Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) terus memperbarui aplikasi compliance risk management (CRM) sejalan dengan pengembangan coretax administrasi system atau pembaruan sistem inti administrasi perpajakan (PSIAP). Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Kamis (26/10/2023).
Dalam pembaruan ini, CRM dirancang mampu menindaklanjuti aggressive tax planning. Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak Iwan Djuniardi mengatakan pencegahan aggressive tax planning dimungkinkan lewat penggunaan data prediktif yang dihasilkan oleh deep analytics.
"CRM ini kan awal-awal hanya data deskriptif. Dari data deskriptif ini nanti akan kita olah menggunakan deep analytics. Ini yang akan kita arahkan ke mana-mana. Hasil dari deep analytics tadi akan masuk dan tax planning itu kelihatan. Hasil deep analytics akan meng-update CRM," ujar Iwan.
Dengan adanya CRM, pelayanan dan tindak lanjut oleh fiskus akan disesuaikan dengan profil risiko dari wajib pajak. CRM terbaru juga menggunakan pendekatan risiko untuk hampir semua jenis layanan.
Secara sederhana, makin patuh wajib pajak maka makin mudah dan murah pelayanan perpajakannya. Sebaliknya, makin tidak patuh wajib pajak maka makin sulit dan mahal ongkos yang perlu dikeluarkan wajib pajak.
Selain mengenai pembaruan CRM, ada pula ulasan terkait dengan target penerimaan pajak untuk unit vertikal DJP, belanja insentif PPN ditanggung pemerintah, dan visi misi capres dalam pilpres 2024.
Guna mendukung pembaruan CRM dalam menyusun deep analytics terkait dengan aggressive tax planning, DJP tengah menjajaki kerja sama dengan Pengadilan Pajak.
Melalui mekanisme kerja sama antara DJP dan Pengadilan pajak, seluruh putusan Pengadilan Pajak akan dianalisis menggunakan artificial intelligence atau kecerdasan buatan. Hasil analisis tersebut akan menjadi input bagi CRM.
"Untuk aggressive tax planning ini kita tidak bisa sendiri. Kita harus punya data dari pengadilan, Mahkamah Agung, termasuk praktisi-praktisi," ujar Iwan. (DDTCNews)
DJP mencatat belum ada unit vertikal yang telah mencapai target penerimaan dalam tahun berjalan ini.
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan belum ada kanwil atau kantor pelayanan pajak (KPP) yang mencapai penerimaan 100% karena target yang ditetapkan kini merujuk pada outlook penerimaan. Pada tahun ini, outlook penerimaan pajak ditargetkan mencapai Rp1.818,2 triliun.
Dalam Laporan Semester I/2023 disebutkan outlook penerimaan pajak akan mencapai 105,8% dari target awal pada UU APBN 2023 senilai Rp1.718 triliun. Dengan outlook ini, penerimaan pajak akan mengalami pertumbuhan 5,9%. (DDTCNews)
Calon presiden (capres) Anies Baswedan dan Prabowo Subianto sama-sama memiliki ide untuk memisahkan Ditjen Pajak (DJP) dari Kementerian Keuangan. Dalam dokumen visi-misi, kedua capres berencana mendirikan Badan Penerimaan Negara sebagai institusi yang terpisah dari Kemenkeu dalam mengurus penerimaan negara, termasuk pajak.
Kedua capres menilai bahwa RI membutuhkan terobosan konkret dalam meningkatkan penerimaan dari dalam negeri, baik pajak atau bukan pajak. Pendirian Badan Penerimaan Negara diyakini bisa mendongkrak tax ratio hingga 23%. (DDTCNews, CBNC Indonesia)
Pemerintah kembali memberikan insentif pajak berupa PPN ditanggung pemerintah atas penyerahan rumah di bawah Rp2 miliar. Belanja perpajakan atas insentif tersebut diprediksi mencapai Rp2 triliun hingga 2024.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan insentif PPN ditanggung pemerintah (DTP) diberikan untuk mendorong penguatan sektor perumahan. Insentif ini berikan mulai November 2023 hingga Desember 2024.
"Pajak ditanggung pemerintahnya tahun ini Rp300 miliar untuk November-Desember dan tahun depan Rp1,7 triliun," katanya. (DDTCNews)
Pemerintah menyatakan bakal terjadi percepatan belanja negara pada kuartal IV/2023.
Sri Mulyani mengatakan belanja negara akan mencapai Rp1.155,7 triliun sepanjang Oktober hingga Oktober 2023. Pada akhir tahun ini, biasanya pemerintah harus membayar semua kontrak proyek serta tagihan subsidi dan kompensasi.
Sri Mulyani mengatakan pola realisasi belanja negara selama ini memang bakal melonjak setiap kuartal akhir. Pola serupa juga bakal berulang pada tahun ini, dengan kenaikan belanja pemerintah pusat dan transfer ke daerah secara signifikan. (DDTCNews)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.