Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Data dan informasi keuangan yang dipertukarkan oleh otoritas pajak antaryurisdiksi melalui skema automatic exchange of information (AEOI) terus bertambah. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Kamis (14/7/2022).
Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) mencatat pada 2021, otoritas pajak telah mempertukarkan data dan informasi atas 111 juta rekening keuangan. Adapun nilai aset dalam 111 juta rekening tersebut mencapai €11 triliun atau sekitar Rp165.261 triliun.
“Implementasi global dari AEOI kian matang,” tulis Sekjen OECD Mathias Cormann dalam laporannya kepada G-20.
Adapun pada 2020, otoritas pajak tercatat aktif mempertukarkan data dan informasi atas 75 juta rekening keuangan melalui AEOI dengan nilai aset mencapai €9 triliun. Artinya, ada kenaikan 48% atas jumlah rekening dan 22% atas nilai aset dalam setahun.
Selain mengenai AEOI, ada pula bahasan terkait dengan pajak karbon. Kemudian, ada bahasan tentang catatan Ditjen Pajak (DJP) mengenai sengketa pajak yang belum diputus hingga akhir 2021.
Sekjen OECD Mathias Cormann mengatakan peningkatan jumlah rekening dan nilai aset yang dipertukarkan menjadi perkembangan positif. Ke depan, Global Forum akan mengevaluasi efektivitas AEOI. Hasil evaluasi akan disampaikan kepada G-20 pada Oktober 2022.
"Kenaikan jumlah rekening dan nilai aset disebabkan oleh meningkatnya hubungan bilateral AEOI dan peningkatan pelaporan data kepada Global Forum," tulis Cormann. (DDTCNews)
Implementasi pembaruan sistem inti administrasi perpajakan (coretax system) akan meningkatkan kualitas pengelolaan data dari skema AEOI. Pasalnya, ketika pembaruan coretax system sudah selesai dan mulai diimplementasikan DJP pada 2023, penerimaan dan pengiriman data dan informasi keuangan dalam skema AEOI bisa berjalan secara otomatis.
"Saat ini DJP sedang mengembangkan sistem inti administrasi perpajakan yang akan merancang ulang proses bisnis perpajakan menuju fungsi yang integratif. AEOI merupakan salah satu proses bisnis yang akan diintegrasikan ke dalam sistem tersebut,” ujar Direktur Perpajakan Internasional DJP Mekar Satria Utama.
Hingga saat ini, sesuai dengan PENG-1/PJ/2022, ada 113 yurisdiksi partisipan dan 95 yurisdiksi tujuan pelaporan. Yurisdiksi partisipan adalah yurisdiksi asing yang menyampaikan informasi , sedangkan yurisdiksi tujuan pelaporan merupakan yurisdiksi asing penerima informasi dari Indonesia. (DDTCNews)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan tidak ada kendala terkait dengan penyusunan aturan pajak karbon. Pemerintah hanya masih menimbang momentum yang tepat terkait dengan implementasi pajak karbon. Pemerintah masih mempertimbangkan dampaknya ke perekonomian.
“Kendala teknis tidak ada. Kita sudah siapkan semua. ” ujarnya. (Kontan/Bisnis Indonesia)
DJP mencatat terdapat 63.036 sengketa pajak yang belum diputus hingga akhir 2021. Merujuk pada Laporan Keuangan DJP 2021, nominal pajak pada 63.036 sengketa pajak tersebut mencapai Rp195,78 triliun dan US$3,03 miliar.
"Yang dimaksud dengan sengketa pajak ialah keseluruhan pengajuan, baik melalui permohonan wajib pajak maupun jabatan oleh DJP, yang dapat memengaruhi nilai ketetapan pajak/keputusan/putusan sebelumnya," sebut DJP. Simak ‘Sengketa Pajak yang Belum Diputus Capai Ratusan Triliun, Ini Detailnya’ (DDTCNews)
DJP berencana menyediakan menu pendaftaran perseroan perorangan dalam laman www.ereg.pajak.go.id. Merujuk pada Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-20/PJ/2022, menu pendaftaran perseroan perorangan nantinya dapat digunakan oleh wajib pajak untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
"Pendaftaran untuk memperoleh NPWP dilakukan dengan mengajukan permohonan secara elektronik melalui laman ptp.ahu.go.id atau ereg.pajak.go.id dalam hal penerbitan NPWP tak berhasil dilakukan melalui laman ptp.ahu.go.id," bunyi surat edaran tersebut. (DDTCNews)
Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) kembali mengingatkan para importir untuk memakai mekanisme deklarasi inisiatif (voluntary declaration) dalam penyelesaian pemberitahuan pabean impor
Direktur Audit Kepabeanan dan Cukai DJBC Decy Arifinsjah mengatakan voluntary declaration bisa dilakukan saat harga yang seharusnya dibayar atau biaya yang harus ditambahkan pada nilai transaksi, belum dapat ditentukan nilainya pada saat pengajuan Pemberitahuan Pabean Impor (PPI).
"Voluntary declaration dan voluntary payment diharapkan mampu memfasilitasi importir yang belum mengetahui secara pasti nilai transaksinya dan terhindar dari pengenaan sanksi karena kesalahan pemberitahuan pabean," katanya. (DDTCNews) (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.