Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Hestu Yoga Saksama. (DJP)
JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) menyebut terdapat dua faktor utama yang menjadi penyebab serapan insentif pajak masih rendah hingga akhir September 2020.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan dua faktor yang menyebabkan serapan insentif pajak masih rendah adalah kondisi ekonomi yang masih lemah dan tingkat kepatuhan wajib pajak penerima manfaat yang masih rendah.
"Kondisi kegiatan usaha yang masih lemah memang menjadi salah satu penyebab rendahnya serapan insentif pajak yang sudah kami siapkan," katanya, Senin (5/10/2020).
Hestu menyebutkan masih lemahnya denyut ekonomi nasional dapat terlihat dari nilai impor yang masih tumbuh negatif dari tahun lalu. Hal ini menandakan kegiatan produksi mengalami tekanan karena struktur impor Indonesia didominasi impor bahan baku dan bahan penolong.
Hal tersebut kemudian berimplikasi pada tidak optimalnya serapan insentif untuk PPh Pasal 22 Impor. Contoh lain dari masih lemahnya kondisi ekonomi terlihat pada kinerja realisasi insentif PP ditanggung pemerintah (DTP) untuk UMKM.
Adapun serapan insentif PPh final DTP sampai dengan akhir September 2020 baru senilai Rp300 miliar. Jumlah tersebut masih jauh dari pagu anggaran insentif pajak UMKM yang dipatok senilai Rp2,4 triliun.
"Sebagai tambahan, saat ini para wajib pajak UMKM yang masih membayar PPh Final 0.5% sudah sangat sedikit," terang Yoga.
Kemudian faktor kedua yang menyebabkan serapan insentif belum optimal karena belum seluruhnya wajib pajak pemanfaat fasilitas melakukan pelaporan dengan tertib. Faktor ini membuat kinerja serapan semakin tertekan karena DJP tidak memiliki data seberapa besar insentif pajak yang dimanfaatkan.
"Kepatuhan para WP yang memanfaatkan insentif untuk menyampaikan laporan realisasi insentif juga belum optimal yang menyebabkan serapan juga belum optimal," imbuhnya.
Realisasi pemanfaatan insentif pajak dalam program pemulihan ekonomi nasional (PEN) hingga 28 September 2020 senilai Rp27,61 triliun. Realisasi tersebut setara dengan 22,9% dari pagu Rp120,61 triliun.
Realisasi insentif PPh Pasal 21 DTP baru 1,98 triliun atau 4,9% dari pagu Rp39,66 triliun. Realisasi pembebasan PPh Pasal 22 impor Rp6,85 triliun atau 46,4% dari pagu Rp14,75 triliun. Pemanfaatan pengurangan 30% angsuran PPh Pasal 25 senilai Rp9,53 triliun atau 66,18% dari pagu Rp14,4 triliun.
Realisasi pemberian restitusi pajak pertambahan nilai (PPN) dipercepat senilai Rp2,44 triliun atau 42,06% dari pagu 5,8 triliun. Kemudian, penurunan tarif PPh badan dari 25% menjadi 22% tercatat senilai Rp6,82 triliun atau 34,1% dari pagu Rp20,0 triliun. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.