Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Data dan informasi yang ada dalam surat pemberitahuan pengungkapan harta (SPPH) tidak dapat dijadikan sebagai dasar untuk memidanakan wajib pajak. Hal ini diatur dalam Pasal 22 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 196/2021.
Hal ini juga ditegaskan kembali oleh Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor. Menurutnya, data dan informasi pada SPPH beserta lampirannya memang tidak dapat dijadikan sebagai dasar untuk melakukan penyelidikan hingga penuntutan pidana terhadap wajib pajak.
Meski demikian, ada catatan yang perlu diperhatikan wajib pajak. Apabila data yang dimaksud ternyata juga dimiliki oleh aparat penegak hukum, maka aparat tetap dapat melaksanakan kewenangannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Namun, apabila data dan informasi tersebut dimiliki oleh aparat penegak hukum maka aparat penegak hukum tetap dapat melakukan kewenangannya," ujar Neilmaldrin, Selasa (28/12/2021).
Tindak pidana yang dimaksud termasuk tindak pidana yang bersifat transnasional seperti narkotika, psikotropika, obat terlarang, terorisme, perdagangan manusia, hingga pencucian uang.
Ketentuan yang mencegah penggunaan data dari SPPH untuk mempidanakan wajib pajak sebenarnya tidak hanya diatur lewat PMK 196/2021.
Aturan senada sesungguhnya sudah dituangkan pada 2 pasal di dalam UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), yakni Pasal 6 ayat (6) dan Pasal 11 ayat (1) huruf c.
Pada ayat penjelas dari ayat tersebut, dijelaskan data dan informasi dari SPPH tidak dapat menjadi dasar untuk penyelidikan hingga penuntutan pidana terhadap wajib pajak baik di bidang perpajakan maupun tindak pidana lainnya. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.