JAKARTA, DDTCNews – Pagi ini, Rabu (6/12) kabar datang dari reformasi perpajakan yang sedang digagas Amerika Serikat (AS) yang bakal berdampak ke negara-negara lain, termasuk Indonesia. Apalagi AS berencana memangkas tarif pajak penghasilan (PPh) korporasi dari 35% menjadi 15%. Tanpa reformasi secara total, termasuk pemangkasan tarif pajak, daya saing ekonomi Indonesia akan semakin lemah jika langkah AS diikuti negara lain.
Partner Tax Research & Training DDTC Bawono Kristiaji menilai reformasi pajak yang dihelat Trump perlu jadi perhatian serius. Sebab, reformasi pajak AS bisa mengubah total lanskap pajak global. Selain penurunan tarif, perubahan sistem pemajakan AS dari worldwide tax system menjadi territorial tax system juga harus diperhatikan. Dengan sistem baru itu, negara tidak memungut pajak penghasilan yang diterima residen yang bersumber dari luar AS, melainkan hanya yang diperoleh di negara tersebut, siapa pun orangnya.
Sementara itu, Chief Economist SKHA Institute of Global Competitiveness Eric Sugandi menilai, Indonesia justru beresiko jika memangkas tarif pajak seperti AS. Langkah itu belum tentu menarik minat inventasi. Sebab, faktor pajak hanya salah satu faktor di antara faktor lainnya. Menko Perekonomian Darmin Nasution juga menegaskan, Indonesia belum perlu memangkas tarif pajak korporasi. Menurutnya, semua negara memiliki cara masing-masing untuk mendorong perekonomian.
Berita lainnya adalah mengenai amnesti pajak jilid II dan mengenai Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Berikut ulasan ringkas beritanya:
- Amnesti Pajak Jilid II Hoax
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Pangkalan Bun menyatakan, soal kabar adanya amnesti pajak jilid II, adalah berita bohong alias hoax. Kepala KPP Artiek Purnawestri mengatakan, Berita tersebut hoax atau ada kesalahan penyebutan di masyarakat. Dijelaskannya, amnesti pajak telah berakhir pada 31 Maret 2017 lalu, di mana hal tersebut telah diatur dalam UU amnesti pajak sehingga tidak benar jika ada amnesti jilid II. Dikatakannya, dalam hal wajib pajak mengungkapkan secara sukarela maka tidak ada pengenaan sanksi sesuai pasal 18 UU Pengampunan Pajak.
- OJK Tunggu Besaran Pajak Sebelum Beli Gedung Baru
Otoritas Jasa Keuangan mengungkapkan akan membeli gedung baru sebagai penunjang operasional dan kinerja lembaga tersebut dalam waktu dekat. Namun, sebelum merealisasikan hal itu, OJK rupanya masih menunggu keputusan terkait kewajiban pembayaran pajak lembaga dari Direktorat Jenderal Pajak. Deputi Komisioner Manajemen Strategis dan Logistik OJK Anto Prabowo menjelaskan, Dewan Komisioner OJK Periode 2017-2022 sebenarnya telah melakukan efisiensi penggunaan anggaran dengan estimasi mencapai Rp400 miliar pada tahun ini, agar bisa membeli gedung baru. Kendati sudah melakukan efisiensi dan menyiapkan alokasi dana untuk membeli gedung, namun rupanya hal ini masih perlu menunggu kepastian dari Ditjen Pajak terkait pembayaran pajak OJK.
- Dana Sertifikasi Guru SD di Muna Dipotong Pajak
Tunjangan sertifikasi pada 1.109 guru di Muna telah disalurkan. Hanya saja, dana yang diberikan pada para pendidik itu, berkurang. Alasannya, ada pemotongan pajak penghasilan (PPh) sesuai golongan masing-masing. Untuk golongan III, terpotong 5 persen. Sementara, golongan IV, berkurang 15 persen. Pemotongan anggaran pusat itu, hanya diberlakukan pada guru Sekolah Dasar (SD). Sementara, guru tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) menerima secara penuh. Kabid Pembinaan Ketenagaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (PK), La Ode Sarmin membantah jika telah ada pungutan di luar prosedural. Ia berdalih, pemotongan itu akibat dari kesalahan penginputan. Ia juga menegaskan, sejak tahun 2017 telah ada zona integritas. Sementara itu, Murnianti, guru agama pada salah satu SD di Muna mengaku, telah menerima tunjangan sertifikasi selama dua bulan penuh, berdasarkan gaji pokok.