Gedung Mahkamah Konstitusi. (Foto: Antara)
JAKARTA, DDTCNews - Tiga orang yang berprofesi sebagai advokat mengajukan permohonan pengujian materiil kepada Mahkamah Konstitusi (MK) atas 15 Pasal pada UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja yang dinilai mengandung kesalahan penulisan.
Pasal-pasal yang diajukan pengujian materiil antara lain Pasal 6 tentang perizinan, Pasal 17 angka 16 yang merevisi UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang, bahkan hingga Pasal 114 angka 5 yang merevisi UU No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).
"Bunyi pasal-pasal tersebut ... mengandung rujukan pasal lain atau ayat yang salah dan juga ada yang memuat materi atau substansi yang tidak jelas dan pasti sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum," tulis pemohon atas nama Ignatius Supriyadi selaku pemohon, dikutip Rabu (25/11/2020).
Kekeliruan rujukan pasal atau ayat serta ketidakjelasan materi atau substansi pada berbagai pasal pada UU No. 11/2020 menimbulkan kerugian konstitusional bagi para pemohon selaku advokat.
Sebagai contoh, terdapat banyak kesalahan rujukan pasal pada Pasal 114 angka 5 yang merevisi Pasal 157 UU PDRD, contohnya pada Pasal 157 ayat (7) UU PDRD yang direvisi melalui UU No. 11/2020.
"Ayat (7) merujuk pada dirinya sendiri, yaitu ayat (7). Mencermati isi dari ayat (7) maka seharusnya yang dirujuk adalah ayat (6) yang mengatur tentang hasil evaluasi yang dilakukan dengan menteri keuangan," tulis pemohon pada surat permohonannya.
Kesalahan perujukan ayat pada juga terulang kembali pada Pasal 157 ayat (8), ayat (9), dan ayat (10) UU PDRD yang direvisi melalui UU No. 11/2020. "Materi muatan yang merujuk ayat secara tidak tepat tersebut telah menimbulkan ketidakpastian hukum," tulis pemohon.
Untuk diketahui, Pasal 157 UU PDRD yang direvisi melalui UU No. 11/2020 secara umum mengatur tentang proses perancangan peraturan daerah (perda) tentang pajak dan retribusi.
Rancangan perda pajak dan retribusi daerah dievaluasi oleh menteri dalam negeri dan menteri keuangan. Pada Pasal 157 ayat (6), hasil evaluasi rancangan perda dapat berupa persetujuan atau penolakan.
Pemohon meminta MK mengabulkan permohonan dan menyatakan frasa "sebagaimana dimaksud pada ayat (7)" yang terdapat pada Pasal 157 ayat (7), ayat (8), ayat (9), dan ayat (10), bertentangan dengan UUD 1045 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai "sebagaimana dimaksud pada ayat (6). (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Menyangkut UU yang mengikat seluruh masyarakat, memang perlu kecermatan dan kehati-hatian. Jika dilakukan secara terburu-buru, pasti akan ada kesalahan yang berdampak pada ketidak pastian hukum. Maka dari itu dalam pembuatan UU diperlukan pastisipasi masyarakat bukan hanya sebagai faktor pendukung formalitas dan kebutuhan masyarakat, tetapi juga sebagai check and balance agar kesalahan seperti ini tidak terjadi.