JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah dan Bank Indonesia tengah gencar mengeluarkan kebijakan fiskal dan moneter untuk memacu daya beli konsumen. Salah satu langkah yang dapat dilakukan yaitu dengan melakukan perluasan pembebasan PPN. Berita tersebut mewarnai sejumlah media nasional pagi ini, Senin (28/8).
Ekonom INDEF Reza H. Akbar mengatakan pemerintah harus memperluas pembebasan PPN kepada komoditas lain seperti karet. Sebab, saat ini harga komoditas karet sedang menurun sehingga berdampak pada pendapatan petani karet yang juga menurun.
Berita lainnya mengenai banyaknya wajib pajak yang memanfaatkan aturan zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak (PKP). Berikut ulasan ringkas beritanya:
Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2017 yang berlaku sejak tanggal 22 Juni 2017. Aturan ini berkaitan tentang zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak. Direktur Pelayanan, Penyuluhan, dan Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan dengan adanya aturan ini, banyak wajib pajak yang memanfaatkan zakat sebagai pengurang penghasilan bruto oleh wajib pajak yang bersangkutan melalui SPT Tahunan.
Terus naiknya jumlah utang Indonesia dikhawatirkan berdampak negatif terhadap kesehatan fiskal pemerintah. Ekonom INDEF Reza H. Akbar menilai utang Indonesia sangat tidak sehat, sebab penggunaan utang dipakai untuk membayar utang lagi. Kondisi ini membuat ruang fiskal untuk belanja menjadi sangat terbatas. Apalagi, menurutnya, penghitungan utang Indonesia menggunakan basis Pendapatan Domestik Bruto (PDB) sudah tidak tepat lagi.
Pertumbuhan ekonomi yang dicanangkan pemerintah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 mendatang diperkirakan akan gagal. Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan melaju kencang setelah 2019. Itu pun, angka pertumbuhannya baru mengarah ke angka 6%. Dalam RPJMN 2015-2019, pemerintah mencanangkan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) sebesar 5,8% pada 2015, 7,1% pada 2017, dan 8% pada 2019. Sementara laju inflasi dikendalikan 3,5% pada 2019.
Pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) atas bahan bakar (BBM) kapal dinilai menjadi salah satu faktor yang membuat biaya logistik di Indonesia tinggi. Oleh karena itu, Ketua Umum Indonesian National Shipowners Association (INSA) Carmelita Hartoto mengusulkan agar ada relaksasi kebijakan fiskal PPN tidak dipungut atau dibebaskan atas pembelian bahan bakar minyak (BBM) kapal rute dalam negeri atau domestik. Usulan tersebut mengemuka lantaran komponen biaya BBM memiliki porsi yang cukup besar dalam biaya pelayaran.
Baru-baru ini Kementerian Keuangan mengeluarkan pembebasan 11 bahan pokok dari pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN). Aturan tersebut mengatur tentang barang kebutuhan pokok yang tidak dikenai PPN. Dua tambahan bahan pokok yang dibebaskan adalah gula dan bumbu-bumbuan. Menurut Ekonom Universitas Pertamina Eka Puspitawati, pembebasan PPN dua bahan pokok ini tidak dapat dibilang efektif keduanya. Pasalnya menurut Eka, orang Indonesia masih jarang yang menggunakan bumbu jadi. Kalaupun tidak dibebaskan PPN-nya oleh pemerintah, masyarakat pun dapat beralih kepada bumbu segar saja.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.