Dirjen Pajak Suryo Utomo. (tangkapan layar)
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah menilai reformasi pajak perlu terus dilanjutkan agar negara dapat menjawab tantangan-tantangan domestik dan global yang muncul dalam beberapa tahun terakhir.
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) adalah kelanjutan dari reformasi pajak di Indonesia. Reformasi pajak sendiri, menurutnya, sudah berlangsung sejak 1983 hingga diterbitkannya Perppu 1/2020 dan UU 11/2020 tentang Cipta Kerja.
"Ada satu lagi yang kami propose yaitu RUU KUP. Esensinya adalah untuk menyiapkan sistem pajak yang lebih adil, efektif, dan efisien. Harapan besarnya, bila pajak lebih solid dan adil maka penerimaan bisa ter-cover dan APBN bisa lebih sustain untuk mendukung aktivitas yang harus disediakan negara," ujar Suryo dalam keynote speech Perayaan HUT ke-56 Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Jumat (27/8/2021).
Beberapa tantangan yang dihadapi oleh pemerintah, salah satunya, adalah amanat untuk melakukan konsolidasi fiskal sebagaimana diatur dalam Perppu 1/2020. Sesuai dengan ketentuan tersebut, pemerintah perlu mengembalikan defisit anggaran ke level 3% dari PDB pada 2023 mendatang.
Melalui RUU KUP, Suryo mengatakan aturan pajak akan makin baik dan basis pajak akan makin luas serta menghasilkan penerimaan pajak yang makin berkelanjutan. "Diharapkan pada 2023 Perppu [1/2020] dapat kita jalankan dan defisit dapat kembali ke 3%," ujar Suryo.
Selain untuk melaksanakan amanat Perppu 1/2020, RUU KUP juga diperlukan oleh pemerintah untuk merespons tantangan perpajakan yang muncul akibat meningkatnya volume perekonomian dan transaksi digital.
Suryo mengatakan saat ini transaksi digital bukanlah suatu bentuk transaksi alternatif. Akibat pandemi Covid-19, transaksi digital domestik dan lintas batas negara bertumbuh amat pesat. DJP, ujarnya, memerlukan fondasi hukum agar kewajiban perpajakan yang timbul dapat dipungut secara optimal.
"Kita harus meletakkan fondasi perpajakan untuk meng-cover model transaksi yang tumbuh pesat ini," ujar Suryo.
Untuk diketahui, tantangan perpajakan akibat transaksi digital setidaknya telah direspons oleh pemerintah melalui Perppu 1/2020. Melalui beleid tersebut, terdapat ketentuan mengenai PPN dan PPh atas perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) serta pajak transaksi elektronik (PTE).
Namun, baru PPN PMSE yang telah diimplementasikan dan memberikan kontribusi kepada penerimaan pajak sejak tahun lalu hingga saat ini.
Dalam RUU KUP, pemerintah mengusulkan klausul baru yang memungkinkan DJP menunjuk pihak lain sebagai pemungut PPh, PPN, PTE. Klausul tersebut dimasukkan dalam RUU KUP agar ketentuan pajak ke depan lebih sesuai dengan perkembangan transaksi ekonomi yang makin terdigitalisasi. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.