JAKARTA, DDTCNews – Pagi ini, Kamis (26/10) berita mengenai bukti permulaan (bukper) yang sebelumnya gencar dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak selama beberapa bulan terakhir kini dibatalkan.
Pembatalan dilakukan karena kabar soal obral bukper sempat didengar oleh kalangan istana. Selain itu, pembatalan ini juga merupakan reaksi positif terhadap keluhan wajib pajak terkait dengan langkah agresif Ditjen Pajak dalam mengejar target penerimaan tahun ini.
Ekonom Indef Bhima Yudhistira mengatakan pencabutan bukper itu menunjukkan bahwa Ditjen Pajak tidak memiliki perencanaan yang matang. Pembatalan itu juga memperlihatkan bahwa kebijakan itu hanya untuk kepentingan jangka pendek.
Berita lainnya mengenai Ditjen Pajak dan Ditjen Bea cukai yang akan bersinergi untuk menguatkan sistem perpajakan tahun 2018. Berikut ulasan ringkas beritanya:
- Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai Bakal Integrasi Sistem Di 2018
Sinergi antara Ditjen Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) merupakan fondasi pelaksanaan reformasi bidang perpajakan. Oleh karena itu, pada tahun depan tim reformasi perpajakan berupaya menguatkan apa yang sudah berjalan saat ini. Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi mengatakan salah satu yang akan dilakukan yakni menempatkan pegawai bea cukai di kantor pajak dan sebaliknya.
- Peneliti: Pemerintah Tak Realistis Tetapkan Target Pajak 2018
Pemerintah dinilai tidak realistis menetapkan target penerimaan pajak negara dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) tahun 2018. Selain itu, penyaluran bantuan non-tunai pun dinilai kurang optimal akibat tidak memadainya infrastruktur yang digunakan. Hal itu diungkapkan oleh Peneliti Wiratama Institute Muhammad Syarif Hidayatullah dalam keterangan tertulisnya menanggapi pengesahan APBN 2018. Dia mengatakan pemerintah harus lebih konservatif dalam menentukan target penerimaan pajak dalam APBN 2018, sehingga kesalahan penetapan target penerimaan pajak pada APBN 2015 dan 2016 terulang kembali.
- Ini 10 Langkah Pemerintah Dalam Mengejar Target Pajak 2018
Pemerintah merencanakan target penerimaan perpajakan dalam RAPBN 2018 sebesar Rp1.618,1 triliun. Jumlah itu naik 9,87% dibanding target dalam APBN-P 2017 yang dipatok Rp1.472,7 triliun. Untuk mencapai target penerimaan pajak, pemerintah melakukan berbagai upaya penguatan reformasi perpajakan melalui lima hal. Pertama, melalui dukungan Automatic Exchange of Information (AEoI). Kedua, penguatan data dan Sistem Informasi Perpajakan agar lebih up to date dan terintegrasi, melalui e-filing, e-form dan e-faktur.
Ketiga, membangun kepatuhan dan kesadaran pajak (sustainable compliance), melalui e-service, mobile tax unit, KPP Mikro, dan outbond call. Keempat, pemberian insentif perpajakan, melalui tax holiday dan tax allowance, serta mengkaji kebijakan exemption tax pada beberapa barang kena PPN. Kelima, penguatan SDM dan regulasi, melalui peningkatan pelayanan dan efektivitas organisasi.
- Kolaborasi Pajak dan Bea Cukai Sambut Ledakan E-Commerce
Pemerintah masih terus membahas pengenaan pajak untuk pelaku e-commerce di Indonesia. Rencananya tahun depan, pengenaan pajak tersebut akan direalisasikan dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta kepada seluruh jajaran Ditjen Pajak dan DJBC untuk duduk bersama melihat potensi dari kegiatan digitalisasi yang saat ini sedang berkembang. Dia menugaskan untuk melihat, baik itu dari sisi yang disebut over the top (OTT) ataukah market placenya dan bagaimana memahami aktivitas (digitalisasi) itu sendiri. Kemudian yang terpenting juga diskusi dengan para pelakunya dan stakeholder lainnya.
- Resmi Ketok Palu, APBN 2018 Dinilai Penuh Optimisme
DPR akhirnya mengesahkan Rancangan Undang-undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RUU APBN) 2018 menjadi UU di Rapat Paripurna, Gedung DPR, Jakarta, Rabu (25/10/2017). Dalam APBN 2018, terjadi kenaikan target pendapatan negara menjadi Rp 1.894,72 triliun dan belanja negara Rp 2.220,66 triliun. Secara umum APBN 2018 memiliki tiga focus utama yakni efisiensi da kualitas belanja prioritas, optimalisasi dan reformasi penerimaan negara, dan menjaga momentum ekonomi dan kepercayaan rakyat.