Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar. (DDTCNews-Doni Agus Setiawan)
JAKARTA, DDTCNews – Rencana pembelian seluruh lifting minyak yang diproduksi oleh KKKS oleh Pertamina disebut-sebut terkendala aspek pajak. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral akan berdiskusi dengan Kementerian Keuangan untuk mencari jalan keluar.
Hal ini diungkapkan oleh Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar. Menurutnya, selama ini kontraktor lebih memilih untuk mengekspor minyaknya dari pada menjualnya ke Pertamina karena ada beban pajak dalam penjualan domestik.
"Dilihat dulu perpajakannya dan lainnya. Lagi kita evaluasi. Kalau sekarang itu si KKKS masih dikenakan pajak kalau dia jual ke dalam negeri [Pertamina]. Itu bagian entitlement dia. Dia jual ke luar kena pajak enggak? Enggak,” katanya di Kantor ESDM, Senin (20/8/2018).
Karena permasalahan pajak ini mencakup sektor lain, maka dia akan melakukan kajian secara holistik. Kajian pun akan dilakukan dengan Kementerian Keuangan yang mempunyai kewenangan dari sisi penerimaan negara, termasuk pajak.
“Nah ini yang sedang kita bicarakan dengan Kementerian Keuangan. Saya sudah ada bisikin juga ke Bu Ani [Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati]. Detailnya nanti kita tunggu ya. Sedang dibicarakan,” jelasnya.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, produksi minyak nasional mencapai 775.000 barel per hari (bph). Dari jumlah tersebut, sekitar 550.000 bph merupakan bagian milik pemerintah dan Pertamina yang diolah di dalam negeri. Sisanya, menjadi bagian milik kontraktor yang selama ini diekspor.
Seperti diketahui, rencana pembelian seluruh lifting minyak yang diproduksi oleh KKKS oleh Pertamina ini sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo. Hal ini untuk merespons kebutuhan devisa karena nilai tukar rupiah yang terus tertekan.
Jika menilik Peraturan Menteri Keuangan No. 34/PMK.010/2017 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain, justru ada pengecualian.
Dalam pasal 3 ayat (1) e disebutkan salah satu pengecualian pemungutan PPh Pasal 22 yakni pembayaran untuk pembelian minyak bumi, gas bumi, dan/atau produk sampingan dari kegiatan usaha hulu di bidang minyak dan gas bumi yang dihasilkan di Indonesia.
Produk yang dihasilkan di Tanah Air itu dari kontraktor yang melakukan eksplorasi dan eksploitasi berdasarkan kontrak kerja sama, kantor pusat kontraktor yang melakukan eksplorasi dan eksploitasi berdasarkan kontrak kerja sama, atau trading arms kontraktor yang melakukan eksplorasi dan eksploitasi berdasarkan kontrak kerja sama. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.