KEBIJAKAN PAJAK

DPR Dorong Pemerintah Ubah Skema Pajak Kendaraan Bermotor

Redaksi DDTCNews | Rabu, 26 Juni 2019 | 15:32 WIB
DPR Dorong Pemerintah Ubah Skema Pajak Kendaraan Bermotor

Ilustrasi mobil listrik. 

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah menggelar rapat panitia kerja (Panja) dengan Badan Anggaran DPR tentang rencana kerja pemerintah (RKP) 2020. Empat program prioritas pemerintah dibahas mendalam oleh anggota Banggar.

Pimpinan rapat Teuku Riefky Harsya mengatakan pendalaman atas empat prioritas kerja pemerintah tersebut adalah pertama,pembangunan manusia dan pengentasan kemiskinan. Kedua, pembangunan infrastruktur. Ketiga, ketahanan pangan, air, energi, dan lingkungan hidup. Keempat, ketahanan dan keamanan.

Pada sesi pendalaman, anggota Banggar dari Fraksi PAN Primus Yustisio mengatakan perlunya pemerintah mengubah pungutan pajak atas kendaraan bermotor. Hal ini, menurutnya, berkaitan erat dengan upaya pemerintah dalam menjaga ketahanan energi dan persoalan lingkungan hidup.

Baca Juga:
Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

“Pajak atas kendaraan bermotor itu baiknya diubah dari berdasarkan cc [kapasitas mesin] menjadi berdasarkan polusi yang ditimbulkan,” katanya di ruang rapat Banggar, Rabu (26/6/2019).

Wakil ketua Komisi VI DPR tersebut menambahkan perubahan skema pungutan berdasarkan emisi gas buang sudah jamak dilakukan oleh banyak negara. Menurutnya, Singapura dan Malaysia merupakan dua contoh negara yang sudah menerapkan skema pungutan pajak berdasarkan emisi gas buang.

Oleh karena itu, idealnya Indonesia mengikuti pilihan kebijakan pajak yang sama untuk kendaraan bermotor yang berdasarkan seberapa tinggi polusi yang dihasilkan. Dengan demikian, perubahan kebijakan tersebut diyakini dapat menjadi insentif bagi pelaku usaha untuk memproduksi kendaraan yang rendah emisi karena beban pajak yang semakin kecil.

Baca Juga:
Dorong Pertumbuhan Ekonomi, DJBC Tawarkan Fasilitas Kepabeanan

“Kalau kita buat kebijakan insetif pajak itu dalam rangka mendukung mobil yang rendah emisi. Ini pemerintah harus jeli karena akan dihadapkan masalah seperti ini [energi dan lingkungan hidup]. Jadi, harus sigap dan tentu harapannya pungutan pajak ditentukan dari seberapa besar polusinya,” paparnya.

Seperti diketahui, rencana perubahan pungutan pajak atas kendaraan bermotor sudah digulirkan Kemenkeu sejak Maret 2019. Perubahan skema rencananya berlaku untuk pungutan PPnBM kendaraan bermotor.

Adapun inti perubahan skema pungutan adalah pada pengelompokan berdasarkan kapasitas mesin hanya akan terbagi menjadi dua yakni di bawah 3.000 cc dan di atas 3.000 cc. Selain itu, pengenaan PPnBM tidak akan berdasarkan jenis kendaraan sedan dan nonsedan. Pengaturan tarif akan didasarkan pada tingkat emisi kendaraan.

Insentif fiskal untuk kendaraan bermotor hemat energi dan harga terjangkau (KBH2) pun akan diperluas dengan memasukkan jenishybrid, flexy engine, dan kendaraan listrik. Dengan demikian, insentif PPnBM 0% untuk KBH2 akan dihapus dan disesuaikan kembali menurut tingkat emisi CO2. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

Jumat, 20 Desember 2024 | 16:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Dorong Pertumbuhan Ekonomi, DJBC Tawarkan Fasilitas Kepabeanan

Jumat, 20 Desember 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Insentif Cuma untuk Mobil Listrik dan Hybrid, Ternyata Ini Alasannya

Rabu, 18 Desember 2024 | 09:01 WIB KURS PAJAK 18 DESEMBER 2024 - 24 DESEMBER 2024

Kurs Pajak: Bergerak Dinamis, Rupiah Masih Melemah terhadap Dolar AS

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?