutan Mangrove dari Pajak

Ada beberapa proposal terkait ketentuan tersebut. Pertama, user participation proposal, di mana pajak digital dipungut berdasarkan kontribusi pengguna dan hak pengenaan pajak dialokasikan berdasarkan tempat di mana pengguna berada.

Kedua, marketing intangibles proposal, di mana pengenaan pajak didasarkan pada tempat aset tersebut digunakan.

Ketiga, significant economic presence proposal, di mana subjek pajak dianggap memiliki kehadiran ekonomi apabila terdapat interaksi dengan pengguna melalui teknologi digital, misalnya platform online.

Baca Juga:
Otoritas Ini Usulkan Perubahan Aturan Pencegahan WP ke Luar Negeri

Isu lainnya yang dibahas adalah mengenai besaran pajak minimum. Para panelis menilai besaran pajak minimum perlu memperhatikan aspek keadilan, efisiensi, transparan, sederhana dan mendukung konsensus global. “Ini merupakan isu kunci untuk mencapai kesepakatan bersama dan menghindari race to the bottoms,” kata Sri Mulyani.

Selain itu, penentuan minimum pajak juga perlu memperhatikan kepentingan negara dalam menyediakan pembiayaan infrastruktur dan tidak menghambat pertumbuhan ekonomi, khusus nya di negara-negara berkembang.

Isu lainnya adalah terkait kepastian pajak. Para panelis menilai standarisasi sistem pajak internasional (single Internasional tax system) perlu disepakati agar perusahaan global yang beroperasi internasional mendapat kepastian penghitungan pajaknya.

Baca Juga:
Diperpanjang hingga 2030, Lahan Pertanian di Negara Ini Bebas Pajak

Isu terakhir adalah soal penyelesaian sengketa (dispute). Para panelis menilai perlu adanya mekanisme yang disepakati bersama untuk menyelesaikan masalah antar perusahaan dan negara bahkan antara perusahaan terhadap perusahaan.

Para panelis yang mewakili beberapa negara menyampaikan optimisme konsensus global dapat dicapai pada 2020. Jika tidak, masing-masing negara berpotensi mengambil pendekatan unilateral yang membahayakan bagi sistem perpajakan internasional. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra