PENERIMAAN NEGARA

Ekonom: Ekstensifikasi Cukai Perlu Didukung

Redaksi DDTCNews | Rabu, 23 Agustus 2017 | 11:15 WIB
Ekonom: Ekstensifikasi Cukai Perlu Didukung

JAKARTA, DDTCNews – Dalam Nota Keuangan dan RAPBN 2018, salah satu kebijakan pemerintah terkait teknis kepabeanan dan cukai adalah melakukan ekstensifikasi Barang Kena Cukai (BKC).

Ekonom Institute for Development of Economics & Finance (INDEF) Bhima Yudhistira menilai langkah itu patut didukung. Menurutnya selama ini pemerintah terlalu takut untuk memperluas basis cukai.

“Lebih dari 2 dekade, barang kena cukai di Indonesia hanya terdiri dari 3 jenis yakni rokok, alkohol dan etil alkohol. Lalu sense of urgency perluasan cukai muncul selain untuk mengejar target penerimaan juga sebagai instrumen pengendalian barang yang memiliki eksternalitas negatif,” ujarnya kepada DDTCNews, Rabu (22/08).

Baca Juga:
Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Sementara dalam Nota Keuangan dan RAPBN 2018, pendapatan cukai ditargetkan sebesar Rp155,4 triliun, terdiri atas cukai hasil tembakau Rp148,23 triliun, cukai etil alkohol Rp170 miliar, cukai minuman mengandung etil alkohol (MMEA) Rp6,5 triliun, dan pendapatan cukai lainnya yang berasal dari cukai kantong plastik sebesar Rp500 miliar.

Bhima menjabarkan barang yang mendesak dikenakan cukai adalah kantong plastik, karena total produksi plastik mencapai 4,4 juta ton per tahunnya. Lebih dari 65% atau setara 2,86 juta ton dari total produksi digunakan untuk kemasan makanan-minuman yang berakhir menjadi sampah.

Terlebih, plastik diperkirakan membutuhkan waktu 100 hingga 500 tahun hingga dapat terdekomposisi atau terurai dengan sempurna. Sampah dari plastik berkontribusi besar terhadap pencemaran air laut yang membuat Indonesia dijuluki ‘sea of plastic’.

Baca Juga:
Insentif Kepabeanan Tersalur Rp33,9 Triliun, Begini Dampak ke Ekonomi

Oleh karena itu untuk mempertahankan cukai, solusinya lebih baik pemerintah meningkatkan cukai dari barang kena cukai baru (ekstensifikasi cukai). Barang kena cukai baru yang cukup potensial dikenakan cukai misalnya minuman berpemanis, kemasan plastik, dan emisi kendaraan bermotor.

“Kebijakan cukai seharusnya mengarah pada ekstensifikasi bukan intensifikasi. Cukai hasil tembakau dalam kurun waktu 5 tahun terakhir sudah masuk ke titik jenuh,” pungkasnya. (Amu)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Sabtu, 21 Desember 2024 | 10:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Insentif Kepabeanan Tersalur Rp33,9 Triliun, Begini Dampak ke Ekonomi

Sabtu, 21 Desember 2024 | 07:30 WIB BEA CUKAI KUDUS

Bea Cukai Gerebek Gudang di Jepara, Ternyata Jadi Pabrik Rokok Ilegal

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:30 WIB KOTA BATAM

Ada Pemutihan, Pemkot Berhasil Cairkan Piutang Pajak Rp30 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Bagaimana Cara Peroleh Diskon 50 Persen Listrik Januari-Februari 2025?

Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan