BERITA PAJAK HARI INI

Identifikasi Risiko Kepatuhan WP dengan Coretax, Ini Kata Kemenkeu

Redaksi DDTCNews | Jumat, 07 Juni 2024 | 07:00 WIB
Identifikasi Risiko Kepatuhan WP dengan Coretax, Ini Kata Kemenkeu

JAKARTA, DDTCNews – Pendekatan kepatuhan wajib pajak berbasis risiko menjadi salah satu dari 10 arah bisnis coretax administration system (CTAS). Topik ini menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Jumat (7/6/2024).

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak Iwan Djuniardi mengatakan wajib pajak perlu diidentifikasi berdasarkan risiko kepatuhannya. Dengan demikian, perlakuan (treatment) yang diberikan DJP kepada wajib pajak tidaklah sama.

“Jadi, kita harus mengidentifikasi risk. Wajib pajak tidak sama, masyarakat tidak sama. Yang high risk harus lebih intens [diawasi],” katanya.

Baca Juga:
Simak! Keterangan Resmi DJP Soal Tahapan Praimplementasi Coretax

Saat ini, DJP sudah menerapkan compliance risk management (CRM). Adapun CRM pertama kali digunakan oleh DJP dalam melakukan kegiatan ekstensifikasi, pengawasan, pemeriksaan, dan penagihan pada September 2019 seiring dengan ditetapkannya SE-24/PJ/2019.

Seiring dengan terbitnya SE-39/PJ/2021, CRM juga digunakan untuk membantu pelayanan, edukasi perpajakan, serta identifikasi risiko transfer pricing. Dengan adanya CTAS, ketentuan penerapan CRM akan disesuaikan.

Sebelumnya, Iwan pernah mengatakan pembaruan CRM akan diperbarui untuk menindaklanjuti aggressive tax planning. Menurutnya, pencegahan aggressive tax planning dimungkinkan melalui penggunaan data prediktif yang dihasilkan oleh deep analytics.

Baca Juga:
Sempat Menolak, PDIP Kini Berbalik Dukung PPN 12 Persen

Selain terkait dengan pengembangan CTAS, ada pula ulasan mengenai pengawasan insentif fiskal di Ibu Kota Nusantara (IKN). Kemudian, terdapat juga ulasan mengenai rencana pemberian insentif pajak untuk sektor pariwisata dan revisi defisit RAPBN 2025.

Berikut ulasan berita perpajakan selengkapnya.

10 Arah Bisnis Coretax System DJP

Selain pendekatan kepatuhan berbasis risiko, ada 9 aspek lain yang menjadi business directions dari CTAS. Pertama, penyederhanaan proses (streamlined process). Kedua, pendekatan yang berpusat pada pelanggan berdasarkan pengalaman.

Ketiga, keterbukaan dan integrasi sistem. Keempat, data and knowledge driven. Kelima, proses digitalisasi dan automasi. Keenam, pemberian layanan dari berbagai macam view yang terintegrasi secara luas.

Baca Juga:
Keputusan yang Dikirim via Coretax Dianggap Sudah Diterima Wajib Pajak

Ketujuh, akuntabilitas dan kehati-hatian (prudent). Kedelapan, beragam saluran layanan dan tanpa batas (omni channels and borderless). Kesembilan, kemampuan utama yang terpusat dalam center of excellence.

DJP Awasi Pemanfaatan Insentif Pajak di IKN

DJP akan mengawasi kepatuhan wajib pajak yang memanfaatkan berbagai fasilitas perpajakan di Ibu Kota Nusantara (IKN).

Penyuluh Pajak Ahli Pratama DJP Imaduddin Zauki mengatakan pengawasan dilaksanakan melalui mekanisme laporan realisasi penanaman modal dan kegiatan usaha. Adapun pengawasan kepatuhan dibutuhkan untuk memastikan pemberian fasilitas perpajakan terukur dan terarah.

Baca Juga:
Hingga November, Kanwil DJP Jakbar Kumpulkan Pajak Rp57,67 Triliun

"Di sini ada kewajiban bagi yang mendapatkan insentif untuk melaporkan realisasi. Laporan realisasi ini untuk memastikan inisiatif ini diberikan tepat sasaran dan terarah," katanya. (DDTCNews)

Sri Mulyani Tawarkan Insentif Perpajakan untuk Sektor Pariwisata

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan pemerintah telah menyediakan berbagai insentif perpajakan untuk sektor pariwisata.

Sri Mulyani mengatakan Indonesia menjadi negara yang memiliki potensi pariwisata besar. Berbagai insentif perpajakan pun ditawarkan kepada investor yang menanamkan modalnya di sektor tersebut, terutama yang lokasinya di daerah.

