OMNIBUS LAW

DJP Harap Segera Diundangkan, Ini Pokok-Pokok Omnibus Law Perpajakan

Redaksi DDTCNews | Selasa, 11 Februari 2020 | 16:33 WIB
DJP Harap Segera Diundangkan, Ini Pokok-Pokok Omnibus Law Perpajakan

Ilustrasi gedung DJP.

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah telah menyampaikan Rancangan Undang-Undang tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian atau yang biasa disebut omnibus law perpajakan kepada DPR pada Jumat (31/1/2020).

Hal ini disampaikan Ditjen Pajak (DJP) dalam siaran pers berjudul ‘Jaga Ekonomi Indonesia, Pemerintah Berharap Omnibus Law Perpajakan Dapat Segera Diundangkan’ yang diterbitkan pada hari ini, Selasa (11/2/2020) bersamaan dengan acara Ngobras di Kantor Pusat DJP.

“Rancangan omnibus law ini disusun untuk membantu memperkuat perekonomian Indonesia dengan cara memberikan sejumlah fasilitas perpajakan yang diharapkan dapat meningkatkan investasi, meningkatkan keadilan dan kesetaraan berusaha, serta meningkatkan kualitas SDM,” jelas DJP.

Baca Juga:
Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Adapun pokok-pokok pengaturan dalam rancangan omnibus law perpajakan adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan daya tarik Indonesia sebagai negara tujuan investasi
Untuk menjaga pertumbuhan ekonomi Indonesia di tengah ketidakpastian dan gejolak ekonomi global, pemerintah bermaksud mengeluarkan sejumlah kebijakan yang diharapkan meningkatkan investasi, antara lain:

  1. Penurunan tarif PPh Badan secara bertahap menjadi 22% untuk tahun pajak 2021 dan 2022, kemudian menjadi 20% mulai tahun pajak 2023;
  2. Penurunan tarif PPh Badan yang go public menjadi 3% lebih rendah dari tarif umum mulai tahun pajak 2021;
  3. Penghapusan PPh atas dividen sepanjang dividen tersebut diinvestasikan di Indonesia;
  4. Penyesuaian tarif PPh pasal 26 atas penghasilan bunga; dan
  5. Pengaturan mengenai fasilitas perpajakan, antara lain tax holiday, super deduction, dan fasilitas pajak daerah.

2. Meningkatkan keadilan dan kesetaraan berusaha
Untuk memperkuat ekonomi Indonesia, perlu menciptakan kesetaraan berusaha (level playing field) yang akan didorong dengan cara:

  1. Pemajakan transaksi digital yang dilakukan oleh penjual atau marketplace luar negeri;
  2. Pemerintah pusat dapat menetapkan satu tarif pajak daerah yang berlaku nasional;
  3. Rasionalisasi pajak daerah termasuk pembatalan peraturan daerah yang menghambat investasi, dan
  4. Penambahan atau pengurangan jenis barang kena cukai selain yang telah diatur dalam UU tentang Cukai

3. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia
Untuk memperkuat ekonomi Indonesia, dibutuhkan peningkatan kualitas SDM untuk menciptakan inovasi dan membuka lapangan kerja baru. Untuk mempercepat pencapaian tujuan ini maka pemerintah ingin meningkatan jumlah pekerja ahli dan profesional dari luar negeri yang bekerja di Indonesia.

Baca Juga:
Urus Pemeriksaan Bukper: Coretax Bakal Hadirkan 4 Fitur Baru

Oleh karena itu, pemerintah mengusulkan agar WNA yang bekerja di Indonesia hanya dikenai pajak atas penghasilan yang bersumber di Indonesia (tidak atas seluruh penghasilan) untuk empat tahun pertama.

4. Mendorong kepatuhan pajak sukarela
Untuk membantu meningkatkan kepatuhan sukarela, pemerintah bermaksud memperbaiki administrasi perpajakan melalui pengaturan ulang:

  1. Ketentuan pengkreditan PPN; dan
  2. Sanksi dan imbalan bunga, yang diusulkan mengacu pada suku bunga pasar.

Mengingat pentingnya tujuan-tujuan tersebut serta untuk mengantisipasi tantangan ke depan terkait situasi global akhir-akhir ini, sambung DJP, pemerintah berharap pembahasan RUU ini dapat secepatnya dimulai.

“Dan dengan memperhatikan masukan dari publik dan dunia usaha, dapat segera diundangkan demi membantu menjaga dan memperkuat perekonomian Indonesia,” imbuh DJP. (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Senin, 21 Oktober 2024 | 14:32 WIB CORETAX SYSTEM

Urus Pemeriksaan Bukper: Coretax Bakal Hadirkan 4 Fitur Baru

Minggu, 20 Oktober 2024 | 10:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Hapus NPWP yang Meninggal Dunia, Hanya Bisa Disampaikan Tertulis

Minggu, 20 Oktober 2024 | 08:00 WIB CORETAX SYSTEM

Gencar Edukasi, DJP Harap Pegawai Pajak dan WP Terbiasa dengan Coretax

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN