KEBIJAKAN PEMERINTAH

Indonesia Sudah Ajak Kanada dan Australia untuk Bentuk Kartel Nikel

Muhamad Wildan | Sabtu, 19 November 2022 | 15:07 WIB
Indonesia Sudah Ajak Kanada dan Australia untuk Bentuk Kartel Nikel

Aktivitas tungku smelter nikel di PT VDNI di kawasan industri di Kecamatan Morosi, Konawe, Sulawesi Tenggara, Jumat (9/9/2022). ANTARA FOTO/Jojon/aww.

NUSA DUA, DDTCNews - Pemerintah mengaku telah mengajak Kanada dan Australia untuk membentuk organisasi kartel negara-negara produsen nikel sejenis Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC).

Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan pemerintah sudah memiliki konsep dari organisasi kartel negara-negara produsen nikel.

"Kita sendiri formulasinya sudah ada, tetapi kan harus kita tawarkan untuk kemudian mereka ada koreksi tidak. Sekarang tawaran konsep itu sudah kita kasih ke mereka, kita menunggu mendapat feedback," ujar Bahlil, Rabu (16/11/2022).

Baca Juga:
Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Bahlil mengatakan selama ini negara-negara produsen mobil listrik berupaya untuk menempatkan produksi baterai di negaranya. Akibatnya, negara penghasil nikel tidak mendapatkan nilai tambah dari pengolahan nikel menjadi baterai mobil listrik.

Kartel negara-negara penghasil nikel sejenis OPEC nantinya akan mengambil peran dalam mengoordinasikan kebijakan terkait sumber daya alam tersebut. "Saya pikir inilah instrumen untuk kita berkolaborasi yang baik untuk membangun komitmen bersama," ujar Bahlil.

Untuk diketahui, ide pembentukan kartel sejenis OPEC untuk negara penghasil nikel pertama kali diungkapkan oleh Bahlil pada bulan lalu.

Baca Juga:
Diperpanjang hingga 2030, Lahan Pertanian di Negara Ini Bebas Pajak

Menurut Bahlil, OPEC memiliki manfaat dalam mengelola perdagangan minyak serta memberikan kepastian bagi para calon investor dan konsumen.

"Indonesia sedang mempelajari kemungkinan untuk membentuk organisasi serupa terkait dengan sumber daya mineral yang kami miliki, termasuk nikel, kobalt, dan mangan," ujar Bahlil ketika diwawancarai oleh Financial Times.

Perlu diketahui pula, Indonesia adalah negara produsen nikel terbesar di dunia. Produksi nikel oleh Indonesia tercatat mencapai 1 juta metrik ton per tahun pada 2021. (sap)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Minggu, 22 Desember 2024 | 08:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Soal Daya Saing RI saat Tarif PPN Jadi 12 Persen, Ini Kata Kepala BKF

Sabtu, 21 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN INVESTASI

Tumbuhkan Ekonomi 8 Persen, RI Butuh Investasi Rp13.000 Triliun

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:30 WIB KOTA BATAM

Ada Pemutihan, Pemkot Berhasil Cairkan Piutang Pajak Rp30 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Bagaimana Cara Peroleh Diskon 50 Persen Listrik Januari-Februari 2025?