KEBIJAKAN PEMERINTAH

Dorong DHE SDA Parkir Lebih Lama, Insentif Tambahan Disiapkan

Dian Kurniati | Kamis, 03 November 2022 | 17:45 WIB
Dorong DHE SDA Parkir Lebih Lama, Insentif Tambahan Disiapkan

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo.

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah dan Bank Indonesia berencana menyiapkan insentif tambahan agar devisa hasil ekspor sumber daya alam (SDA) di dalam negeri dapat bertahan lebih lama.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memandang devisa hasil ekspor (DHE) SDA yang dapat bertahan lebih lama di dalam negeri dapat mendukung stabilisasi makroekonomi dan nilai tukar di tengah ketidakpastian ekonomi global.

"Kami sedang berkoordinasi di bawah KSSK juga dengan perbankan, bagaimana agar eksportir yang memiliki DHE ini bisa betah lebih lama, baik dari insentif pajak maupun dari suku bunga," katanya, Kamis (3/11/2022).

Baca Juga:
Jaga Inflasi pada Kisaran 2,5 Persen, Pemerintah Beberkan Strateginya

Perry menyebut Peraturan Pemerintah (PP) 1/2019 mewajibkan eksportir merepatriasi DHE SDA ke dalam negeri. Kebijakan tersebut menjadi bagian dari upaya pemerintah menjaga kesinambungan pembangunan sekaligus meningkatkan ketahanan ekonomi nasional.

Dia menjelaskan para eksportir diharuskan membuat rekening khusus untuk menampung DHE SDA tersebut. Menurutnya, sebagian besar eksportir saat ini juga telah memasukkan DHE SDA-nya ke rekening khusus.

"Kami rumuskan [insentif] supaya betul-betul DHE dari SDA tidak hanya masuk, tetapi juga lebih lama dan mendukung stabilitas makroekonomi dan stabilitas nilai tukar," ujarnya.

Baca Juga:
Senator Minta Penumpang Pesawat Kelas Ekonomi Tak Dipungut Travel Tax

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan Ditjen Bea dan Cukai juga ikut memonitor kepatuhan eksportir menempatkan DHE di dalam negeri. Menurutnya, DHE yang berada di dalam negeri memiliki peran penting untuk menjaga stabilitas perekonomian.

Dia berharap besaran DHE yang ditempatkan di dalam negeri dapat seperti negara-negara lainnya di kawasan. "Kami akan terus coba meningkatkan daya atraksi dari penempatan devisa hasil ekspor di perbankan Indonesia sehingga bisa setara dengan negara-negara di region kita," tuturnya.

PP 1/2019 mengatur devisa berupa DHE SDA wajib dimasukkan dalam sistem keuangan di Indonesia. DHE tersebut berasal dari barang ekspor pertambangan, kehutanan, perkebunan, dan perikanan.

Baca Juga:
Banyak Tantangan, Insentif Fiskal Jadi Andalan untuk Jaga Pertumbuhan

BI juga telah merilis ketentuan DHE dan devisa pembayaran impor. Adapun Kemenkeu menerbitkan aturan tarif atas sanksi pelanggaran ketentuan DHE beserta tata cara pengenaannya.

BI sempat memberikan relaksasi terkait dengan sanksi pelanggaran ketentuan DHE pada 2020 guna merespons tekanan ekonomi yang ditimbulkan pandemi Covid-19. Namun, relaksasi tersebut kini telah dicabut.

Pada DHE yang ditempatkan di dalam negeri, pemerintah sesungguhnya telah memberikan sejumlah insentif atau keringanan. Salah satunya ialah memberikan tarif pajak penghasilan (PPh) final khusus atas bunga deposito dari DHE.

Baca Juga:
WP Tax Holiday Terdampak Pajak Minimum Global, PPh Badan Turun Lagi?

Untuk bunga deposito yang bersumber dari DHE dalam mata uang dolar AS, tarif PPh final ditetapkan 10% untuk jangka waktu 1 bulan. Kemudian, tarif 7,5% untuk jangka waktu 3 bulan, tarif 2,5% untuk jangka waktu 6 bulan, dan tarif 0% untuk jangka waktu lebih dari 6 bulan.

Sementara itu, tarif PPh final untuk bunga deposito yang bersumber dari DHE dalam mata uang rupiah ditetapkan 7,5% untuk jangka waktu 1 bulan. Lalu, tarif 5% untuk jangka waktu 3 bulan dan tarif 0% untuk jangka waktu 6 bulan atau lebih. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:00 WIB CORETAX SYSTEM

DJP Terbitkan Panduan Coretax terkait PIC, Impersonate dan Role Akses

Sabtu, 01 Februari 2025 | 09:00 WIB KEBIJAKAN EKONOMI

Jaga Inflasi pada Kisaran 2,5 Persen, Pemerintah Beberkan Strateginya

Sabtu, 01 Februari 2025 | 08:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Jadi Kontributor Pajak Terbesar, Manufaktur Diklaim Pulih Merata

BERITA PILIHAN
Sabtu, 01 Februari 2025 | 17:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

NPWP Sementara 9990000000999000, Dipakai Jika NIK Tak Valid di e-Bupot

Sabtu, 01 Februari 2025 | 17:15 WIB KEBIJAKAN ENERGI

Pemerintah Naikkan Biaya SLO Listrik, Kecuali Pelanggan 450 dan 900 VA

Sabtu, 01 Februari 2025 | 14:30 WIB PILKADA 2024

Prabowo Ingin Kepala Daerah Hasil Pilkada 2024 segera Dilantik

Sabtu, 01 Februari 2025 | 13:30 WIB LAYANAN KEPABEANAN

Pengumuman bagi Eksportir-Importir! Layanan Telepon LNSW Tak Lagi 24/7

Sabtu, 01 Februari 2025 | 13:00 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPh Pasal 23 Akibat Transaksi Pinjaman Tanpa Bunga

Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:45 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

Tenang! Surat Teguran ‘Gaib’ karena Coretax Eror Bisa Dibatalkan DJP

Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:30 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Hal-Hal yang Diteliti DJP terkait Pengajuan Pengembalian Pendahuluan

Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:00 WIB CORETAX SYSTEM

DJP Terbitkan Panduan Coretax terkait PIC, Impersonate dan Role Akses