Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) menerbitkan ketentuan baru mengenai ketentuan pelaksanaan perundingan prosedur persetujuan bersama (mutual agreement procedure/MAP) melalui Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-49/PJ/2021.
Dalam pelaksanaan perundingan MAP, dirjen pajak membentuk Delegasi Perunding MAP yang terdiri atas pejabat yang memiliki tugas dan fungsi terkait pencegahan dan penanganan sengketa perpajakan internasional, serta pegawai lain di lingkungan DJP.
“Dirjen Pajak membentuk Delegasi Perunding MAP dalam rangka pelaksanaan perundingan MAP,” bunyi poin 5 huruf a SE-49/PJ/2021, dikutip pada Kamis (30/09/2021).
Delegasi tersebut memiliki lima tugas. Pertama, menyampaikan naskah posisi kepada pejabat yang berwenang mitra P3B. Kedua, melakukan perundingan, negosiasi, dan mengambil keputusan perihal permintaan pelaksanaan MAP. Ketiga, menyusun risalah perundingan MAP.
Keempat, menyusun naskah persetujuan bersama apabila perundingan menghasilkan persetujuan bersama. Kelima, menyampaikan pemberitahuan secara tertulis mengenai hasil perundingan kepada dirjen pajak.
Lebih lanjut, dirjen pajak dapat menghentikan proses perundingan yang dilakukan oleh delegasi perundingan MAP dan mitra P3B apabila pemohon pelaksanaan MAP tersebut tidak menyampaikan informasi/bukti/keterangan dalam batas waktu 2 bulan. Selain itu, pejabat mitra P3B juga tidak memberikan informasi yang diminta seperti yang disepakati dalam P3B.
Apabila setelah perundingan menghasilkan persetujuan bersama maka terdapat 6 skenario tindak lanjutnya. Pertama, jika persetujuan bersama terbit sebelum surat ketetapan pajak maka wajib pajak yang mengajukan permintaan MAP melakukan pembetulan surat pemberitahuan atau pengungkapan materi ketidakbenaran pengisian surat pemberitahuan dengan memperhatikan hasil persetujuan dan batas waktu yang ditetapkan.
Kedua, jika wajib pajak tidak melakukan pembetulan surat pemberitahuan atau pengungkapan materi tersebut maka DJP menerbitkan surat ketetapan pajak (SKP) dengan memperhatikan hasil persetujuan bersama.
Ketiga, jika persetujuan bersama terbit setelah surat ketetapan pajak (SKP) tanpa diajukan keberatan maka DJP melakukan pembetulan SKP dengan memperhatikan hasil persetujuan bersama.
Keempat, jika persetujuan bersama terbit sebelum ketetapan keberatan maka DJP menerbitkan surat ketetapan dengan memperhatikan hasil persetujuan bersama.
Kelima, jika persetujuan bersama terbit setelah DJP menerbitkan Surat Keputusan penguatan atau pembatalan SKP yang tidak benar maka DJP dapat melakukan pembetulan surat keputusan tersebut dengan memperhatikan hasil persetujuan bersama.
Dengan berlakunya SE-49/PJ/2021 ini maka Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-19/PJ/2016 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kegiatan Perpajakan Internasional dinyatakan tidak berlaku. (rizki/rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.