JAKARTA, DDTCNews – Wacana pemerintah menurunkan tarif pajak penghasilan (PPh) badan semakin deras bergulir mewarnai beberapa surat kabar pagi ini, Jumat (12/8). Bahkan kini kisaran pemangkasan tarif tidak lagi di angka 17% tetapi menjadi 10% seperti yang diungkapkan Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi.
Ken menyebutkan tarif PPh Badan bisa turun menjadi 10% jika jumlah wajib pajak yang menjadi basis pajak meningkat. Sejatinya, Ken berharap program tax amnesty mampu mendongkrak basis pajak. Namun, Ken belum bisa menjelaskan berapa kenaikan basis pajak yang diperlukan agar tarif PPh bisa turun menjadi 10%.
Menurutnya, penurunan tarif ini untuk menyamakan tarif PPh di Indonesia dengan tarif yang dipatok di negara-negara tetangga. Lantas, apakah Indonesia mampu bersaing? Baca ringkasan beritanya :
Managing Partner DDTC Darussalam menyatakan tren dunia saat ini memang menurunkan tarif PPh Badan seperti Malaysia yang berencana memangkas tarif PPh Badan menjadi 24% dan Vietnam dari 22% menjadi 20%. Tujuannya mencegah profit shifting dan dan meningkatkan investasi dalam negeri. Namun, dia mengingatkan Indonesia sulit berkompetisi dengan Singapura dalam memberikan fasilitas pajak. Karena itu Indonesia jangan sampai terjebak perang tarif dengan Singapura.
Ken Dwijugiasteadi mengatakan nilai restitusi untuk tahun pajak 2015 tidak terlalu besar seperti yang dikhawatirkan lantaran tahun ini pemerintah telah memberlakukan program tax amnesty yang mengharuskan wajib pajak membatalkan permohonan restitusi agar bisa mengikuti tax amnesty. Tercatat akumulasi nilai restitusi periode Januari-Juni 2016 mencapai Rp68 triliun.
Banyak wajib pajak Indonesia yang berada di Singapura meminta sosialisasi tax amnesty semakin digencarkan lantaran mereka mengaku belum paham sepenuhnya mengenai tax amnesty. Hingga saat ini sosialisasi sudah digelar 3 kali di Singapura. Duta Besar Indonesia untuk Singapura I Gede Ngurah Swajaya mengatakan animo masyarakat cukup bagus dan banyak pertanyaan praktis dari mereka.
Eksekusi skema repatriasi tercatat masih rendah karena hanya 5% dari total harta yang sudah dideklarasikan dalam program tax amnesty. Ken Dwijugiasteadi menilai rendahnya realisasi repatriasi lantaran hingga saat ini masih ada keinginan dari wajib pajak untuk mendapatkan kepastian terkait dengan fleksibilitas harta yang masuk ke Indonesia karena ada ketentuan lock-up hingga 3 tahun melalui gateway.
Untuk mengeluarkan dananya yang disimpan di luar negeri, sistem keuangan internasional mengharuskan wajib pajak melalui beberapa prosedur yang ditetapkan di negara tersebut. Selain itu, wajib pajak juga menginginkan kepastian sektor-sektor investasi sudah tersedia lantaran sebelum melakukan repatriasi wajib pajak memerlukan investment plan.
Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) berpotensi mendapatkan dana repatriasi senilai Rp1 triliun yang berasal dari salah satu nasabah lembaga itu yang menyatakan akan merepatriasi dananya melalui program tax amnesty. Saat ini LPEI membutuhkan dana untuk ekspansi penyaluran kredit yang ditargetkan Rp97,2 triliun sepanjang tahun ini.
Ketua Umum Real Estate Indonesia (REI) Eddy Hussy mengatakan aliran dana repatriasi periode pertama tidak akan langsung mengalir ke sektor properti lantaran di periode pertama orang masih akan disibukkan dengan persoalan administrasi. Menurutnya, dana baru mulai akan masuk di periode kedua dan ketiga.
Tercatat penerimaan cukai pada bulan Juli 2016 mencapai Rp10,01 triliun turun 35,13% dibandingkan dengan realisasi Juni 2016 yang mencapai Rp15,43 triliun. Direktur Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai Ditjen Bea dan Cukai Sugeng Aprianto mengatakan menurunnya realisasi itu dikarenakan penerimaan cukai hasil tembakau yang menurun akibat rendahnya konsumsi masyarakat setelah musim puasa dan lebaran.
Kepastian tidak adanya penyertaan modal negara (PMN) ke BUMN disebabkan karena hingga saat ini tidak ada BUMN di bawah Kementerian BUMN yang mengusulkan suntikan dana pemerintah, lantaran sejumlah BUMN mengandalkan aliran dana repatriasi dari tax amnesty. Oleh karena itu perusahaan pelat merah itu tidak akan mendapatkan PMN tahun depan. (Amu)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.