AMERIKA SERIKAT

Dukungan Pajak Orang Kaya Sedikit Berkurang, Ada Apa?

Redaksi DDTCNews | Sabtu, 11 Januari 2020 | 15:05 WIB
Dukungan Pajak Orang Kaya Sedikit Berkurang, Ada Apa?

Senator Elizabeth Warren dan Bernie Sanders.

MICHIGAN, DDTCNews – Dukungan terhadap kenaikan pajak orang kaya mulai sedikit berkurang. Hal ini menyusul kekhawatiran adanya efek negatif yang berisiko muncul terhadap perekonomian Amerika Serikat.

Berkurangnya dukunngan tersebut terlihat dari survei terbaru dari University of Michigan. Konsumen pada 2019 cenderung melihat rencana untuk menaikkan pajak pada orang kaya berisiko merusak perumbuhan ekonomi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

“Penurunan pada 2019 kemungkinan mencerminkan penilaian konsumen tentang proposal yang lebih rinci kenaikan pajak untuk mengurangi ketidaksetaraan yang diajukan oleh Demokrat dalam debat pemilihan primer,” ujar Richard Curtin, Direktur Survei Konsumen University of Michigan.

Baca Juga:
Trump Janji Hentikan Pemajakan Berganda Atas Warga AS di Luar Negeri

Seperti diketahui, kenaikan pajak terhadap orang kaya menjadi janji kampanye utama hampir setiap kandidat presiden dari Demokrat. Senator Elizabeth Warren dan Bernie Sanders telah melangkah lebih jauh dan menyerukan pajak baru atas kekayaan, bukan hanya terkait penghasilan.

Dalam hasil penelitian tersebut, sekitar 43% konsumen yang disurvei pada bulan-bulan terakhir 2019 menyatakan pajak orang kaya kemungkinan akan membantu perekonomian. Persentase tersebut tercatat turun dari posisi setahun sebelumnya 49%.

Adapun jumlah responden yang mengatakan retribusi pada orang kaya akan membahayakan pertumbuhan ekonomi justru melonjak dari posisi sebelumnya 22% menjadi 31%. Sisanya, memperkirakan tidak akan ada perbedaan apapun dengan ada atau tidaknya pajak orang kaya.

Baca Juga:
Tersisa 2 Bulan untuk Manfaatkan PPN Rumah 100% Ditanggung Pemerintah

Dukungan untuk pajak pada orang kaya yang tergelincir itu bisa menandakan adanya masalah bagi Demokrat yang hampir secara universal menyerukan peningkatan tarif pajak penghasilan dan tarif capital gain tax pada penerima teratas.

Selama ini, Demokrat berpendapat pajak orang kaya sebagai cara untuk membayar program sosial dan mengurangi ketidaksetaraan pendapatan. Sayangnya, selera konsumen untuk pengenaan pajak itu justru bergeser sejalan dengan prospek perekonomian.

“Meskipun demikian, mengurangi ketidaksetaraan masih lebih disukai oleh konsumen,” imbuh Richard Curtin.

Baca Juga:
Minta Perusahaan Bangun Pabrik di AS, Trump Rancang Bea Masuk Tinggi

Tidak mengherankan, sekitar 75% dari Demokrat mengatakan pajak yang lebih tinggi akan menjadi keuntungan bagi ekspansi ekonomi. Sementara itu, 45% dari Republik mengatakan itu akan berbahaya.

Berdasarkan pendapatan, sekitar 2% dari penerima sepertiga teratas mengatakan akan pajak itu akan menumbuhkan ekonomi, turun dibandingkan setahun sebelumnya sebesar 18%.

Dalam makalah ekonom AS Doug Holtz-Eakin and Gordon Gray, pekerja diestimasi dapat kehilangan US$1,2 triliun dalam upah selama satu dekade jika versi pajak kekayaan Warren diberlakukan. Jumlah pendapatan yang hilang akan meningkat menjadi US$$1,6 triliun di bawah pungutan versi Sander.

Baca Juga:
Kamala Harris Janjikan Insentif Pajak untuk Sektor Manufaktur

Retribusi – walaupun secara langsung hanya memukul ribuan wajib pajak yang sangat kaya – akan membebani sejumlah besar kegiatan ekonomi, yang akan mengarah pada penurunan investasi dan penurunan produktivitas. Beban itu pada akhirnya akan beralih ke pekerja dalam bentuk gaji yang lebih kecil.

“Anda tidak dapat mengambil sesuatu dari satu orang dan berpura-pura tidak ada konsekuensi di tempat lain,” kata Holtz-Eakin, seperti dilansir Bloomberg. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 17 Oktober 2024 | 19:00 WIB AMERIKA SERIKAT

Trump Janji Hentikan Pemajakan Berganda Atas Warga AS di Luar Negeri

Kamis, 17 Oktober 2024 | 09:05 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Tersisa 2 Bulan untuk Manfaatkan PPN Rumah 100% Ditanggung Pemerintah

Rabu, 16 Oktober 2024 | 16:30 WIB AMERIKA SERIKAT

Minta Perusahaan Bangun Pabrik di AS, Trump Rancang Bea Masuk Tinggi

Senin, 30 September 2024 | 11:30 WIB AMERIKA SERIKAT

Perusahaan Pindah Pabrik ke Luar AS, Trump Bakal Kenai Bea Masuk 200%

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN