PMK 72/2023

Harta Tidak Masuk Lampiran PMK 72/2023? Penyusutan Pakai Kelompok 3

Redaksi DDTCNews | Selasa, 25 Juli 2023 | 10:24 WIB
Harta Tidak Masuk Lampiran PMK 72/2023? Penyusutan Pakai Kelompok 3

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - PMK 72/2023 turut memuat ketentuan penyusutan atas jenis harta berwujud bukan bangunan yang tidak tercantum dalam lampiran.

Sesuai dengan Pasal 3 ayat (1) PMK 72/2023, untuk keperluan penyusutan, masa manfaat harta berwujud bukan bangunan dikelompokkan menjadi kelompok 1, kelompok 2, kelompok 3, dan kelompok 4. Jenis harta ini tercantum dalam lampiran PMK 72/2023.

”Jenis harta berwujud bukan bangunan yang tidak tercantum dalam lampiran ... untuk keperluan penyusutan wajib pajak menggunakan masa manfaat dalam kelompok 3,” bunyi penggalan Pasal 4 ayat (1) PMK 72/2023, dikutip pada Selasa (25/7/2023)

Baca Juga:
Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Adapun berdasarkan pada Pasal 4 ayat (2) PMK 72/2023, jika tidak menggunakan masa manfaat dalam kelompok 3, wajib pajak harus mengajukan permohonan kepada dirjen pajak untuk memperoleh penetapan masa manfaat dalam kelompok 1, kelompok 2, atau kelompok 4.

Selanjutnya, dirjen pajak akan menetapkan masa manfaat yang telah diajukan wajib pajak. Penetapan itu dilakukan dengan mempertimbangkan kelompok masa manfaat yang terdekat dari masa manfaat yang sebenarnya atas harta berwujud bukan bangunan.

Sebagai informasi, ketentuan penggunaan masa manfaat dalam kelompok 3 sejatinya tidak berubah dari aturan sebelumnya. Ketentuan tersebut sebelumnya dimuat dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-20/PJ/2014.

Baca Juga:
Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Bila dibandingkan dengan ketentuan sebelumnya, ada sedikit perubahan pada lampiran menyangkut jenis harta berwujud bukan bangunan yang termasuk dalam kelompok 2. Ada penambahan 1 jenis usaha, yakni industri pengolahan tembakau.

Jenis harta dalam industri pengolahan tembakau yang masuk kelompok 2 adalah mesin yang menghasilkan/memproduksi hasil olahan tembakau, seperti mesin rajang tembakau, mesin linting rokok, dan sejenisnya.

Penyusutan Harta Berwujud

Seperti diketahui, sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) PMK 72/2023, penyusutan atas pengeluaran terkait harta berwujud dengan masa manfaat lebih dari 1 tahun dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut.

Baca Juga:
Urus Pemeriksaan Bukper: Coretax Bakal Hadirkan 4 Fitur Baru

Adapun pengeluaran yang dimaksud untuk pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan, atau perubahan harta berwujud. Harta berwujud itu dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. Harta berwujud tersebut kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai.

Sesuai dengan Pasal 2 ayat (2) PMK 72/2023, penyusutan atas pengeluaran harta berwujud selain bangunan dapat juga dilakukan dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat. Penghitungan dilakukan dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku. Pada akhir masa manfaat, nilai sisa buku disusutkan sekaligus. Penyusutan dilakukan secara taat asas.

Untuk menghitung penyusutan, masa manfaat dan tarif penyusutan harta berwujud ditetapkan sebagai berikut:

Baca Juga:
Hapus NPWP yang Meninggal Dunia, Hanya Bisa Disampaikan Tertulis


Adapun PMK ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan, yakni 17 Juli 2023. Dengan berlakunya PMK 72/2023 maka PMK 248/2008, PMK 249/2008 s.t.d.d PMK 126/2012, dan PMK 96/2009 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. (Maria Magdalena/kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Senin, 21 Oktober 2024 | 14:32 WIB CORETAX SYSTEM

Urus Pemeriksaan Bukper: Coretax Bakal Hadirkan 4 Fitur Baru

Minggu, 20 Oktober 2024 | 10:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Hapus NPWP yang Meninggal Dunia, Hanya Bisa Disampaikan Tertulis

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja