BALIKPAPAN, DDTCNews – Para pelaku bisnis restoran di Kota Minyak bakal mendapat pengawasan lebih ketat. Pasalnya, setelah sebelumnya penerimaan dari pajak restoran dianggap belum optimal, kini Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Balikpapan mulai mengintensifkan pemasukan dari sektor ini menjadi sasaran utama dalam peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Hal tersebut diungkapkan Sekretaris Dispenda Balikpapan Ahdiansyah. Dia mengatakan hingga awal triwulan III tahun ini realisasi dari sektor restoran baru mencapai 64% atau Rp38 miliar dari target Rp 60 miliar.
“Yang tidak membandel, biasanya restoran makanan siap saji. Meskipun ada dugaan praktik pelaporan yang tidak sesuai, namun kami belum dapat membuktikannya,” ucapnya, Jumat (2/9).
Menurut Ahdiansyah, baik target maupun realisasi tersebut harusnya bisa lebih besar. Mengingat dari sekitar 500 unit usaha restoran yang bisa ditarik pajaknya, hanya sebagian kecil yang membayar sesuai kapasitas usaha.
Dia menilai nominal pajak yang diperoleh dari restoran-restoran di Balikpapan, secara umum belum sesuai dengan tingkat keramaiannya. Sebagai informasi, besaran pajak dari bisnis restoran ini adalah 10% dari pendapatan. “Itu dibebankan kepada konsumen,” imbuhnya.
Saat diperiksa petugas, kebanyakan para pemilik maupun pengelola restoran beralasan tidak ada bukti transaksi yang tersimpan. “Alasannya tercecer atau hilang. Padahal, bukti transaksi itu semua jumlahnya tiga rangkap. Satu untuk konsumen, satu untuk restoran, dan lainnya untuk kami sebagai bukti,” ujarnya.
Di Balikpapan, tidak sedikit restoran yang hanya menggunakan satu lembar kuitansi. “Apalagi di restoran kecil,” tambahnya.
Padahal, Dispenda telah memfasilitasi pembuatan tiga rangkap kuitansi yang diberlakukan itu. Bahkan, pengusaha bisa mendapatkannya secara cuma-cuma. “Kalau imbauan tentang menjaga kelengkapan pelaporan transaksi itu sudah sering, tapi diabaikan,” katanya.
Ahdiansyah menegaskan jika pelaku usaha terbukti memanipulasi laporan transaksi tersebut, sesuai regulasi yang berlaku pelaku usaha bisa terkena denda hingga 300% dari nilai transaksi, bahkan hingga pencabutan izin operasi dan penutupan restoran.
“Upaya yang kami lakukan saat ini, ya memang harus mengecek langsung di lapangan. Tim bekerja bergantian mendatangi setiap restoran, dari awal buka hingga tutup pada hari itu,” jelasnya.
Sebagai langkah awal, seperti dilansir dalam kaltim.prokal.co, Ahdiansyah menyebut restoran di dalam mall juga menjadi sasaran pengetatan laporan transaksi.
Sebagai informasi, target pajak Rp60 miliar dari usaha restoran tahun ini lebih besar dari target dan realisasi pada tahun 2015. Tahun lalu, sektor ini menyumbang Rp57 miliar dari target Rp50 miliar. (Amu)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.