JAKARTA, DDTCNews – Lembaga think tank independen Institute For Development of Economics and Finance (Indef) menilai kebijakan RAPBN 2019 masih bermasalah. Pada sisi pendapatan ada kendala penerimaan pajak yang tersendat, pada belanja ada pemborosan yang besar.
Ekonom senior Indef Didik J. Rachbini mengatakan dengan dua permasalahan tersebut, meski pertumbuhan terutama belanja baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah cukup besar, dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi minimal.
“Sebanyak 80%-90% belanja daerah habis untuk membiayai belanja rutin pegawai. Jadi yang rutin-rutin saja. Itu sebabnya dampak pertumbuhannya juga minimal,” katanya dalam Diskusi Publik RAPBN 2019 Realistis vs Populis di Kalibata, Jakarta, Rabu (29/8/2018)
Didik mengingatkan di dalam pembahasan anggaran selalu ada yang namanya 'penyakit' budget maximizer. Ini adalah perilaku politik kekuasaan pemerintah dan birokrasinya untuk memaksimalkan bujet atau belanja.
'Penyakit' ini sama persis dengan perilaku pengusaha untuk memaksimalkan keuntungan dalam dimensi yang berbeda. Masalahnya, dalam periode sekarang tidak ada kontrol efektif sehingga utang semakin besar lari ke pengeluaran birokrasi dan pemerintah sendiri.
“Contoh, tambahan utang versus anggaran infrastruktur. Tambahan utang pemerintah selalu lebih tinggi dari belanja infrastruktur. Itu berarti, utang yang meroket selama beberapa tahun terakhir ini tidak seluruhnya digunakan untuk membiayai pembangunan infrastruktur,” jelasnya.
Di sisi lain, partai politik yang terdapat di parlemen juga memiliki penyakit empire builder, yaitu perilaku politik dan partai politik untuk membangun kerajaan kekuasaan di dalam pemerintah, birokrasi dan sistem politik dengan konsekuensi anggaran yang besar.
“Bentuknya, pengeluaran yang populis semakin besar tetapi jauh dari produktivitas sektoral dan nasional. Akibat dari oligarki ekonomi inilah yang semakin memperkuat penyakit empire builder seperti ini,” katanya.
Pemerintah telah mengeluarkan RAPBN 2019 dengan belanja Rp2.439,7 triliun, naik 9,8% dari nilai tahun laluRp2.220,7 triliun. Presiden Joko Widodo mengatakan anggaran tersebut ditujukan untuk memacu perekonomian agar tercipta kesejahteraan untuk masyarakat.
Belanja tersebut meliputi belanja pemerintah pusat Rp1.603,7 triliun dan transfer ke daerah dan dana desa sebesar Rp832 triliun. Sementara itu, pendapatan negara ditargetkan Rp2.142,5 triliun, atau naik 13% dibandingkan tahun 2018 sebesar Rp1.893,7 triliun. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.