BERITA PAJAK HARI INI

Dividen Dikecualikan dari Objek PPh, Ini Efek yang Diharapkan

Redaksi DDTCNews | Rabu, 07 Oktober 2020 | 08:01 WIB
Dividen Dikecualikan dari Objek PPh, Ini Efek yang Diharapkan

Ilustrasi. 

JAKARTA, DDTCNews – Dividen, baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri, resmi dikecualikan dari objek pajak penghasilan (PPh). Bagian dari revisi UU PPh yang masuk dalam UU Cipta Kerja tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Rabu (7/10/2020).

Sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (3) huruf f UU KUP, pengecualian berlaku untuk dividen yang berasal dari dalam negeri yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi (sepanjang diinvestasikan di Indonesia dalam jangka waktu tertentu) dan/atau wajib pajak badan dalam negeri.

Selain itu, pengecualian berlaku untuk dividen yang berasal dari luar negeri dan penghasilan setelah pajak dari suatu bentuk usaha tetap (BUT) di luar negeri. Dividen itu diterima atau diperoleh wajib pajak badan dalam negeri atau wajib pajak pribadi dalam negeri.

Baca Juga:
Pahami Perincian Penelitian Bukti Potong Atas WP Restitusi Dipercepat

Dividen dan penghasilan setelah pajak dari BUT di luar negeri tersebut bisa dikecualikan dari objek PPh sepanjang diinvestasikan atau digunakan untuk mendukung kebutuhan bisnis lainnya Indonesia dalam jangka waktu tertentu serta memenuhi salah satu persyaratan.

Persyaratan yang dimaksud adalah pertama, dividen dan penghasilan setelah pajak yang diinvestasikan paling sedikit 30% dari laba setelah pajak. Kedua, dividen berasal dari badan usaha di luar negeri yang sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek diinvestasikan di Indonesia sebelum dirjen pajak menerbitkan surat ketetapan pajak atas dividen tersebut.

Direktur Peraturan Perpajakan II Ditjen Pajak (DJP) Yunirwansyah mengatakan pengecualian dari objek PPh atas dividen yang diterima wajib pajak mengubah classical system menjadi one-tier system. Dalam sistem sebelumnya, PPh dikenakan dua kali pada level korporasi dan pemegang saham.

Baca Juga:
Diatur Ulang, Kriteria Piutang Pajak Tak Tertagih yang Bisa Dihapuskan

“[Sekarang] PPh hanya di level korporasi. Sebelumnya juga dikenakan di level orang pribadi [pemegang saham]. Hal ini juga akan menurunkan tarif pajak efektif untuk investor di dalam negeri.Untuk jangka menengah dan panjang akan memperbaiki iklim berusaha,” ujarnya. Simak pula artikel ‘Pemerintah Tambah Jenis Penghasilan yang Dikecualikan dari Objek Pajak’.

Selain mengenai pengecualian dari objek PPh atas dividen, ada pula bahasan terkait dengan peraturan dirjen pajak yang baru tentang tata cara penyelesaian permohonan, pelaksanaan, dan evaluasi kesepakatan harga transfer (advance pricing agreement/APA).

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Baca Juga:
Pembaruan Objek Penelitian PKP Berisiko Rendah untuk Cairkan Restitusi
  • Kebutuhan Investasi

Direktur Peraturan Perpajakan II DJP Yunirwansyah mengatakan pengecualian dari objek PPh atas dividen dari luar negeri diberikan agar kebutuhan investasi di dalam negeri juga bisa diperoleh dari dana yang selama ini berada di luar Indonesia.

“Mungkin selama ini penghasilan berupa dividen tidak dilaporkan ke Indonesia karena worldwide income system kita. Dengan pengecualian ini, yakni dengan syarat di investasikan di dalam negeri, wajib pajak akan melaporkan secara self assessment,” jelasnya.

Ketentuan mengenai PPh atas dividen, sambung Yunirwansyah, akan diatur lebih lanjut dalam peraturan menteri keuangan. Simak pula artikel ‘Pemerintah Tambah Jenis Penghasilan yang Dikecualikan dari Objek Pajak’. (Kontan/DDTCNews)

Baca Juga:
Penjelasan DJP soal Hitung PPN dengan DPP 11/12 yang Tidak Otomatis
  • Mencegah Pajak Berganda

Managing Partner DDTC Darussalam mengapresiasi adanya ketentuan pengecualian dari objek PPh atas dividen. Perubahan dari classical system menjadi one-tier system akan mengurangi tarif efektif investor dan mencegah adanya pemajakan berganda.

“Nantinya hal ini akan mengurangi tarif pajak efektif investor dan mencegah pajak berganda. Dengan demikian, investasi akan lebih menarik,” ujarnya. Simak pula artikel ‘Selamat Tinggal Pajak Berganda’. (Kontan/DDTCNews)

  • Permohonan APA WP Terdampak Covid-19

Drjen Pajak Suryo Utomo merilis PER-17/PJ/2020 mengenai tata cara penyelesaian permohonan, pelaksanaan, dan evaluasi kesepakatan harga transfer (APA). Beleid ini merupakan aturan pelaksana dari Pasal 22 ayat 9 huruf a PMK 222/2020.

Baca Juga:
Estafet Kepemimpinan DDTCNews, Tetap Terdepan Sajikan Informasi Pajak

Beleid tersebut menegaskan jika permohonan APA diajukan oleh wajib pajak yang usahanya terdampak Covid-19 maka tingkat laba dalam proyeksi laporan keuangan merupakan tingkat laba hasil penyesuaian pada kondisi normal yang disampaikan oleh wajib pajak.

Proyeksi elemen laporan keuangan tersebut dilaporkan menggunakan format yang tercantum dalam lampiran PER-17/PJ/2020. Adapun beleid ini mulai berlaku sejak 17 September 2020. Berlakunya beleid ini sekaligus mencabut Perdirjen Pajak No.PER-69/PJ/2010. (DDTCNews)

  • Warga Negara Asing

Pada Pasal 4 ayat (1a) UU KUP, UU Cipta Kerja memberikan pengecualian penghasilan yang menjadi objek pajak terhadap warga negara asing yang telah menjadi subjek pajak dalam negeri (SPDN).

Baca Juga:
Faktur yang Ditandatangani Melonjak, Kapasitas Unggah Coretax Naik

WNA yang menjadi SPDN hanya akan dikenai PPh atas penghasilan yang diterima di Indonesia sepanjang WNA tersebut memenuhi persyaratan keahlian tertentu. Ketentuan ini berlaku selama 4 tahun pajak sejak WNA ditetapkan sebagai SPDN.

Namun, penghasilan yang diterima oleh WNA sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan di Indonesia dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan di luar Indonesia diperlakukan sebagai penghasilan yang diterima dari Indonesia.

Ketentuan Pasal 4 ayat (1a) ditetapkan tidak berlaku bagi WNA yang memanfaatkan perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) antara Indonesia dengan negara mitra. Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria keahlian yang berhak mendapatkan perlakuan sesuai dengan Pasal 4 ayat (1a) akan diatur melalui PMK. (DDTCNews/Bisnis Indonesia)

Baca Juga:
Coretax Bakal Terhubung dengan Seluruh K/L dan Perbankan, Ini Kata DJP
  • Pengkreditan Pajak Pasal 9 UU PPN

Salah satu perubahan dalam UU PPN, yang dimuat dalam Pasal 112 UU Cipta Kerja, adalah terkait dengan pajak masukan Pasal 9 UU PPN. Hal tersebut berhubungan dengan skema pengkreditan pajak.

