BERITA PAJAK HARI INI

DJP Ingin Kurangi Ketergantungan Penerimaan Pajak pada WP Besar

Redaksi DDTCNews | Selasa, 03 Maret 2020 | 07:49 WIB
DJP Ingin Kurangi Ketergantungan Penerimaan Pajak pada WP Besar

Ilustrasi gedung DJP.

JAKARTA, DDTCNews – Dengan perubahan tugas dan fungsi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama, Ditjen Pajak (DJP) ingin memperbaiki struktur penerimaan pajak, terutama dari sisi ketergantungan pada wajib pajak besar. Topik tersebut menjadi bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (3/3/2020).

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan salah satu tujuan dari pengawasan berbasis kewilayahan – salah satunya diwujudkan dengan perubahan tugas dan fungsi KPP Pratama – adalah untuk memperbaiki struktur penerimaan pajak yang masih jauh dari ideal.

“Kita mau memperbaiki struktur penerimaan pajak yang selama ini tergantung kepada wajib pajak besar,” katanya.

Baca Juga:
Di Mana Tempat Terutang PPh Final PHTB dan PPJB? Begini Ketentuannya

Menurutnya, imbas negatif dari ketergantungan hasil penerimaan pada kontribusi wajib pajak besar, terutama badan, adalah kerentanan terhadap gejolak perekonomian. Ketika ekonomi lesu seperti saat ini, sambung Suryo, secara otomatis kinerja penerimaan juga ikut melemah.

Selain itu, sejumlah media juga menyoroti rencana pemerintah memperlonggar ketentuan impor untuk sekitar 500 importir. Kebijakan ini dimaksudkan agar kegiatan impor segera pulih di tengah tekanan ekonomi akibat menyebarnya wabah virus Corona.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Baca Juga:
KAFEB Universitas Sebelas Maret Sukses Adakan Acara Reuni Akbar 2025
  • Perluasan Basis Pajak

Kerentanan penerimaan pajak karena ketergantungan pada wajib pajak besar, terutama badan, tercermin dari kinerja 2019 yang tertekan dan awal 2020. Oleh karena itu, perluasan basis pajak diperlukan untuk menjadi penopang baru dari penerimaan yang dikumpulkan oleh DJP.

Seperti beritakan sebelumnya, berdasarkan rilis APBN Kita, realisasi penerimaan pajak per 31 Januari 2020 tercatat senilai Rp80,22 triliun atau 4,88% dari target Rp1.624,57 triliun. Performa ini tercatat turun 6,86% dibandingkan capaian periode yang sama tahun lalu.

“Kita ingin kurangi ketergantungan kepada WP besar. Oleh karena itu, kita ubah strategi dalam menghadapi tekanan penerimaan dengan memperluas basis pajak," paparnya. (DDTCNews)

Baca Juga:
Retaliasi China, Produk Asal AS Bakal Dikenai Bea Masuk Tambahan
  • Kerek Kepatuhan Wajib Pajak

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan pengawasan berbasis kewilayahan diharapkan mampu meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Apalagi, petugas pajak juga akan gencar mendatangi wajib pajak.

“Nanti kita lakukan pembinaan dan pengawasan bagi yang tidak lapor [SPT] melalui pengawasan yang berbasis kewilayahan ini. Mudah-mudahan dengan upaya yang kita lakukan jumlah WP yang melapor terus bertambah,” kata Hestu. (Bisnis Indonesia/DDTCNews)

  • Pelaporan SPT

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan hingga Senin (2/3/2020), sudah ada 4,3 juta wajib pajak yang melaporkan SPT. Jumlah tersebut menunjukan peningkatan sekitar 30% dari periode yang sama tahun lalu sebanyak 3,3 juta.

Baca Juga:
Selain Belanja Online, CN Dipakai untuk Barang Jamaah Haji dan Hadiah

Dia mengatakan jumlah WP wajib SPT pada tahun ini mencapai 19 juta WP, naik dibandingkan dengan jumlah WP wajib SPT tahun lalu yang mencapai 18,3 juta WP. Dengan target kepatuhan formal yang tetap dipatok di angka 80%–85%, jumlah pelaporan SPT pada tahun ini ditargetkan mencapai 15,2 juta hingga 16,15 juta wajib pajak. (Bisnis Indonesia/DDTCNews)

  • Pelayanan dan Pengawasan Lebih Fokus

Managing Partner DDTC Darussalam mengatakan perubahan tugas dan fungsi KPP Pratama bakal bermanfaat dalam pengelompokan wajib pajak yang selama ini sudah ada. Dengan demikian, pelayanan dan pengawasan akan lebih fokus.

Menurutnya, dengan tugas yang menjadi semakin fokus maka sumber daya manusia (SDM) mampu dioptimalkan untuk memperluas basis pajak. Pada gilirannya, beban DJP dalam mengumpulkan penerimaan tidak hanya dibebankan kepada wajib pajak tertentu, tapi juga oleh banyak wajib pajak.

Baca Juga:
Mobilitas Penduduk Meningkat, Konsumsi Rumah Tangga 2024 Tumbuh 4,94%

“Jadi pekerjaan yang selama ini menyita waktu dan tenaga dapat dialihkan ke pencapaian wajib pajak baru. Untuk wajib pajak yang belum terdaftar bisa di-collect masuk ke dalam sistem dan bergotong royong dengan kontribusi pajak sesuai kewajiban,” katanya. (Bisnis Indonesia/Kontan/DDTCNews)

  • 500 Importir

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) telah mendata sekitar 500 importir dengan reputasi baik yang dinilai layak untuk mendapat pelonggaran ketentuan impor. Sebanyak 500 importir itu juga menguasai 40% dari keseluruhan aktivitas impor bahan baku di Indonesia, sehingga berpotensi memulihkan aktivitas produksi di dalam negeri.

"Untuk mereka yang reputable itu bisa dilakukan langkah-langkah penyederhanaan, sehingga kecepatan mereka dalam melakukan impor, saat RRT [China] sudah melakukan lagi produksinya, segera bisa dilakukan,” jelas Sri Mulyani. (Bisnis Indonesia/DDTCNews)

Baca Juga:
Minta Rakyat Bayar Pajak, Presiden Marcos Janji Kejar yang Tak Patuh
  • Kemudahan dari Sisi Pre-Clearance

Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi mengatakan kemudahan perizinan impor diberikan kepada importir yang telah terdaftar sebagai Authorized Economic Operator (AEO) dan mitra utama. Selama ini mereka baru mendapatkan kemudahan dari sisi clearance. Nantinya, mereka juga mendapat kemudahan dari sisi pre-clearance.

“Kalau dulu pre-clearance masih perlu mengajukan perizinan dan proses verifikasi, nanti akan diberikan secara otomatis. Jadi, prosedurnya fast track autoapproval,” ujar Heru. (Bisnis Indonesia/DDTCNews) (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

04 Maret 2020 | 16:46 WIB

alasanya WP besar ..terutama Investor baru ...dlm prioritas ..dpt Tax Reduction atau fasilitas ..bhkan pembebasan pajak. Namun untuk kelas menegah kecil..bonyok gk dpt cuman dikasih tempo u ey ttt 0,5% ,,tanpa mengurangkan..at kompensasi kerugiannya..bahkan tdk bisa kreditkan pjk masukan (PPN masukannya) .. hanya bisa dibiayakan .. Sedangkan klo lihat penyerapan agregate kredit dr perbankan berkisar hanya 18% dr total kredit yg diberikan kpg menengah kecil... gmn tuh. pdhl penyerapan TK hampir >80%

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 05 Februari 2025 | 13:07 WIB UNIVERSITAS SEBELAS MARET

KAFEB Universitas Sebelas Maret Sukses Adakan Acara Reuni Akbar 2025

Rabu, 05 Februari 2025 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Selain Belanja Online, CN Dipakai untuk Barang Jamaah Haji dan Hadiah

BERITA PILIHAN
Rabu, 05 Februari 2025 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Selain Belanja Online, CN Dipakai untuk Barang Jamaah Haji dan Hadiah

Rabu, 05 Februari 2025 | 12:07 WIB PERTUMBUHAN EKONOMI 2024

Mobilitas Penduduk Meningkat, Konsumsi Rumah Tangga 2024 Tumbuh 4,94%

Rabu, 05 Februari 2025 | 11:25 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

BPS Umumkan Ekonomi Indonesia 2024 Tumbuh 5,03 Persen

Rabu, 05 Februari 2025 | 11:07 WIB PAJAK MINIMUM GLOBAL

Terbaru! Simak Perkembangan Negara yang Terapkan Pajak Minimum Global

Rabu, 05 Februari 2025 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

3 Skema Pengenaan Pajak Minimum Global berdasarkan PMK 136/2024

Rabu, 05 Februari 2025 | 10:45 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Lewat Pengesahan RUU BUMN, BPI Danantara Resmi Dibentuk

Rabu, 05 Februari 2025 | 10:30 WIB PMK 7/2025

Kemenkeu Perbarui Syarat untuk Jadi Pemeriksa Pajak Daerah