KINERJA FISKAL

Duh, Penerimaan Pajak Semua Sektor Usaha Utama Masih Minus

Dian Kurniati | Senin, 21 Desember 2020 | 17:21 WIB
Duh, Penerimaan Pajak Semua Sektor Usaha Utama Masih Minus

Pekerja membersihkan mesin yang digunakan untuk produksi tisu basah di PT The Univenus Cikupa, Tangerang, Banten, Rabu (11/11/2020). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/aww.
 

JAKARTA, DDTCNews – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut pandemi Covid-19 telah menyebabkan tekanan berat pada penerimaan pajak hingga November 2020. Hal ini ditandai dengan kontraksi penerimaan pajak pada semua sektor usaha utama.

Sri Mulyani menyebut penerimaan pajak dari sektor industri pengolahan, yang biasanya menjadi andalan penerimaan, hingga November 2020 masih terkontraksi 19,1%.

"Untuk industri, meskipun PMI [purchasing managers index] manufaktur membaik, kita lihat posisi November dibandingkan Oktober dan kuartal III masih relatif sama atau bahkan sedikit lebih buruk" katanya dalam konferensi pers APBN Kita, Senin (21/12/2020).

Baca Juga:
Kejar Pendapatan, DPR Imbau Pemerintah Optimalkan Sektor Perkebunan

Sri Mulyani memerinci penerimaan pajak dari sektor industri pengolahan pada November 2020 terkontraksi 27,27%. Posisi itu mirip dengan kinerja pada Oktober 2020 yang terkontraksi 26,16%, dan September 2020 minus 25,91%.

Pada kuartal I/2020, penerimaan pajak dari sektor tersebut masih tumbuh 6,58%. Namun, pada kuartal II/2020, kinerja penerimaan terkontraksi 23,78%. Pada kuartal III/2020, penerimaan tercatat minus 25,94%.

Penerimaan pajak dari sektor perdagangan hingga akhir November 2020 juga terkontraksi 19,65%. Khusus November 2020 saja, penerimaan pajaknya terkontraksi 17,49%, membaik dibandingkan dengan posisi Oktober 2020 yang minus 32,55%, dan September 2020 minus 33,97%.

Baca Juga:
Konsumsi Kelas Menengah Stabil, Ekonomi Diprediksi Tumbuh di Atas 5%

Kontraksi penerimaan pajak dari sektor perdagangan telah terlihat sejak kuartal I/2020 yang minus 1,00%. Pada kuartal II/2020, kontraksi makin dalam menjadi minus 23,88% dan kuartal III/2020 minus 27,86%.

Penerimaan pajak dari sektor jasa keuangan dan asuransi hingga November 2020 terkontraksi 11,24%. Sektor ini sempat bertahan pada kuartal I/2020 yang tumbuh positif 2,65%, tetapi pada kuartal II/2020 terkontraksi 6,76%. Kemudian, pada kuartal III/2020 mencapai minus 10,85%.

Khusus pada November 2020 saja, penerimaan pajaknya minus 25,49%, lebih kecil dibandingkan dengan posisi Oktober 2020 yang kontraksinya mencapai 40,87%.

Baca Juga:
Kejar Pendapatan Daerah, Kota Ini Bakal Bentuk Tim Intelijen Pajak

"Ada tren membaik meski belum bisa mengompensasi pemburukan pada kuartal II dan III," ujarnya.

Pada sektor konstruksi dan real estat, penerimaan pajak hingga November 2020 mengalami kontraksi 20,75%. Pada November 2020 saja, kontraksinya mencapai 23,04%, sedangkan Oktober 2020 minus 26,96%.

Adapun penerimaan pajak dari sektor pertambangan hingga November 2020 masih terkontraksi 43,63%. Secara bulanan, penerimaan pajak pada November 2020 terkontraksi 42,07%, sedangkan pada bulan sebelumnya terkontraksi hingga 56,8%.

Baca Juga:
Rezim Baru, WP Perlu Memitigasi Efek Politik terhadap Kebijakan Pajak

Menurut Sri Mulyani, ada peluang perbaikan penerimaan pajak dari sektor usaha pertambangan seiring dengan naiknya harga minyak Indonesia seperti yang direncanakan pada Perpres 72/2020. Adapun mengenai lifting, dia menilai angkanya sudah makin mendekati asumsi yang ditetapkan.

Sementara itu, penerimaan pajak dari usaha transportasi pergudangan kembali mencatatkan kontraksi. Hingga November 2020, kontraksi penerimaan dari sektor ini mencapai 12,88%. Pada November 2020 saja, kontraksinya sebesar 14,61%, lebih baik dibandingkan dengan Oktober 2020 yang minus 19,39%.

"Transportasi menunjukkan tren perbaikan walaupun masih terkontraksi. Bulan November lebih baik dibanding bulan Oktober," ujarnya. (kaw)



Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB PERPRES 139/2024

Kemenkeu Era Prabowo Tak Lagi Masuk di Bawah Koordinasi Menko Ekonomi

Selasa, 22 Oktober 2024 | 09:30 WIB KABINET MERAH PUTIH

Kembali Dilantik Jadi Menkeu, Begini Pesan Sri Mulyani kepada Jajaran

Senin, 21 Oktober 2024 | 18:33 WIB PENDAPATAN NEGARA

Kejar Pendapatan, DPR Imbau Pemerintah Optimalkan Sektor Perkebunan

Senin, 21 Oktober 2024 | 16:15 WIB KABINET MERAH PUTIH

Anggito: Belum Ada Pembagian Tugas yang Formal Antar Wamenkeu

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN