Ilustrasi.
BATAM, DDTCNews - Melalui unit vertikalnya, Ditjen Pajak (DJP) berupaya meningkatkan pemahaman isu perpajakan oleh wajib pajak. Salah satu isu yang kerap menimbulkan kesalahpahaman adalah pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan pemungutan pajak restoran. Keduanya terkadang dianggap sama.
Merespons kondisi tersebut, KPP Madya Batam menggelar kelas pajak secara daring yang membahas perbedaan kedua jenis pajak tersebut. Ketentuan terkait pengenaan PPN ini diatur secara spesifik dalam PMK 70/2022 Kriteria dan/atau Rincian Makanan dan Minuman, Jasa Kesenian dan Hiburan, Jasa Perhotelan, Jasa Penyediaan Tempat Parkir, serta Jasa Boga atau Katering, yang Tidak Dikenai PPN.
"Selama ini masyarakat menganggap bahwa pajak restoran dengan PPN adalah pajak yang sama sehingga memiliki tarif yang sama juga. Padahal, dua jenis pajak tersebut merupakan hal yang berbeda dan objek pajak daerah serta retribusi daerah termasuk jenis pajak yang tidak dikenakan PPN," kata Fungsional Penyuluh Pajak KPP Madya Batam Chairul Budi Prabowo dilansir pajak.go.id, Kamis (7/7/2022).
Chairul menjelaskan tarif PPN diatur melalui UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Besarannya, 11% berlaku per 1 April 2022. Sedangkan tarif pajak restoran diatur melalui peraturan daerah (perda) oleh masing-masing pemerintah daerah (pemda) di Indonesia.
Kota Batam misalnya, Perda 5/2011 mengatur besaran tarif pajak restoran sebesar 10%. Angkanya memang sama dengan tarif PPN sebelum diubah dalam UU HPP.
"Jadi perhatikan jika ada restoran yang memberikan tarif di atas 10%, coba kawan pajak tanyakan lagi," kata Chairul.
Sebagai tambahan informasi, Pasal 4A ayat (2) UU HPP menyatakan jenis barang yang tidak dikenai PPN yakni barang tertentu dalam kelompok termasuk makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya.
Pasalnya, kelompok barang tersebut merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) s.t.d.t.d UU Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).
UU HKPD kemudian memasukkan makanan di restoran ke dalam kelompok objek PBJT. Pemungutan jenis pajak tersebut menjadi kewenangan pemerintah daerah tingkat kabupaten/kota.
Adapun barang tertentu yang dikecualikan dari objek PBJT adalah penyerahan makanan dan/atau minuman dengan peredaran usaha tidak melebihi batas tertentu yang ditetapkan dalam perda; dilakukan oleh toko swalayan dan sejenisnya yang tidak semata-mata menjual makanan dan/atau minuman; dilakukan oleh pabrik makanan dan/atau minuman; atau disediakan oleh penyedia fasilitas yang kegiatan usaha utamanya menyediakan pelayanan jasa menunggu pesawat (lounge) pada bandar udara. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.