Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Ketentuan mengenai pejabat yang dapat ditunjuk untuk melakukan penagihan pajak pusat berubah.
Perubahan tersebut tertuang dalam PMK 189/2020. Beleid ini dirilis untuk menyederhanakan administrasi tindakan penagihan pajak bagi DJP dan penanggung pajak. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan kemudahan dan keseragaman pelaksanaan tindakan penagihan pajak.
“[Serta] untuk memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaan tindakan penagihan pajak dan simplifikasi peraturan perundang-undangan di bidang penagihan pajak,” demikian bunyi penggalan salah satu pertimbangan dalam PMK tersebut, dikutip pada Kamis (3/12/2020).
PMK 189/2020 terdiri atas 10 bab yang seluruhnya menerangkan perihal penagihan, penyitaan, pencegahan, hingga penyanderaan. Adapun Bab II PMK 189/2020 ini menjabarkan tentang pejabat dan tindakan penagihan.
Sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) PMK 189/2020, menteri keuangan berwenang menunjuk pejabat untuk penagihan pajak pusat. Adapun pejabat yang ditunjuk meliputi direktur pemeriksaan dan penagihan, kepala kantor wilayah (Kanwil), dan/ atau kepala kantor pelayanan pajak (KPP).
Ketentuan mengenai pejabat yang ditunjuk tersebut sedikit berbeda dengan ketentuan terdahulu. Sebelumnya, PMK 24/2008 s.t.d.d. PMK 85/2010 menyatakan dalam rangka pelaksanaan penagihan pajak, menteri keuangan menunjuk 2 pejabat.
Pertama, kepala KPP Madya, termasuk kepala KPP di lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus, dan kepala KPP Wajib Pajak Besar. Mereka sebagai pejabat dalam melaksanakan penagihan pajak yang meliputi pajak penghasilan (PPh) serta pajak pertambahan nilai (PPN) barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM).
Kedua, kepala KPP Pratama sebagai pejabat untuk melaksanakan penagihan pajak yang meliputi PPh, PPN dan PPnBM, pajak bumi dan bangunan (PBB), serta bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB).
Sama halnya seperti yang telah diatur dalam Undang-Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP) beserta aturan pelaksanaanya, pejabat yang ditunjuk menteri keuangan tersebut berwenang mengangkat dan memberhentikan juru sita pajak.
Sama seperti ketentuan terdahulu, jusu sita pajak memiliki 4 tugas. Pertama, melaksanakan surat perintah penagihan seketika dan sekaligus. Kedua, memberitahukan surat paksa. Ketiga, melaksanakan penyitaan atas barang penanggung pajak berdasarkan surat perintah melaksanakan penyitaan.
Keempat, melaksanakan penyanderaan berdasarkan surat perintah penyanderaan. Adapun PMK 189/2020 ini berlaku mulai 27 November 2020. Berlakunya beleid ini akan sekaligus mencabut PMK 24/2008 s.t.d.d. PMK 85/2010 dan KMK 563/2000. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.