Darussalam bersama pengurus Atpetsi berpose bersama di acara Tax Center Gathering di Semarang, Rabu (8/82018)
SEMARANG. DDTCNews – Ketua Umum Atpetsi (Asosiasi Tax Center Perguruan Tinggi Seluruh Indonesia) Darussalam menyatakan perlunya merevitalisasi kurikulum pendidikan pajak nasional sebagai respons atas perubahan lanskap perpajakan global dan perubahan tatanan pajak terkini yang mengembangkan paradigmacooperative compliance antara fiskus dan wajib pajak dengan dasar saling terbuka, percaya, dan saling menghargai.
“Fenomena perubahan tersebut harus diantisipasi dan tercermin dalam kurikulum yang ditawarkan oleh perguruan tinggi yang mempunyai konsentrasi pajak,” ujarnya seusai acara Tax Center Gathering yang digelar Ditjen Pajak di Semarang, Rabu (8/8/2018)
Darussalam menambahkan saat ini masih terdapat pemikiran bahwa penerapan pengetahuan pajak dimaknai terbatas untuk lingkup domestik. Padahal, penerapan pengetahuan pajak dapat menembus dimensi lintas batas negara. Pajak internasional dan transfer pricing adalah contoh topik pajak yang berlaku secara internasional dan tidak mengenal batas yurisdiksi pajak.
Ironisnya, di Indonesia, topik tersebut belum dikembangkan sepenuhnya. Bahkan, untuk transfer pricing, yang saat in jadi isu utama di dunia, tidak dipelajari dalam mata kuliah tersendiri. Sementara itu, pajak internasional masih sering dimaknai terbatas sekedar perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B).
“Contoh di atas hanya sebagian kecil catatan untuk segera meredesain kurikulum pajak perguruan tinggi di Indonesia. Ke depan pembelajaran pajak harus melalui pendekatan sebagai berikut:
Pertama, dengan mempelajari pajak sebagai multi disiplin ilmu, yaitu dengan meminjam disiplin ilmu lainnya seperti ekonomi, akuntansi, hukum, dan administrasi tetapi tidak didominasi oleh ilmu tertentu” katanya.
Kedua, pembelajaran pajak di kelas harus diperkaya dengan studi kasus. Kasus-kasus dapat diambil dari hasil putusan-putusan Pengadilan Pajak.
Terakhir, sambungnya, pajak perlu dipelajari dengan perbandingan sistem pajak negara lain. Dengan cara ini, akan diperoleh berbagai jawaban berbeda atas pertanyaan yang sama sehingga akan diperoleh jawaban yang sifatnyainternational best practice.
“Dengan demikian, peran tax center nanti tidak sebatas menyosialisasikan ketentuan pajak, tetapi lebih besar dari itu. Yaitu, membangun sistem pajak yang berkepastian hukum, berkeadilan, dan menjadi mitra konstruktif yang berwibawa bagi otoritas pajak. Ini PR kita,” katanya. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.