Suasana rapat paripurna DPR.
JAKARTA, DDTCNews – Seluruh fraksi DPR telah menyampaikan pandangan terkait Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2020. Pengamanan pos penerimaan negara, terutama dari perpajakan, menjadi sorotan seluruh partai politik.
Dalam rapat paripurna DPR, setiap fraksi menyampaikan pandangannya terkait KEM-PPKF 2020. Satu per satu fraksi diberikan giliran untuk menyampaikan pendapat dalam rapat yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Agus Hermanto.
Pandangan Fraksi PDIP disampaikan oleh Daniel Lumban Tobing. Partai pengusung pemerintah ini menyatakan KEM-PPKF 2020 termasuk rasional. Pasalnya, kondisi perekonomian dunia yang tidak stabil membuat pemerintah untuk tidak memasang target agresif, seperti pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
Sementara itu, fraksi Golkar menyatakan pentingnya menggenjot investasi asing sebagai bagian dari upaya untuk mengamankan penerimaan pada tahun depan. Pasalnya dengan FDI yang masuk secara otomatis akan memperluas basis pajak baru di dalam negeri.
“Fraksi Golkar mendorong perlunya meningkatkan penerimaan negara. Tingkat tax ratio naik harus diikuti dengan peningkatan FDI [foreign direct investment] sebagai basis pajak baru,” kata Politisi Partai Golkar John Kennedy Aziz dalam rapat paripurna DPR, Selasa (28/5/2019).
Pada sisi yang berseberangan, Fraksi PKS dan Gerindra membawa pandangan yang lebih tajam terkait pengamanan penerimaan negara, terutama dari sektor perpajakan. Fraksi Gerindra meminta pemerintah untuk meningkatkan kinerja pungutan perpajakan. Pasalnya, shortfall – selisih kurang antara realisasi dan target – penerimaan selalu menghantui tiap tahunnya.
Pandangan yang dibacakan oleh Ramson Siagian itu menyatakan agar setiap upaya untuk meningkatkan penerimaan tidak mendistorsi perekonomian nasional. Dengan demikian, aspek pungutan perpajakan dan upaya menggenjot roda ekonomi dapat berjalan baik ke depannya.
Adapun Fraksi PKS menilai terget pertumbuhan ekonomi sebaiknya tidak terlalu ambisius. Angka yang terlampau tinggi akan mengerek target penerimaan pajak. Alhasil, risiko shortfall akan membayangi setiap ujung tahun fiskal.
Mereka berpendapat bahwa upaya untuk meningkatkan penerimaan negara juga perlu dilakukan melalui perbaikan sistem administrasi pajak. Hal ini juga diharapkan menjadi insentif bagi wajib pajak untuk menunaikan kewajibannya.
“Sejumlah sektor pungutan masih under potential. Artinya, kontribusi pajaknya masih lebih rendah ketimbang kontribusi kepada perekonomian, contohnya ada di sektor konstruksi dan real estate. Jadi, perlu perbaiki sistem birokrasi pajak dan mendorong kepastian hukum agar menjadi insentif bagi pelaku usaha untuk membayar pajak,” imbuh Politisi PKS Sukamta. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.