KEBIJAKAN PAJAK

Ini Alasan Kemenkeu Soal Rencana Penghapusan Pajak Properti Mewah

Redaksi DDTCNews | Jumat, 19 Oktober 2018 | 09:25 WIB
Ini Alasan Kemenkeu Soal Rencana Penghapusan Pajak Properti Mewah

Kepala BKF Kemenkeu Suahasil Nazara.

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah tengah mematangkan rencana penghapusan beberapa jenis pajak yang melekat pada properti mewah. Ada berbagai alasan yang dilontarkan oleh pemerintah terkait rencana ini, salah satunya pembukaan lapangan kerja.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara mengungkapkan Kemenkeu tengah menimbang penghapusan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) dan pajak penghasilan (PPh) pasal 22 atas properti.

“Jadi, ada pertimbangan untuk dihilangkan. Ada PPh 22 dan PPnBM, mana yang bisa memberikan dampak paling signifikan. Yang bisa dihilangkan lebih dulu, ya itu yang kami hilangkan lebih dulu,” katanya di Kantor Kemenkeu, Kamis (18/10/2018).

Baca Juga:
Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

Suahasil mengatakan setidaknya terdapat 3 alasan otoritas fiskal membuka opsi penghilangan beban pajak untuk segmen properti kelas atas ini. Pertama, sektor properti dianggap memberikan kesempatan kerja yang luas sehingga penghapusan atau penurunan pajak bisa memberikan efek ganda (multiplier effect) yang besar.

Kedua, perbaikan struktur pasar properti, terutama untuk segmen premium. Suahasil mencontohkan praktik yang ada saat ini, penjualan rumah dari pengembang ke pembeli untuk rumah yang sangat mewah dikenakan PPnBM.

Namun, rumah bekas yang dijual antarindividu tidak menjadi objek PPnBM. Dengan demikian, perputaran transaksi rumah mewah lebih banyak terjadi pada rumah bekas.

Baca Juga:
Jasa Layanan QRIS Kena PPN 12%, Pembeli Tak Kena Beban Pajak Tambahan

“Ketiga, perluasan pasar karena munculnya PPnBM di rumah mewah membuat permintaan menjadi lebih sedikit. Apalagi, tingkat pajak rumah mewah boleh dibilang cukup tinggi,” jelasnya.

Seberapa besar tarif akan diturunkan atau dihapus total, Suahasil belum bisa memastikan hal tersebut. Pasalnya, formulasi terus dilakukan agar kebijakan yang dihasilkan tidak bertentangan dengan aturan yang berlaku saat ini.

Seperti diketahui, beban pajak atas penjualan barang mewah dalam bentuk properti diatur dalam PMK Nomor 35/PMK.010/2017 terkait beban PPnBM. Sementara untuk PPh 22 diatur dalam PMK Nomor 90/PMK.03/2015.

Baca Juga:
Dorong Pertumbuhan Ekonomi, DJBC Tawarkan Fasilitas Kepabeanan

PMK 35/2017 misalnya, terdapat pengenaan PPnBM sebesar 20% untuk rumah dan town house dari jenis non strata title dengan harga jual sebesar Rp20 miliar atau lebih dan apartemen, kondominium, town house dari jenisstrata title dengan harga jual minimal Rp10 miliar.

Kemudian, untuk PPh 22, rumah yang menjadi objek pajak atas penjualan dengan harga jual atau lebih dari Rp5 miliar atau luas bangunan lebih dari 400 meter2. Adapun untuk apartemen, ambang batasnya adalah harga jual lebih senilai Rp5 miliar atau luas bangunan di atas 150 meter2. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

Senin, 23 Desember 2024 | 09:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Jasa Layanan QRIS Kena PPN 12%, Pembeli Tak Kena Beban Pajak Tambahan

Jumat, 20 Desember 2024 | 16:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Dorong Pertumbuhan Ekonomi, DJBC Tawarkan Fasilitas Kepabeanan

Jumat, 20 Desember 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Insentif Cuma untuk Mobil Listrik dan Hybrid, Ternyata Ini Alasannya

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?