Baca Juga:
WP Bisa Akses Aplikasi Coretax Mulai Hari Ini, Fiturnya Masih Terbatas

"Makin Anda memilih wilayah yang menantang karena terpencil dan aksesnya terbatas, Anda akan mendapatkan insentif fiskal dalam bentuk insentif pajak sehingga akan jauh lebih menarik," tuturnya. (DDTCNews)

Menteri PPN Sebut Defisit RAPBN 2025 Perlu Diturunkan

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) Suharso Monoarfa mengatakan defisit anggaran 2025 perlu diturunkan guna memberikan ruang fiskal kepada pemerintahan yang akan datang.

Menurut Suharso, program-program presiden terpilih Prabowo Subianto sesungguhnya telah terakomodasi dalam RAPBN 2025 yang dirancang Kemenkeu. Namun, skala anggaran untuk setiap programnya masih perlu disesuaikan.

Baca Juga:
Jelang Tutup Tahun, Realisasi Pajak Kanwil Khusus Capai 95% Target

"Program-program presiden terpilih itu kita sudah bentuk, tapi sizing-nya, skalanya, itu masih perlu penyesuaian. Supaya tidak salah, mungkin ada penekanan-penekanan tertentu di program A tapi tidak di program B, konfigurasi itu yang kita harus pahami benar," ujarnya. (DDTCNews)

Pemerintah Bakal Kembangkan Bali Jadi Tempat Pendirian Family Office

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan Bali perlu disiapkan sebagai tempat pendirian family office oleh orang-orang kaya.

Menurut Luhut, regulasi yang dibutuhkan untuk mendukung pendirian family office di Bali sedang disiapkan oleh pemerintah. Luhut pun meminta DPR untuk mendukung ide tersebut.

Baca Juga:
Ini Aturan Terbaru Pengkreditan Pajak Masukan Sebelum Pengukuhan PKP

"Sekarang kita siapkan Bali untuk menjadi tempat itu. Saya mohon dukungan dari parlemen. Saya juga ingin mengundang Pak Said [Ketua Banggar DPR] untuk nanti hadir saat kami memfinalkan sebelum kami bawa ke rapat terbatas," katanya. (DDTCNews)

Apindo Minta Insentif Pajak Diprioritaskan untuk Sektor Usaha Tertentu

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani menilai belanja perpajakan pada tahun depan bisa mendorong pemulihan dan pertumbuhan ekonomi.

Namun, penting untuk memastikan belanja perpajakan tersebut didistribusikan secara efisien dan tepat sasaran agar memberikan dampak maksimal terhadap sektor-sektor yang membutuhkan. Alhasil, tiap rupiah yang digunakan bermanfaat bagi masyarakat dan perekonomian nasional.

Menurutnya, sektor-sektor yang membutuhkan insentif perpajakan ialah sektor-sektor padat karya yang berkontribusi besar terhadap penyerapan tenaga kerja dan juga sektor-sektor bernilai tambah tinggi yang mendorong hilirisasi/industrialisasi. (kontan.co.id)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 24 Desember 2024 | 21:30 WIB CORETAX SYSTEM

Simak! Keterangan Resmi DJP Soal Tahapan Praimplementasi Coretax

Selasa, 24 Desember 2024 | 19:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sempat Menolak, PDIP Kini Berbalik Dukung PPN 12 Persen

Selasa, 24 Desember 2024 | 18:00 WIB KANWIL DJP JAKARTA BARAT

Hingga November, Kanwil DJP Jakbar Kumpulkan Pajak Rp57,67 Triliun

BERITA PILIHAN
Selasa, 24 Desember 2024 | 21:30 WIB CORETAX SYSTEM

Simak! Keterangan Resmi DJP Soal Tahapan Praimplementasi Coretax

Selasa, 24 Desember 2024 | 19:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sempat Menolak, PDIP Kini Berbalik Dukung PPN 12 Persen

Selasa, 24 Desember 2024 | 18:00 WIB KANWIL DJP JAKARTA BARAT

Hingga November, Kanwil DJP Jakbar Kumpulkan Pajak Rp57,67 Triliun

Selasa, 24 Desember 2024 | 17:27 WIB CORETAX SYSTEM

WP Bisa Akses Aplikasi Coretax Mulai Hari Ini, Fiturnya Masih Terbatas

Selasa, 24 Desember 2024 | 17:00 WIB PMK 81/2024

Ini Aturan Terbaru Pengkreditan Pajak Masukan Sebelum Pengukuhan PKP

Selasa, 24 Desember 2024 | 16:30 WIB PROVINSI SUMATERA SELATAN

Realisasi Pajak Rokok di Sumsel Tak Capai Target, Ini Penyebabnya

Selasa, 24 Desember 2024 | 16:00 WIB CORETAX SYSTEM

Nanti Ada Coretax, Masih Perlu Ajukan Sertifikat Elektronik?

Selasa, 24 Desember 2024 | 15:00 WIB KPP PRATAMA KOSAMBI

Utang Pajak Rp632 Juta Tak Dilunasi, Mobil WP Akhirnya Disita KPP