PERPAJAKAN GLOBAL

IMF: Ruang Moneter Terbatas, Penggunaan Fiskal Harus Lebih Cerdas

Redaksi DDTCNews | Senin, 08 April 2019 | 14:53 WIB
IMF: Ruang Moneter Terbatas, Penggunaan Fiskal Harus Lebih Cerdas

Managing Director IMF Christine Lagarde saat berbicara di hadapan Kamar Dagang Amerika Serikat, Selasa (2/4/2019).

JAKARTA, DDTCNews – Kebijakan domestik menjadi salah satu aspek yang menjadi sorotan International Monetary Fund (IMF) di tengah cuaca perekonomian global yang makin ‘tidak menentu’. Kebijakan domestik menjadi aspek yang pertama dan utama.

Managing Director IMF Christine Lagarde mengatakan kebijakan domestik ini sejalan dengan pernyataannya lebih dari setahun silam ‘kita harus memperbaiki atap!’ (‘we should fix the roof!). Ini muncul ketika ada reformasi struktural yang dapat membantu meningkatkan produktivitas dan pertumbuhan jangka panjang.

“Tentu saja, tidak ada satu ukuran yang cocok untuk semua. Kebijakan harus disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan masing-masing negara,” katanya saat berbicara di depan Kamar Dagang Amerika Serikat pekan lalu, seperti dikutip dari laman resmi IMF, Senin (8/4/2019).

Baca Juga:
Hingga November, Kanwil DJP Jakbar Kumpulkan Pajak Rp57,67 Triliun

Menurutnya, kebijakan ekonomi makro secara umum harus bertujuan untuk mengamankan pertumbuhan dan stabilitas. Kebijakan moneter harus tetap akomodatif. Fleksibilitas nilai tukar mata uang harus digunakan sesuai kebutuhan untuk menyerap goncangan. Risiko di sektor keuangan pun harus dikurangi dengan mempertahankan dorongan reformasi regulasi.

Kenyataannya, tegas Lagarde, banyak ekonomi tidak cukup tangguh. Utang publik yang tinggi dan suku bunga rendah telah membuat ruang terbatas untuk mengeksekusi berbagai tindakan ketika penurunan (laju pertumbuhan ekonomi) berikutnya datang.

Dalam kondisi ini, kebijakan fiskal harus digunakan dengan lebih cerdas sehingga mampu menciptakan keseimbangan yang tepa tantara pertumbuhan ekonomi, keberlanjutan utang, serta tujuan sosial. Dia paham, langkah ini tidaklah mudah. Harus ada penyangga fiskal saat kondisi baik sekaligus ruang fiskal yang cukup saat kondisi memburuk.

Baca Juga:
Realisasi Pajak Rokok di Sumsel Tak Capai Target, Ini Penyebabnya

“Ini melibatkan kerja keras yang berkelanjutan untuk meningkatkan sistem pajak, memobilisasi pendapatan domestik, memprioritaskan pengeluaran yang ramah pertumbuhan, dan mengurangi utang publik jika diperlukan,” jelas Lagarde.

Menurutnya, kebijakan fiskal juga dapat memainkan peran kunci untuk menangani ketimpangan yang berlebihan. Ini bisa dilakukan dengan penerapan pajak progresif serta pembentukan jarring pengaman yang kuat untuk mengatasi dislokasi karena perubahan teknologi dan globalisasi.

Namun demikian, sambungnya, hal yang paling penting adalah kebijakan fiskal dapat membantu menciptakan peluang yang lebih luas dengan menyediakan akses ke pendidikan, layanan kesehatan, dan infrastruktur yang berkualitas.

Baca Juga:
Ada Kenaikan Tarif PPN, DJP Tetap Optimalkan Penerimaan Tahun Depan

Kebijakan ini dapat membangun kepercayaan dan mengatasi persepsi tentang pembagian manfaat ekonomi yang tidak adil. Persepsi ini muncul karena adanya peningkatan konsentrasi kekuatan pasar oleh beberapa perusahaan raksasa.

Analisis baru IMF ‘The Rise of Corporate Market Power and its Macroeconomic Effects’ menunjukkan bahwa selama dua dekade terakhir, peningkatan kekuatan pasar korporasi di negara maju hanya memiliki dampak kecil pada investasi, output, dan pendapatan nasional yang dibayarkan kepada pekerja.

“Saya tidak mengatakan bahwa saat ini kami memiliki ‘masalah monopoli’. Namun, saya mengatakan bahwa kita harus mengambil langkah-langkah yang tepat sehingga itu tidak menjadi masalah,” imbuh Lagarde.

Langkah ini bisa ditempuh dengan mengurangi hambatan masuk bagi perusahaan-perusahaan baru dan mereformasi frameworkkompetisi untuk memastikan tingkat permainan yang merata di semua sektor, baik tradisional maupun teknologi tinggi. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 24 Desember 2024 | 18:00 WIB KANWIL DJP JAKARTA BARAT

Hingga November, Kanwil DJP Jakbar Kumpulkan Pajak Rp57,67 Triliun

Selasa, 24 Desember 2024 | 17:13 WIB KANWIL DJP JAKARTA KHUSUS

Jelang Tutup Tahun, Realisasi Pajak Kanwil Khusus Capai 95% Target

Selasa, 24 Desember 2024 | 16:30 WIB PROVINSI SUMATERA SELATAN

Realisasi Pajak Rokok di Sumsel Tak Capai Target, Ini Penyebabnya

Senin, 23 Desember 2024 | 17:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Ada Kenaikan Tarif PPN, DJP Tetap Optimalkan Penerimaan Tahun Depan

BERITA PILIHAN
Jumat, 27 Desember 2024 | 14:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Yuridis Pengenaan PPN atas Jasa Kecantikan

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:00 WIB KELAS PPN

Konsep PPN, Deviasi, dan Isu Kenaikan PPN 12%

Jumat, 27 Desember 2024 | 13:30 WIB UU HKPD

Berlaku Mulai 5 Januari 2025, Begini Penghitungan Opsen Pajak

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:30 WIB LAPORAN BELANJA PERPAJAKAN

Masih Ada Fasilitas Kepabeanan Tak Dimanfaatkan, DJBC Beri Penjelasan

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:00 WIB PMK 81/2024

Catat! Dokumen WP Badan Era Coretax Diteken Pakai Sertel Pengurus

Jumat, 27 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 168/2023

Penghitungan PPh 21 Pegawai Tidak Tetap untuk Masa Pajak Desember

Jumat, 27 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Analisis Kesebandingan dalam Tahapan Penerapan PKKU

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:45 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jamin Stimulus Ekonomi Efektif, Birokrasi Penyaluran Perlu Dipermudah

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Maret 2024: Pemerintah Rilis Ketentuan Baru terkait Akuntansi Koperasi

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN DAN CUKAI

Reformasi Berkelanjutan DJBC, Kolaborasi Lintas Sektor Jadi Kunci