“Pajak masukan dalam suatu masa pajak dikreditkan dengan pajak keluaran dalam masa pajak yang sama,” demikian bunyi Pasal 9 ayat (2) UU PPN yang juga dimuat dalam Pasal 112 RUU Cipta Kerja. Simak selengkapnya dalam artikel ‘Aturan Pengkreditan Pajak Pasal 9 UU PPN Diubah, Begini Perinciannya’. (DDTCNews) (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

26 November 2020 | 15:52 WIB

sebaiknya dilihat bhw Subyek Pajak yang berbeda dan perlakuannya juga berbeda. WP OP vs WP Badan. Kita lihat bhw Badan bisa dimiliki 99.7 % oleh WP OP. lalu bagaimanan sisi equalitynya. Deviden LN sebaiknya untuk Badan dan OP sebagai obyek PPh. Krn agio sahamnya khan sdh dibebaskan ketika dijajakan di Busrsa efek. Tetap saza si Kaya tambah kaya. si kecil hanya nabung dan beli obligasi, saham, penyertaan dikoperasi, dana Asuransi, tetap saza dgn syarat tt kenai PPh. Aapapun alasan mau di investasikan di DN siapa yang bisa lihat pembuktiannya?

14 Oktober 2020 | 23:32 WIB

added value di saham (selisih nilai transaksi) tidak pernah dipikirin..ada lho nilai saham nya naik 1000 % ..tapi krn masuk bursa hanya bayar 0.1% .... yang non masuk bursa 0.5% .(saham preferen ) ditambah lagi Devidennya bukan obyek pajak..

14 Oktober 2020 | 23:24 WIB

Jangan saza Deviden non Obyak PPh ..namun obyek bunga bank ..perlu diringankan juga.. atau disesuaikan yang terjadi si Kaya tambah kaya... yang miskin suruh ...menderita

07 Oktober 2020 | 20:58 WIB

Semoga dari perubahan ini bisa membawa hasil yang efektif untuk menarik para investor ke Indonesia.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 31 Januari 2025 | 09:15 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pahami Perincian Penelitian Bukti Potong Atas WP Restitusi Dipercepat

Kamis, 30 Januari 2025 | 09:30 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Diatur Ulang, Kriteria Piutang Pajak Tak Tertagih yang Bisa Dihapuskan

Senin, 27 Januari 2025 | 08:15 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pembaruan Objek Penelitian PKP Berisiko Rendah untuk Cairkan Restitusi

Jumat, 24 Januari 2025 | 08:52 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Penjelasan DJP soal Hitung PPN dengan DPP 11/12 yang Tidak Otomatis

BERITA PILIHAN
Jumat, 31 Januari 2025 | 19:30 WIB KONSULTASI PAJAK    

DJP Bisa Tentukan Nilai Harta Berwujud, Ini yang Perlu Diperhatikan

Jumat, 31 Januari 2025 | 19:00 WIB PMK 136/2024

Pajak Minimum Global Bagi WP CbCR Bisa Dinolkan, Begini Kriterianya

Jumat, 31 Januari 2025 | 17:15 WIB DDTC ACADEMY - INTENSIVE COURSE

Wah, Transaksi Intragrup Naik! Perlu Paham Transfer Pricing

Jumat, 31 Januari 2025 | 16:11 WIB CORETAX SYSTEM

Bermunculan Surat Teguran yang Tak Sesuai di Coretax? Jangan Khawatir!

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:47 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Banyak Tantangan, Insentif Fiskal Jadi Andalan untuk Jaga Pertumbuhan

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:31 WIB KEBIJAKAN PAJAK

WP Tax Holiday Terdampak Pajak Minimum Global, PPh Badan Turun Lagi?

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:11 WIB KEBIJAKAN INVESTASI

Supertax Deduction Kurang Laku, Ternyata Banyak Investor Tak Tahu

Jumat, 31 Januari 2025 | 14:30 WIB PROVINSI JAWA BARAT

Demi Kejar Pajak, Dinas ESDM Petakan Ulang Sumur Air Tanah di Daerah

Jumat, 31 Januari 2025 | 13:45 WIB PAJAK MINIMUM GLOBAL

Ada Pajak Minimum Global, RI Cari Cara Biar Insentif KEK Tetap Menarik

Jumat, 31 Januari 2025 | 13:25 WIB TAX CENTER UNIVERSITAS ADVENT SURYA NUSANTARA

Gratis untuk Umum! Sosialisasi Soal Coretax, PPN 12%, dan SAK EMKM-EP