Ilustrasi.
JAKARTA,DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) menjelaskan tata cara perekaman bukti potong bulanan dan final/tidak final dengan skema key-in pada aplikasi e-bupot 21/26. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Jumat (22/3/2024).
DJP menjelaskan perekaman dengan skema key-in mengharuskan pengguna merekam satu per satu bukti potong PPh Pasal 21 yang akan dibuat. Alhasil, wajib pajak dapat melihat lebih detail dan teliti atas setiap bukti potong yang dibuat sebelum disimpan dan diterbitkan.
Terdapat beberapa elemen data yang perlu disiapkan wajib pajak dalam perekaman bupot bulanan dan final/tidak final untuk suatu masa pajak (selain masa pajak terakhir) atau terkait pemotongan PPh Pasal 21 lainnya yang bersifat final atau tidak final.
DJP menjabarkan setidaknya ada 4 bagian elemen data yang diperlukan saat perekaman bukti potong bulanan dan final/tidak final dengan skema key-in.
Seperti diketahui, DJP terus memperbarui aplikasi e-bupot 21/26. Saat ini, versi terbaru e-bupot 21/26 yang sudah tersedia di DJP Online merupakan versi 1.4. Aplikasi ini dipakai oleh pemotong PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 (non-instansi pemerintah) yang penerapannya mulai masa pajak Januari 2024.
Versi terbaru e-bupot 21/26 ini juga membawa pembaruan mengenai update data sumber validasi NIK untuk perekaman bukti potong. Lalu, ada juga penambahan opsi sertifikat elektronik dalam submit SPT Masa PPh Pasal 21/26.
Selain soal versi terbaru e-bupot 21/26, terdapat ulasan penerapan secara penuh (mandatory) CEISA 4.0 tahap kedelapan. Ada pula ulasan lainnya mengenai perjanjian kerja sama pemanfaatan data dan informasi perpajakan antara BPH Migas dan DJP.
Pertama, identitas wajib pajak yang dipotong. Pada kolom ini, wajib pajak harus memilih tahun pajak, masa pajak, dan identitas penerima penghasilan yang dipotong.
Kedua, jenis pemotongan PPh Pasal 21. Pada kolom ini, pengguna memilih Kode objek pajak dari transaksi yang akan dipotong PPh Pasal 21. Terdapat 16 kode objek pajak, seperti 21-100-01 untuk pegawai tetap, 21-100-02 untuk penerima pensiun berkala, dan lain sebagainya.
Ketiga, penghitungan PPh Pasal 21. Setiap kolom dalam penghitungan PPh Pasal 21 berbeda-beda bergantung pada jenis kode objek pajak yang dipilih. Pengguna mengisi data sesuai dengan kolom yang tersedia dan tekan tombol Hitung untuk mengetahui besar PPh Pasal 21 yang harus dipotong.
Keempat, penandatangan bukti potong. Kelima, setelah semua bagian terisi secara lengkap pengguna memilih jabatan penandatangan dan nama penandatangan, mencentang pernyataan, serta menekan tombol Simpan. (DDTCNews)
Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) menerbitkan keputusan baru mengenai penerapan secara penuh (mandatory) CEISA 4.0 tahap kedelapan.
KEP-60/BC/2024 menyatakan CEISA 4.0 diterapkan secara mandatory di 70 kantor pengawasan dan pelayanan bea dan cukai (KPPBC). Penerapan mandatory CEISA 4.0 ini diterapkan untuk layanan tempat penimbunan berikat (TPB) dan manifes.
"Untuk memberikan kepastian hukum dalam mengimplementasikan CEISA 4.0, diperlukan ketentuan yang menetapkan mengenai penerapan secara penuh (mandatory) CEISA 4.0," bunyi salah satu pertimbangan KEP-60/BC/2024. (DDTCNews)
BPH Migas dan DJP menandatangani perjanjian kerja sama perihal pemanfaatan data dan informasi perpajakan. Data yang dipertukarkan antara lain pelaporan iuran oleh badan usaha kepada BPH Migas dan pelaporan perpajakan oleh badan usaha kepada DJP.
Kepala BPH Migas Erika Retnowati mengatakan kerja sama ini diperlukan dalam rangka mengurangi celah-celah yang berpotensi merugikan penerimaan negara.
"BPH Migas terus berupaya mengevaluasi setiap kinerja dan kebijakan yang dibuat untuk meminimalisir celah-celah yang berpotensi mengakibatkan kerugian terhadap penerimaan negara, sehingga PNBP di sektor hilir migas dapat terealisasi secara optimal," ujarnya. (DDTCNews)
Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa turut mengomentari soal rencana pemerintah menaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12%, yang mulai berlaku pada 1 Januari 2025.
Menurutnya, kenaikan tarif PPN pada dasarnya diperlukan untuk menaikan pendapatan negara.
"Tapi saya sih lebih bagus diperbaiki sistem yang ada, sehingga dari yang ada misal 10% itu masuk semua. Itu lebih baik dampaknya ke keuangan negara," katanya. (bisnis.com)
CEO Indodax Oscar Darmawan mengatakan setoran pajak yang mencapai Rp539 miliar menunjukan besarnya potensi industri kripto di Tanah Air. Dengan setoran tersebut, industri aset digital tersebut dinilai berperan aktif terhadap pergerakan perekonomian nasional.
"Besarnya pajak yang dihasilkan oleh industri kripto merupakan cermin dari potensi besar yang dimiliki sektor ini dalam mendukung pertumbuhan ekonomi negara," katanya.
Pemerintah mencatat setoran pajak dari industri kripto telah mencapai Rp 539,72 miliar hingga 29 Februari lalu. Angka ini terdiri dari setoran PPh 22 sebesar Rp 254,53 miliar dan PPN sebesar Rp 285,19 miliar. (kompas.com)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.