Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Melalui UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang diperinci melalui Peraturan Pemerintah (PP) 49/2022, pemerintah telah mengatur perluasan basis PPN. Perluasan basis PPN tersebut dilakukan melalui pengurangan pengecualian agar lebih mencerminkan keadilan serta ketepatan sasaran.
Berdasarkan beleid tersebut, sejumlah barang dan jasa yang semula bukan merupakan barang kena pajak (non-BKP) dan bukan jasa kena pajak (non-JKP) sebagaimana diatur dalam Pasal 4A UU PPN, kini diubah menjadi BKP tertentu dan JKP tertentu yang diberikan kemudahan PPN dibebaskan atau tidak dipungut.
Sebagai konsekuensi dari berlakunya PP 49/2022, terdapat beberapa perubahan serta dampak terhadap proses bisnis perpajakan wajib pajak. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut.
Kewajiban Pengusaha untuk Menjadi PKP
Pelaku usaha yang dahulu melakukan penyerahan yang dikecualikan dari PPN, kini perlu dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP) apabila omzetnya telah melampaui Rp4,8 miliar dalam satu tahun.
Merujuk pada Pasal 1 angka 10 PER-03/PJ/2022, PKP adalah pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP yang dikenai pajak berdasarkan UU PPN.
Kewajiban Menerbitkan Faktur Pajak atas Penyerahan BKP/JKP
Sebagai konsekuensi dari dikukuhkannya seorang wajib pajak sebagai PKP, atas setiap penyerahan BKP/JKP, PKP perlu membuat faktur pajak. Adapun kode faktur pajak yang digunakan untuk BKP/JKP yang memperoleh fasilitas tidak dipungut PPN adalah kode 07. Kemudian, untuk penyerahan BKP/JKP yang memperoleh fasilitas dibebaskan, PKP menerbitkan faktur dengan kode faktur 08.
Faktur juga perlu diberi keterangan atau cap PPN dibebaskan atau tidak dipungut dan mencantumkan peraturan perundang-undangan yang mendasari pemberian fasilitas pembebasan tersebut.
Sebagai catatan, pajak masukan atas jasa yang mendapatkan fasilitas pembebasan PPN tetap tidak dapat dikreditkan. Dan juga fasilitas ini tidak perlu menggunakan SKB PPN.
Kewajiban Melaporkan dalam SPT Masa PPN
Selanjutnya, PKP harus melaporkan penyerahan BKP/JKP dalam SPT Masa PPN. Meski demikian, apabila volume penyerahan BKP/JKP yang dilakukan oleh PKP relatif tinggi, terdapat kemudahan administrasi PPN yang dapat dimanfaatkan.
Apabila penyerahan BKP/JKP dilakukan kepada pihak yang memenuhi kriteria konsumen akhir, PKP dapat menerbitkan faktur pajak dengan skema digunggung. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 28 ayat (2) PER-03/2022 s.t.d.d. PER-11/2022.
Adapun PP 49/2022 ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan, yakni 12 Desember 2022. Namun, ketentuan pemberian kemudahan perpajakan sejak 1 April sampai dengan sebelum berlakunya PP 49/2022 ini mengikuti ketentuan sebagaimana diatur dalam PP ini.
Ingin memahami lebih dalam terkait dengan perubahan aturan dalam PP 49/2022 dan implikasinya terhadap proses bisnis perpajakan perusahaan Anda?
Ikuti, Tax Update Webinar: Fasilitas PPN Dibebaskan dan Tidak Dipungut Sesuai PP 49/2022. Kunjungi link berikut untuk Info webinar dan pendaftaran:
https://news.ddtc.co.id/pahami-penyesuaian-ketentuan-fasilitas-ppn-pp-49-2022-di-webinar-ini-44590
Membutuhkan informasi lebih lanjut terkait info webinar ini? Hubungi Hotline DDTC Academy +62812-8393-5151 (Vira), email [email protected](Vira), atau melalui akun Instagram DDTC Academy (@ddtcacademy). (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.