KEBIJAKAN PAJAK

Ikuti Perkembangan Internasional, DJP Susun PMK Baru Soal MAP

Muhamad Wildan | Jumat, 16 September 2022 | 18:00 WIB
Ikuti Perkembangan Internasional, DJP Susun PMK Baru Soal MAP

Kasubdit Pencegahan dan Penanganan Sengketa Perpajakan Internasional Ditjen Pajak (DJP) Yanu Asmadi.

JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak dikabarkan sedang menyusun peraturan menteri keuangan (PMK) terbaru mengenai mutual agreement procedure (MAP).

Kasubdit Pencegahan dan Penanganan Sengketa Perpajakan Internasional Ditjen Pajak (DJP) Yanu Asmadi menyebut penyusunan PMK terbaru tentang MAP diperlukan guna menyesuaikan ketentuan dengan international best practice.

"Kami dalam proses menyusun PMK baru mengenai MAP guna menyesuaikan dengan perkembangan international best practice serta guideline dari OECD dan UN Model," katanya dalam Regular Tax Discussion yang digelar Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), Kamis (15/9/2022).

Baca Juga:
Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Sebagai informasi, prosedur persetujuan bersama atau MAP saat ini diatur dalam Pasal 57 Peraturan Pemerintah (PP) No. 74/2011 s.t.d.d PP 9/2021, PMK 49/2019, dan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Dirjen Pajak No. PER-16/PJ/2020.

Wajib pajak dalam negeri berhak mengajukan pelaksanaan MAP kepada DJP jika terdapat perlakuan perpajakan oleh otoritas pajak negara mitra yang menyalahi ketentuan perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B).

Perlakuan pajak oleh otoritas pajak mitra yang tidak sejalan dengan P3B contohnya adalah pengenaan pajak berganda yang timbul akibat koreksi penentuan harga transfer, akibat koreksi atas keberadaan atau laba BUT, atau akibat koreksi objek PPh lainnya.

Baca Juga:
Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Ketidaksesuaian perlakuan pajak dengan MAP juga bisa timbul akibat pemotongan/pemungutan PPh yang tidak sesuai dengan P3B, penentuan SPDN, diskriminasi perlakuan pajak di mitra P3B, atau karena penafsiran ketentuan P3B.

Tak hanya oleh wajib pajak dalam negeri, permintaan MAP juga dapat diajukan WNI kepada DJP atas segala bentuk perlakuan diskriminatif di negara mitra P3B yang bertentangan dengan ketentuan nondiskriminasi.

Contoh perlakuan diskriminatif yang dimaksud ialah pengenaan tarif pajak lebih tinggi bagi WNI dibandingkan dengan warga negara P3B serta pemberlakuan syarat perpajakan yang lebih berat bagi WNI.

Baca Juga:
Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

"Dalam prosedur MAP tersebut, kami selaku mitra P3B akan menyelesaikan, mencari jalan keluar, terhadap sengketa ini kita harus selesaikan seperti apa," ujar Yanu.

MAP dapat diajukan secara langsung ke KPP atau kantor pusat DJP, melalui pos, atau melalui cara-cara lain seperti jasa ekspedisi, jasa kurir, serta saluran tertentu yang ditetapkan oleh DJP.

Perundingan MAP oleh DJP dan otoritas pajak negara mitra dilaksanakan dalam waktu maksimal 24 bulan terhitung sejak diterimanya permintaan pelaksanaan MAP secara tertulis dari otoritas pajak negara mitra atau sejak disampaikannya permintaan pelaksanaan MAP secara tertulis kepada otoritas pajak negara mitra. (rig)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak