Dosen Prodi Administrasi Publik Universitas Diponegoro Hartuti Purnaweni (tengah) dan Kepala Departemen Ilmu Administrasi Fiskal Universitas Indonesia Inayati (kanan) saat menjadi pembicara. Dosen Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya Damas Dwi Anggoro (kiri) hadir sebagai moderator.
SEMARANG, DDTCNews - Asosiasi dapat memegang peran penting dalam pengembangan pendidikan perguruan tinggi. Peran itu seperti menjadi jembatan dalam penyusunan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan pasar dan akademis serta inisiasi terbentuknya lembaga akreditasi mandiri.
Salah satu asosiasi yang aktif menyusun kurikulum perguruan tinggi Indonesia Association for Public Administrastion (IAPA). Dosen Prodi Administrasi Publik Universitas Diponegoro Hartuti Purnaweni menyebut IAPA aktif merancang kurikulum pada ranah administrasi publik.
“Anggota IAPA yang terdiri atas banyak stakeholder saling berkolaborasi menyusun kurikulum yang menjadi acuan capaian pembelajaran lulusan (CPL),” katanya seminar bertajuk Penguatan Peran Asosiasi dalam Pengembangan Keilmuan dan Akreditasi Prodi, Jumat (9/9/2022).
Dalam seminar yang digelar bersamaan dengan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Musnalub) Indonesian Fiscal and Tax Administration Association (IFTAA) tersebut, Hartuti mengatakan ada 2 aspek penting dalam merumuskan kurikulum.
Pertama, scientific vision, yakni pandangan para pakar atau kelompok pengajar terkait dengan kemampuan lulusan yang diperlukan di dunia kerja.
Kedua, market signal, yakni sinyal terhadap kompetensi lulusan yang mampu bekerja di dunia kerja secara berkualitas dan profesional. Hartuti menuturkan market signal dapat diperoleh dari para alumni, dunia industri dan profesi, serta mahasiswa.
“Ilmu yang diberikan harus sesuai dengan perkembangan zaman. Jadi, harus peduli pada market signal terkait dengan apa yang mereka butuhkan. Namun, kita tidak bisa terseret arus pasar karena ada filosofi dan pedoman keilmuan yang harus ditanamkan dan dipegang mahasiswa,” jelasnya.
Selain penyusunan kurikulum, asosiasi juga dapat berperan penting dalam pendirian lembaga akreditasi mandiri (LAM). Adapun LAM mencul akibat beralihnya wewenang akreditasi program studi dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) kepada LAM.
Kepala Departemen Ilmu Administrasi Fiskal Universitas Indonesia (UI) Inayati mengatakan asosiasi dengan rumpun keilmuan sejenis perlu saling berkolaborasi menginisiasi LAM. Sebab, LAM yang terbentuk berdasarkan rumpun keilmuan yang sama akan dapat merumuskan instrumen penilaian yang lebih sesuai.
Hal itu mendorong 15 asosiasi untuk memprakarsai berdirinya LAM Ilmu Sosial, Politik, Administrasi, dan Komunikasi (LAMSPAK). Ke-15 organisasi itu, termasuk di antaranya IFTAA, bermaksud membentuk LAM yang sesuai dengan kekhasan ilmu sosial, politik, administrasi, dan komunikasi.
“Apabila LAMPSAK tidak diinisiasi maka program studi administrasi perpajakan akan diakreditasi oleh LAM Ekonomi Manajemen Bisnis dan Akuntansi (Lamemba). Lamemba instrumen penilaiannya makro, semetara program studi kita tentu membutuhkan instrument akreditasi yang lebih khusus,” jelasnya.
Dalam acara itu, Inayati juga menjelaskan informasi seputar pendirian LAMPSAK. Informasi itu mulai dari susunan organisasi, asosiasi yang memprakarsai pendirian LAMPSAK, lini masa pembentukan LAMPSAK, visi dan misi, rencana ke depan, hingga subrumpun yang termasuk dalam ilmu sosial, politik, administrasi, dan komunikasi. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.