CUKAI (1)

Definisi dan Sejarah Pengaturan Cukai

Hamida Amri Safarina | Senin, 15 Februari 2021 | 16:16 WIB
Definisi dan Sejarah Pengaturan Cukai

CUKAI merupakan jenis pajak atas konsumsi yang bersifat spesifik. Hal ini dikarenakan cukai hanya dikenakan terhadap objek tertentu. Dalam perkembangannya, cukai telah diterapkan di banyak negara, termasuk Indonesia. Di Indonesia sendiri, cukai menjadi salah satu sumber penerimaan negara yang cukup signifikan.

Lantas, apakah yang dimaksud dengan cukai? Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, perlu dipahami terlebih dahulu mengenai perkembangan pengaturan cukai di Indonesia. Sebelum masa kemerdekaan, pemungutan cukai diatur per jenis objek secara bertahap yang tertuang dalam ordonansi sebagai berikut.

  1. Ordonansi Cukai Minyak Tanah (Ordonnantie Van 27 Desember 1886, Stbl. 1886 No. 249);
  2. Ordonansi Cukai Alkohol Sulingan (Ordonnantie Van 27 Februari 1898, Stbl. 1898 No. 90 en 92);
  3. Ordonansi Cukai Bir (Bieraccijns Ordonnantie, Stbl. 1931 No. 488 en 489);
  4. Ordonansi Cukai Tembakau (Tabaksaccijns Ordonnantie, Stbl. 1932 No. 517);
  5. Ordonansi Cukai Gula (Suikeraccijns Ordonnantie, Stbl. 1933 No. 351).

Namun demikian, ketentuan tersebut hanya terbatas pada objek-objek tertentu sehingga dinilai kurang dapat menggali potensi pungutan cukai di Indonesia. Untuk itu, pemerintah menyusun suatu undang-undang (UU) tentang cukai.

Baca Juga:
Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

UU itu diharapkan mampu menjawab tuntutan pembangunan, mengoptimalkan sumber penerimaan negara dari cukai, dan mendorong peran serta masyarakat dalam pembiayaan pembangunan. UU tentang cukai itu ditetapkan melalui UU No. 11 tahun 1995 tentang Cukai (UU No. 11/1995).

Dalam pelaksanaan UU No. 11/1995, pemerintah menyadari masih terdapat hal-hal yang belum tertampung untuk memberdayakan peranan cukai sebagai salah satu sumber penerimaan negara. Adapun perubahan aturan tersebut tertuang dalam UU No. 39 Tahun 2007 (UU No. 39/2007).

Aturan terkait dengan cukai diubah sejalan dengan perkembangan sosial ekonomi dan kebijakan pemerintah dengan dua tujuan sebagaimana tercantum dalam penjelasan umum UU No. 39/2007.

Baca Juga:
Realisasi Pajak Rokok di Sumsel Tak Capai Target, Ini Penyebabnya

Pertama, menegaskan batasan pemungutan cukai sehingga dapat memberikan landasan dan kepastian hukum dalam upaya menambah atau memperluas objek cukai dengan tetap memperhatikan aspirasi dan kemampuan masyarakat.

Kedua, mengoptimalkan upaya penerimaan negara sehingga dibutuhkan penyempurnaan sistem administrasi pungutan cukai, peningkatan upaya penegakan hukum (law enforcement), serta penegasan pembinaan pegawai dalam rangka tata pemerintahan yang baik (good governance).

Istilah dan Definisi Cukai
PENAMAAN jenis pungutan pajak atas konsumsi yang bersifat spesifik berbeda-beda di suatu negara meskipun memiliki fungsi atau tujuan pemungutan yang sama. Secara umum, jenis pungutan tersebut disebut cukai atau excise, excise tax, ataupun excise duty.

Baca Juga:
Menkeu Rilis Pedoman Pembukuan Terbaru di Bidang Kepabeanan dan Cukai

Beberapa istilah dalam menyebutkan pajak atas konsumsi yang bersifat spesifik, misalnya Turki (special consumption tax), Kamboja (the specific tax on certain merchandise and services), dan Kuba (impuesto especial a productos y servicios) (Kristiaji dan Yustisia, 2019). Ada pula Brazil yang menggunakan istilah imposto sobre produtos industrializados (IPI) dan Korea Selatan menyebutnya individual consumption tax.

Berkaitan dengan definisi, dalam Law No. 4760 Official Gazette No. 24783 tentang Special Consumption Tax, Turki mengartikan special consumption tax sebagai jenis pungutan yang hanya dikenakan pada satu tahapan proses konsumsi. Sementara itu, definisi cukai di Afrika Selatan dapat ditemukan dalam situs South Africa Revenue Services sebagai berikut.

“Excise duties and levies are imposed mostly on high-volume daily consumable products (e.g. petroleum and alcohol and tobacco products) as well as certain non-essential or luxury items (e.g. electronic equipment and cosmetics).”

Baca Juga:
Insentif Kepabeanan Tersalur Rp33,9 Triliun, Begini Dampak ke Ekonomi

Definisi di Afika Selatan cukup komprehensif dengan menyebutkan karakteristik objek yang dapat dikenakan cukai. Beberapa jurisdiksi hanya menyebutkan definisi cukai sebagai pungutan atas produk tertentu dengan menyebutkan objek yang dikenakan cukai.

Misalnya, Uni Eropa yang mengatur harmonisasi cukai melalui European Comission Council Directive 2008/118/EC of 16 December 2008 concerning the general arrangements for excise duty and repealing Directive 92/12/EEC sebagai berikut.

“Excise goods may be subject to other indirect taxes for specific purposes. This Directive lays down general arrangements in relation to excise duty which is levied directly or indirectly on the consumption of the following goods (hereinafter ‘excise goods’):

Baca Juga:
Menkes Malaysia Ungkap Peran Cukai dalam Mereformulasi Minuman Manis
  1. energy products and electricity covered by Directive 2003/96/EC;
  2. alcohol and alcoholic beverages covered by Directives 92/83/EEC and 92/84/EEC;
  3. manufactured tobacco covered by Directives 95/59/EC, 92/79/EEC and 92/80/EEC”.

Di Indonesia sendiri, berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU No. 39/2007, cukai didefinisikan sebagai pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam undang-undang. Sesuai dengan Pasal 2 UU 39/2007, terdapat 4 sifat atau karakteristik barang-barang yang dapat dikenakan cukai.

Pertama, konsumsinya perlu dikendalikan. Kedua, peredarannya perlu diawasi. Ketiga, pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup. Keempat, pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan.

Berdasarkan pada uraian di atas, dapat disimpulkan istilah dan definisi cukai berbeda-beda di setiap negara. Akan tetapi, secara umum cukai dipahami sebagai pajak atas konsumsi yang bersifat spesifik. (kaw)



Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Selasa, 24 Desember 2024 | 16:30 WIB PROVINSI SUMATERA SELATAN

Realisasi Pajak Rokok di Sumsel Tak Capai Target, Ini Penyebabnya

Senin, 23 Desember 2024 | 12:00 WIB PMK 104/2024

Menkeu Rilis Pedoman Pembukuan Terbaru di Bidang Kepabeanan dan Cukai

Sabtu, 21 Desember 2024 | 10:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Insentif Kepabeanan Tersalur Rp33,9 Triliun, Begini Dampak ke Ekonomi

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?